Luke mengumpat, terlalu sering hingga seperti rapalan doa. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya; hanya tatapan penuh rasa tidak percaya.

Nova mengatur napasnya sedemikian rupa, "Apa itu...manusia?"

Kresna mengambil jalur berbelok, memberikan pemandangan yang lebih jelas pada Nova dan juga Luke. Ia berkata, "Ada alasan kenapa tempat ini dinamai Disposal Floor."

Luke terbatuk, "Bagaimana bisa pemandangan seperti ini enggak mengusik orang-orang, eh?"

"Orenda menutup semuanya," Kres menjelaskan, "Pagna ada untuk menghilangkan bukti-bukti itu, atas bantuan Rider, tentu saja."

"Apa kau membantu Orenda juga?" tanya Nova.

"Aku? Tidak. Kalau aku tidak beruntung, mungkin aku akan menjadi salah satu tengkorak yang di sana" jawab Kres, pandangannya tetap ke jalan, "Jalur ini sudah lama tidak dipakai, jadi kalau kalian mencemaskan apakah kalian akan tertangkap atau tidak, ini jalur yang aman."

Meskipun begitu, Nova tidak tenang. Gadis itu berusaha menyangkutpautkan apa yang ayah dan ibunya lakukan. Nova tahu bahwa Orenda melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, tapi ia tidak tahu bahwa mereka akan tidak manusiawi ini.

"Kita hampir sampai," ucap Kres, "Pakai masker kalian sampai kita tiba di kediaman kedua dokter sinting itu."

Cahaya kebiruan azuline mulai sedikit. Kres membawa pagnanya ke ujung jalan. Langit-langitnya merupakan sebuah pintu kayu yang tembus entah ke mana. Menyalakan senter, pemuda itu membenahi dulu barang-barang yang hendak ia bawa. Meminta tolong Luke mengambilkan tambang tak jauh dari tempatnya duduk, mengikat beberapa kotak kiriman menjadi satu. Sebuah tas ransel berukuran besar yang berisikan barang-barang ia sampirkan di punggung. Dengan sebuah tongkat kayu, Kres mengetuk pintu itu hingga terbuka, cahaya yang tak seberapa masuk dari lubang itu.

Kres keluar terlebih dahulu, ia meletakkan tas ranselnya, mengulurkan tangan untuk membantu Nova dan Luke naik ke daratan. Lalu pemuda itu menarik seluruh kotaknya sekaligus. Nova tahu bahwa kotak-kotak yang ia bawa cukup berat namun Kresna dapat mengambilnya sekali tarik. Ia melempar tambangnya ke bawah, menutup pintunya, kemudian mengedikkan dagu mengisyaratkan untuk mulai bergerak.

"Bagaimana kau membawa kotak-kotak itu sekaligus?" tanya Nova kebingungan. Tidak mungkin pemuda itu membawanya sekaligus, "Mau aku bantu?"

"Tidak usah. Lihat sekelilingmu," Kres menjawab singkat.

Meskipun banyak pohon yang mengelilingi tempat itu, ada jalan setapak yang sama sekali tidak berbatu. Tak jauh dari tempat mereka berdiri ada sebuah bilik berukuran tak lebih dari dua meter dan tanpa disadari Luke sudah berada di sana, membukanya.

Pria itu mengeluarkan sebuah troli dan berkata, "Kau bakal pakai ini 'kan?"

"Ya, terima kasih," ucap Kres sembari meletakkan kotak-kotak itu ke atas sana. Melihat Nova yang tampak kebingungan, pria itu berkata, "Kalau mereka tidak menyediakan ini, aku pasti tidak mau lagi mengantarkan barang padanya. Terkadang pesanan mereka terlalu banyak dan aku tidak bisa mengangkatnya sendirian. Bilik itu sering menjadi tempat penyimpanan dadakan."

Nova merapatkan jaketnya, matahari masih belum terbit, dan dinginnya terasa menusuk tulang. Entah semenyengat apa bau di luar sana, karena Nova sama sekali tidak bisa mencium apa-apa. Mereka berjalan menelusuri jalan setapak ke arah utara. Sunyi menyelimuti.

"Kau gugup?" tanya Luke, cukup yakin suaranya tidak bisa didengar oleh Kres yang berjalan di depan mereka, "Orang-orang ini pernah bekerja dengan ayahmu 'kan? Apa yang bakal kau tanyakan ke mereka?"

Nova menggenggam kalungnya, "Entahlah," jawab Nova, "Aku...takut."

"Takut?"

"Aku takut... jawabannya tidak sesuai ekspektasi."

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now