Special? 3.5 : (masih) Putra Pratama

27 4 3
                                    


Aku tahu, semua yang aku kira dekat belum tentu sedekat itu. seperti bulan malam ini. lebih besar dari biasanya sampai aku seolah bisa menyentuhnya. Tapi itu hanya ilusi, sama seperti Ali. –hanum 2017-

Aku dan Ali berboncengan menyusuri jalanan malam itu. dengan kecepatan sedang kami mengikuti cahaya lampu dari motor seseorang didepan kami. mas Tama, laki-laki yang kami temui dipantai tadi, sesekali menoleh kebelakang memastikan kami tidak tertinggal. Disepanjang jalan aku berusaha mencari informasi tentang mas Tama melalui Ali. Aku merasa aneh saja ketika seseorang mengenalku sedangkan aku tidak mengenalnya. Apa aku lupa?.

"masa sih kamu gak kenal mas Tama, Num?" kata Ali heran.

"aku justru heran kamu kenal. Emang dia terkenal?" aku berbalik tanya.

"dia tuh kakak tingkat yang menang lomba fotografi nasional kemarin, orang diumumin waktu upacara kok. Makanya jangan tidur" kata Ali. aku cemberut ketika Ali mengungkit kebiasaanku saat upacara dalam penjelasannya. Tidak salah memang, tapi tidak setiap upacara aku tidur.

"tapi kanapa mas Tama kenal aku?" akhirnya aku tanyakan hal yang paling mengganjal di pikiranku,

"itu juga aku heran, kok bisa ya? kamu kan gak terkenal" Ali menjawab singkat tapi kemudian mengaduh saat aku memukul helm-nya dari belakang. Setelah itu kami kembali terdiam, entah karena tak ada lagi topik untuk dibicarakan atau karena terlena menikmati angin laut yang sejuk menerpa wajah kami selama perjalanan.

Setelah 10 menit perjalanan, motor mas Tama akhirnya menepi didepan sebuah tempat yang tampak berbeda dari bayanganku ketika mas Tama menyebutnya "warung kopi". Yang kulihat didepanku kini sama sekali tidak tampak seperti warung kopi disamping rumahku yang kecil, kumuh dan remang-remang. Tempat itu tampak seperti sebuah kafe yang nyaman dengan dinding bambu yang sederhana namun terlihat berseni. Sedangkan beberapa lampu kuning berpendar tidak terlalu gelap ataupun terang dipasang dengan cantik dibeberapa tempat menambah kenyamanan tempat itu.

Beberapa sepeda motor terlihat terparkir rapi dihalaman depannya. Sepertinya itu adalah sepeda motor pengunjung malam itu. kami pun ikut memarkir sepeda motor kami mengikuti mas Tama.

"ini warung kopiku, gimana menurut kalian?" tanya mas Tama setelah melepas helm-nya. Aku dan Ali yang tidak bisa menyembunyikan kekaguman kami akhirnya menjawab dengan mata berbinar.

"waaahh, Mas Tama keren banget, sumpah" kata Ali penuh semangat.

"jauh banget dari bayanganku sebelumnya mas" kataku memuji. Mas Tama tampak menahan wajah tersipunya saat mendengar pujian kami.

"kalian ini bisa aja, ayo masuk.. ada kopi gratis buat kalian" kata mas Tama yang kemudian melangkah masuk. Aku dan Ali tidak bisa menahan untuk nyengir lebar. Kopi gratis? tentu saja kami mau. Kami pun dengan mantap mengikuti mas Tama masuk.

Saat didalam, kami dibuat lebih takjub. Didalam tempat itu kami disuguhi dengan banyak foto indah yang dipajang didinding warung, sedangkan suara lagu lembut samar samar terdengar. Aku revisi pemikiranku tentang menyebut tempat ini sebagai kafe, ternyata ini lebih mirip sebuah tempat pameran galeri. Aku melirik Ali, tampaknya ia sama takjubnya denganku. Mas Tama tampak bahagia melihat wajah takjub kami.

"ini semua foto karya mas Tama?" kataku pada mas Tama yang sibuk menyiapkan kopi.

"iya, masih belajar sih, makanya gak seberapa" katanya penuh kerendahan. Aku semakin terkesan dengan orang bernama mas Tama ini.

"eh num, aku keluar dulu ya.. aku lupa buat nelfon Juju. Tadi aku tinggal soalnya" kata Ali setengah berbisik padaku. Aku langsung teringat bahwa Ali sedang keluar dengan Juju sebelumnya.

Special?Where stories live. Discover now