SEPULUH - BERTEMU BIRU

Mulai dari awal
                                    

"Rencana nya mau nonton film apa nih?" Mahesa membuka suaranya, menghancurkan keheningan

"Aku sih bebas" kataku singkat

"Maybe Action?" lanjutku

"Good choice" gumam Mahesa

***

MALL ITU menjulang tinggi, beberapa lampu hias berkilat menyilaukan. Beberapa orang tampak berseliweran bergandengan tangan, mengukuhkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Sedangkan aku sedikit berjauhan dengan Mahesa. Bioskop berada di lantai paling atas, perlu menaiki kurang lebih 3 eskalator untuk menuju kesana, ketika aku dan Mahesa sudah berada di depan bioskop, aku meminta ijin untuk terlebih dahulu ke toilet sedangkan Mahesa mengantri untuk membeli tiket. Tidak kalah dari luar bioskop, toilet perempuan juga tampak ramai.

Dua orang remaja saling cekikikan membicarakan film yang baru saja mereka tonton, sedangkan seorang perempuan muda – kira-kira seumuran denganku sedang membersihkan kotoran coklat yang menempel pada wajah anak perempuannya. Si anak perempuan menatapku, dia tersenyum dan aku membalasnya, sang Ibu menatapku dia juga tersenyum kepadaku lalu tak lama keluar dari toilet dan si anak masih menatapku dalam gendongan sang Ibu.

Setelah membersihkan wajahku aku masuk ke dalam bioskop, semakin malam bioskop semakin ramai, wajar ini malam minggu. Malam dimana semua pasangan mengikrarkan diri didepan semua orang untuk sekedar menunjukkan bahwa mereka mempunyai pasangan, aku menghalau beberapa orang untuk menghampiri Mahesa yang sudah berdiri diujung pintu bioskop dengan pop corn ditangannya, dia melambaikan tangannya namun tiba-tiba seseorang menabrakku, tas ku terjatuh.

Si penabrak itu meminta maaf dan dia membantuku mengambil tas ku yang terjatuh tak jauh dari kakiku, aku bangkit untuk kembali menghampiri Mahesa. Namun entah kenapa tatapanku tertuju pada pintu keluar bioskop, aku melihat perempuan yang tadi menggendong anaknya didalam toilet, dia tampak kerepotan dengan si anak itu lalu tak lama seorang lelaki ber kemeja biru datang, aku memicingkan mataku, fokus terarah pada lelaki berkemeja biru itu. Dan hatiku nyaris terlempar ketika aku tahu bahwa dia adalah..

BIRU ?

Beberapa kali aku menyebut nama itu, jelas itu bukan orang lain, itu Biru.Aku setengah berlari menuju keberadaan Biru , aku perlu menghalau bahkan menabrakkan diri sendiri dengan pengunjung lain beberapa diantaranya memaki ku karena aku dengan sengaja menabrak kan diri.

Aku hanya tidak kehilangan jejak Biru dengan wanita itu. Mahesa memanggilku, dari pelan hingga teriak, aku tidak menghiraukannya. Aku masih bisa melihat Biru berjalan menuju pintu keluar bioskop, tangannya menggandeng perempuan itu. Ingin rasanya aku berteriak memanggil nama nya, namun nafasku mendadak sesak melihat pemandangan pahit itu.

Tanpa Biru jelaskan kini aku sudah tahu bahwa Biru sudah mempunyai perempuan lain – bahkan seorang anak. Ketika aku sampai di pintu keluar bioskop, aku tidak lagi menangkap keberadaan Biru. Biru dan perempuan itu hilang dengan cepat, tak kutemukan jejak bahkan aroma dari Biru. Kaki ku lemas, hatiku berdegup kencang. Mahesa dibelakangku tersengal- sengal mengejarku.

"Kamu kenapa Kanaya?" dari nada Mahesa jelas bahwa dia mengkhawatirkanku

"Mahesa, Aku ingin pulang" hanya itu yang mampu terucap, hanya itu yang mampu aku jawab selebihnya tangisku kembali pecah.

Dibalik kemudi mobilnya Mahesa sesekali menatapku, mengkhawatirkan apa yang terjadi. Mahesa memilih diam karena pertanyan apapun akan menerima jawaban yang sama dariku, yaitu terdiam. Aku sungguh-sungguh tidak percaya bahwa yang kulihat adalah Biru.Beberapa bulan, beberapa malam bahkan hari aku berusaha melupakan Biru.

Namun dia kembali dengan keadaan yang berbeda, perempuan itu sudah jelas istrinya. Jika saja aku tahu bahwa tadi aku berpapasan dengan istri dan anak Biru di dalam toilet, akan aku pastikan bahwa aku akan menanyakan hubungan mereka, kapan dan bagaimana mereka bertemu.

RUANG LUKA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang