1

11 3 0
                                        

Api membumbung tinggi, membakar apa yang dilewati, termasuk udara sekalipun. Malam itu, yang gelap menjadi terang dan yang terang menjadi gelap. Malam tak lagi gulita sebab api yang menerangi. Namun, asap hitam tebal yang mengelilingi membutakan mata setiap yang memandang.

Malam yang sunyi, kini penuh teriakan, jeritan, rintihan, makian. Derap kaki, desingan besi, gebrakan benda tumpul, menjadi satu. Tanah cokelat yang gersang karena kemarau, kini telah becek dan memerah. Rumah-rumah dan bangunan yang tadinya berjajar bak puzzle, kini tinggal puing-puing yang masih dilahap api hingga menjadi abu. Bau anyir dan daging bakar memenuhi indera penciuman. Hari itu, adalah hari pemusnahan. Hari itu, adalah hari pembantaian. Hari itu, adalah hari paling bersejarah bagi rakyat Bagiy.

Artsy tertegun sejenak. Ia meresapi setiap kata yang ia baca dari buku tebal usang di tangannya. Napasnya sedikit berat dan otaknya berpikir keras. Kalau mengingat keadaan kerajaannya kali ini, ia pasti tak akan percaya pada buku bersampul merah dengan judul "History of Bagiy" yang baru saja ia baca. Kerajaan yang ia tinggali saat ini adalah kerajaan yang terbesar dan termasyhur. Rakyatnya damai dan berkecukupan. Tanahnya subur dan hasil alamnya melimpah. Kerajaan-kerajaan lain pun tunduk dan patuh di bawah perintah rajanya. Siapa yang menyangka, bahwa dahulu kerajaan ini pernah mengalami pembantaian dan pemusnahan.

Suara ketukan pintu terdengar, diikuti seseorang yang berbicara.

"Pangeran, rapat kementerian akan diadakan beberapa saat lagi."

Arsty berdiri dari bantalan empuk yang tadinya ia duduki setelah meletakkan buku di nakas. Ia merapikan pakaiannya agar lebih rapi kemudian beranjak ke arah pintu. Saat ia membuka pintu, di hadapannya seorang Kasim dalam keadaan membungkuk sembilan puluh derajat. Memberikan penghormatan tinggi kepadanya.

"Baiklah, ayo pergi," titahnya tak terbantah. Siapa yang berani membantah kata dari sang pangeran bumi? Semua orang menyebutnya begitu. Itu karena ia begitu disegani. Bukan saja karena ia menjadi pangeran dari kerajaan terhebat di negaranya, tetapi memang karena kelebihan yang Tuhan ciptakan untuknya. Ia menjadi pemuda dua puluh dua tahun yang sempurna. Pikirannya cerdas dan tajam, tetapi setiap lantunan katanya selalu lembut dan bijaksana. Sikapnya penuh kasih, tenang, dan bukan pemilih, tetapi tegas dalam waktu bersamaan. Wajahnya pun tampan, bak dewa Yunani yang sering diagungkan. Gadis mana yang tak terpikat rupa eloknya?

"Pangeran telah datang!" teriak seorang Kasim di ruang pertemuan. Para menteri yang tadinya asyik berbicara dan bercanda, dalam sekejap mereka tenang. Posisi mereka sama, duduk dengan sedikit membungkukkan badan.

Artsy masuk ke dalam ruangan dengan tenang. Langkah kakinya halus, seperti angin di musim semi. Ia berjalan ke kursi paling ujung, dengan desain antik nan anggun. Dibuat oleh tangan khusus, menggunakan bahan terbaik kala itu. Kursinya paling besar, menunjukkan kedudukan, meski sebenarnya kursi itu bukan miliknya. Tentu saja itu milik raja. Sayangnya raja sedang terbaring sakit. Sebagai putra tertua ia telah diamanahi hal besar, karena tentu saja beban yang akan dipikulnya di masa depan akan lebih berat. Semua orang sudah tahu, bahkan tak perlu dibeberkan, pangeran Artsy adalah raja mereka di masa depan.

"Ehem, baiklah, rapat kita mulai," tutur Artsy, "silakan paparkan setiap perkembangan dan laporan dari masing-masing kementerian."

Menteri paling kanan menunduk sebentar, lalu membuka perkamen tebal yang digulung rapi.

"Yang mulia pangeran, hasil tani di daerah Lykas mengalami penurunan drastis karena serangan hama. Belum lagi, pasokan air yang terbatas menyebabkan tanaman menjadi kurang sehat dan mudah sakit. Di daerah Sika juga mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu besar. Masalahnya sama, hama tanaman. Untuk daerah lain, hasil panen masih sama dengan tahun sebelumnya. Kami sudah menyelediki hama yang menggangu tanaman di daerah Lykas dan Sika. Kami menemukan bahwa hama yang menyerang, bukan hama endemik. Dipastikan bahwa hama itu berasal dari luar daerah, karena itulah, belum ada pemangsa alami yang bisa mencegah membludaknya perkembangbiakan hama ini." Sang menteri menghentikan laporannya. Menunggu tanggapan pangeran.

"Bagaimana bisa hama itu masuk ke daerah kita?"

"Kami belum tahu yang mulia pangeran. Namun, dugaan kami, hewan tersebut bisa saja terbawa saat rombongan karavan dari daerah lain lewat dan berkunjung ke sini."

"Bagaimana dengan pasokan air yang terbatas? Bukankah daerah Lykas dan Sika justru dikelilingi sungai? Bahkan, Lykas dan Sika adalah penyumbang hasil tani terbesar sebelumnya."

"Yang mulia pangeran, mungkin karena kemarau kali ini, air di sungai Gaan menyusut dan mengering, sehingga mengurangi pasokan air."

Artsy mengerutkan dahinya, "Tidak mungkin. Sungai Gaan merupakan sungai utama kerajaan ini, yang airnya tidak berkurang hingga setengahnya, bahkan ketika kemarau panjang seperti empat tahun lalu. Pasti ada yang salah. Selidiki lebih dalam."

Sang menteri kembali menunduk setelah menerima titahnya, "Baik yang mulia. Kami akan menyelidikinya lebih lanjut."

Rapat berjalan cukup lama. Sekitar lima jam akhirnya rapat selesai. Artsy keluar dari ruang pertemuan dengan pikiran penuh. Akhir-akhir ini, laporan para menteri sangat tidak memuaskan. Banyak sekali masalah yang timbul dan terasa janggal.

"Pangeran, Anda tampak tak nyaman setelah rapat selesai," kata Penasehat Kal, Penasehat kepercayaan kerajaan yang sudah menemaninya sejak ia kecil. Penasehat Kal kini merangkap sebagai tangan kanannya.

"Paman, apa jadwalku setelah ini?" Artsy mengabaikan pertanyaan sang penasehat dan justru menanyakan hal lain.

"Raja Sang akan berkunjung bersama ratu dan putrinya sore nanti. Jadi, akan ada jadwal temu dengan mereka setelah ini. Selain itu tak ada apapun."

"Tak biasanya mereka berkunjung. Apa yang ingin mereka bicarakan?" gumam Artsy.

"Saya pun tak tahu pangeran. Tetapi, menurut analisis saya, itu pasti mengenai hal pribadi. Ia membawa putrinya serta."

"Maksudmu?"

"Pangeran tentu tahu maksud saya," jawab Penasehat Kal sambil tersenyum penuh arti.

Kemarau mengingatkan Arsty mengenai cerita kehancuran kerajaannya. Membuat ia sedikit gugup melihat tanah gersang yang ia injak saat ini. Angin yang bertiup membawa serta debu dan udara panas, membuat kulitnya yang sensitif terasa perih.

"Kakak!"

Seorang gadis dengan gaun merah mudanya yang mengembang, berlari santai ke arahnya. Rambut hitamnya yang panjang berkibar ke belakang. Senyumnya cerah, secerah mentari yang bersinar gagah pada siang ini.

"Serra, tak perlu berlari," peringatnya pada sang adik.

Gadis itu hanya terkekeh kecil. Ia berdiri di samping kakaknya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tidak ada, hanya berjalan-jalan."

"Kakak, apa kau lelah?"

Pertanyaan Serra mengundang senyumnya. Ia mengelus puncak kepala sang adik dengan lembut. "Siapa yang tak lelah ketika mengemban amanah rakyat?"

"Kau tidak bosan?"

"Tentu saja bosan."

"Mengapa tak berhenti saja?"

Artsy terkekeh. "Kau ini, mengapa berbicara begitu?"

"Kakak, apakah kakak pernah berpikir, bahwa hidup sebagai anggota kerajaan itu amat sangat tidak enak? Kerajaan memiliki banyak aturan dan hal-hal yang harus dipatuhi. Kerajaan bahkan membatasi pergaulan dan pergerakan kita. Rasanya seperti dipenjara, iya kan?"

"Pikiranmu, siapa yang mengajarimu berpikir seperti itu?"

"Tidak ada!" elak sang adik.

Artsy memicing curiga, tetapi sorot mata meyakinkan dapat ia lihat pada Serra. Membuatnya memutuskan bahwa itu memang buah pikiran adik kecilnya yang bengal itu.

"Itulah makna kehidupan Serra."

"Maksudnya?"

"Kau akan mengerti nanti. Sebaiknya kita masuk ke dalam. Udara kering ini bisa merusak kulit porselenmu itu."
Arsty menggiring Serra masuk ke dalam. Serra sedikit memberontak, ia tak ingin masuk sebelum mendapat jawaban puas. Namun, siapakah yang dapat membantah titahnya?

TBC
Hello, cerita ini akan bertema kerajaan. Semoga kalian suka...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 11, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Split PathWhere stories live. Discover now