Hai, Apa Kabar?

27 0 0
                                    

Rasa rindu itu memang menyakitkan, apalagi rindu pada seseorang yang tidak mungkin untuk bertemu, kecuali Tuhan yang mempertemukannya. 19 Tahun merindukan dan selalu membayangkan sosok seorang Ibu semakin terasa ketika mencoba hidup sendiri dinegara orang, benar-benar jauh dari keluarga. Foto Ibu dan Papa yang terpajang di ruang keluarga dan ruang tamu menjadi sebuah gambaran jelas bahwa Ibu berhasil membuat papa bahagia yang terekam jelas pada foto itu. Belum lagi ketika mendengar cerita eyang dan oma tentang dua sejoli yang sangat berarti bagi hidupku.

Papa memang lelaki dengan tingkat kepekaan super!

Menjelang liburan akhir tahun, Papa memberitahukan bahwa kami akan menghabiskan waktu liburan sambil menikmati momen pergantian tahun baru di rumah eyang, itu berarti aku pun bisa melepas rindu dengan mengunjungi 'rumah' ibu. Entah kenapa aku merasa selalu dekat dengannya jika datang berkunjung ke rumah eyang. Meskipun secara logika memang pasti aku merasakan hal itu, karena di rumah eyang lah Ibuku lahir dan tumbuh besar.

Papa sengaja pulang cepat di hari terakhir kerja di tahun 2016 ini, awalnya sempat ku protes kenapa kami gak pergi dan liburan lebih awal, ternyata alasannya biar bisa lebih lama menikmati awal tahun baru.

From : Papareira

Pastikan semua keperluanmu terbawa nak, periksa lagi dengan teliti. Papa tak ingin kau pusing karena ada yang tertinggal e. 2 jam lagi papa pulang, ku jemput kau di MAG. Tanpa telat.

Itu lah ciri khas papaku. Tegas dan perhatian. Banyak yang bilang kalau papaku galak tapi memang seperti itu orangnya. Darah orang timur yang berasal dari keluarga papa yang kini mengalir ditubuhku ditambah lagi didikan seorang papa Daniel menjadikanku perempuan yang kuat, ya meskipun gak bisa dipungkiri kalau masih ada sifat 'manja' didalam diriku.

Untuk memastikan apa yang ingin ku bawa tak tertinggal seperti sebelum-sebelumnya, maka ku buatlah sebuah daftar barang bawaan untuk berlibur kali ini. Saat ku cek dan masukan satu persatu barangnya, terlihat sebuah stiker hidung merah yang ku sisipkan pada tumpukan buku di meja belajar terjatuh tepat di samping tasku, seolah menyapa "Hai kamu, apa kabar?". Seketika terlintas di pikiranku tentang si pelukis yang heboh ku cari diawal ku melihat stiker itu.

"Macet lagi... macet lagi... gara-gara Kenary lewat..." Papa mulai bersenandung sambil mencoba mengusiliku.

"Kok gara-gara aku? Memangnya seluruh dunia tau kalau hari ini, jam ini, menit ini dan detik ini Ken akan lewat sini?" Protesku.

"Hahahahaha begitu saja kau sudah marah"

"Aku gak marah pa, hanya menanggapi ja. Memangnya siapa yang marah?"

"Ya... ya... tak marah tapi hanya protes ja"

"Ish... Oh ya, pa. Dulu saat dengan Ibu, kalau macet macam ini, Papa dan Ibu lakukan apa?"

"Ingin tau kah?"

"Iya lah.... Ceritakan!"

Aku paling suka ketika papa bercerita saat bersama ibu. Sudah bisa dipastikan kalau Papa menjadi lelaki yang sangat beruntung dan sampai saat ini Papa masih sangat menyayangi Ibu. Terbukti dengan jelas didepan mata kepalaku sendiri, ketika papa bercerita ketika sedang bersama Ibu, ada energi positif yang luar biasa terpancar dari caranya bicara dan ekspresinya yang sangat antusias. Bagaimana pun, sungguh aku sangat ingin merasakan apa yang dirasakan oleh Papa. Bertemu, berbicara, dan melakukan segala hal bersama orang yang mengantarkanku ke dunia ini.

Perjalanan jadi tak terasa jika dinikmati dengan canda dan tawa. Cerita papa berhasil membuatku rasa bosan dan kesalku karena macetnya perjalanan menuju kota kembang hilang begitu saja. Tepat jam makan malam kami tiba dirumah eyang yang punya wewangian khasnya. Dekapan hangatnya membuatku sangat bersyukur terlahir di keluarga ini. Tanpa menunggu lama, eyang langsung membawa aku dan papa menuju meja makan yang ternyata sudah disiapkan, terlihat dengan jelas beberapa makanan kesukaanku dan papa ada didepan mata!

"Eyang banyak kali ini masakan, eyang buat sorang kah?" Tanya papa terkejut melihat makanan yang disajikan diatas meja makan.

"Ini masakan spesial dan eyang masak sendiri untuk anak dan cucu eyang yang akan datang dan berlibur disini. Itu eyang buatkan sambal goreng ati ampela untukmu Daniel dan tumis soun tanpa kecap untuk Kenary", ucap eyang menanggapi pertanyaan papa.

"Terima kasih eyaaaaaang!!" Pelukan hangat mendarat pada wanita hebat yang melahirkan Ibu, kemudian Papa pun ikut menyambar pelukan kami yang kemudian membuat suasana lebih hangat dan takan mudah untuk dilupakan.

Cuaca dingin Bandung berhasil membangunkan tidurku lebih awal. Bermula saat ku ingin mengambil selimut yang ada di kakiku, kemudian ku melihat eyang sedang membaca Al-Qur'an dengan lembut dan merdunya. Alunan ayat suci yang di baca eyang membuat hatiku tenang dan damai, sampai ku tak sadar kalau eyang sudah selesai mengaji.

"Sudah bangun sayangku?"

"Sudah eyang, kenapa eyang tak bangunkanku untuk sholat malam?"

"Sholat malam ini, amat sangat lebih baik kalau kau bangun dan melakukannya berdasarkan niat, keinginan dan inisiatif dari diri sendiri. Kalau sudah berkeinginan dan niat, bukan eyang yang membangunkanmu tapi Allah. Sebentar lagi Subuh, Kenary ambil wudhu yuk, sholat berjamaah dengan eyang."

"Iya eyang, oke!" Jawabku semangat seraya melangkahkan kaki ini ke kamar mandi.

Hamparan perkebunan teh mulai terlihat saat sinar matahari menyerbak ke seluruh penjuru. Hawa dingin yang berpadu dengan hangatnya sinar matahari menjadi suasana pagi yang dirindukan dari rumah eyang. Ada keajaiban yang hanya terjadi dirumah eyang, yaitu pembuatan sarapan yang sangat cepat! Meskipun beberapa kali sudah ku lihat langsung bagaimana cara buatnya tapi untuk membuat menu nasi uduk lengkap dengan orek tempe, bihun goreng dan kerupuknya itu belum bisa ku terapkan hanya dalam satu jam saja. Tak lupa eyang selalu menyiapkan ekstra bawang goreng untukku sarapan. Karena gak bisa dipungkiri kalau bawang goreng buatan eyang terbaik segalaksi bima sakti ini hehehe.

Selesai sarapan, ku persiapkan diri untuk mengunjungi seseorang yang sangat ku rindukan. Tak jauh dari rumah eyang, terlihat dengan jelas sebuah tempat 'peristirahatan terakhir' keluarga yang dikelilingi pohon rindang, membuat suasana sangat sejuk.

"Assalamualaikum, Ibu... Kenary datang. Ibu, apa kabar? Kenary rindu..."

Lantunan doa ku panjatkan kepada Maha Pencipta sebagai curahan rinduku pada sosok Ibu. Wangi dan warna-warni bunga yang ku siapkan dan bawa kini terhampar di atas undakan tanah dan tak lupa sebatang bunga matahari yang menurut cerita Papa dan eyang adalah bunga kesukaan Ibu juga ku letakkan didepan sebuah nisan yang sudah ada sejak 18 tahun yang lalu. Tanpa sengaja kulihat sosok Papa yang selalu tegas meneteskan air mata, sebuah arti rindu seorang suami yang diekspresikan tanpa mengucapkannya.

Hello, You. - Session 2Where stories live. Discover now