Malaikat Untuk Lucifer

187 0 2
                                    

Huuuffffft....... aku menarik nafas panjang... menatap layar ponselku terdiam. Perang mulut yang terjadi antara aku dan bunda, akhirnya lagi lagi dimenangkan oleh bunda. Ketegasan suara bunda sudah tidak bisa terbantahkan dengan alasan apapun lagi.  Mau tidak mau aku harus pulang, pulang ke kota kecil yang sebenarnya selalu aku rindukan. Namun untuk tahun ini, untuk lebaran kali ini aku hindari... “Tuhan aku tidak ingin pulang, tidak sebelum dia sendiri yang menyampaikan itu padaku bukan orang lain” jeritku dalam hati. Bukan tentang luka, ini hanya sekedar harga diri dan gengsi... Aku sendiri tidak yakin apakah aku memang benar mencintai dia, atau hanya karena aku terpesona padanya.  Karena selama menjalin hubungan dengan dia, hati ini tidak ada debar debarnya. Detak jantungku berjalan normal, dan tidak pernah merasa panas dan dingin kalau berada di dekatnya. Bukankah harusnya seperti yang sering aku baca dinovel novel ataupun di komik romantis, hati akan berdebar debar saat kita jatuh cinta, detak jantung dan aliran darah berpacu lebih kencang. Sambil memeluk capi boneka kesayanganku, pikiran ku melayang ke masa empat tahun yang lalu.

“Bunda kenapa harus aku sih yang ngejagain orang tidak dikenal itu... emangnya dia siapa sih”protesku pada bunda saat di paksa ikut ke Rumah Sakit untuk menjenguk,  ralat menjaga si entah siapa. Bunda kemudian menghentikan langkahnya,”Ratna Dewi Mustika Muisman Areffa,  sudah bunda bilang bukan, dia itu tanggung jawab bapak sekarang” bunda menjawab dengan nada suara yang lebih terdengar seperti bisikkan namun ada penekanan yang jelas sudah tak bisa di tolerir dalam bentuk apapun. Yah saat bunda sudah menyebut namaku lengkap dengan margaku maka itu adalah tanda bahwa sudah saatnya aku diam, jika tidak ingin membuat suasana tambah panas. Bahkan dengan ngambek sampe guling guling pun gak akan bisa menggoyahkan keputusan sepihak dari bunda. Pelan pelan bunda membuka pintu kamar Anggrek No 212 itu, nomor yang bagus pikirku mirip dengan tatto nya wiro sableng. Saat masuk ke kamar tak ada seorangpun di kamar, hanya terdengar suara kran air yang menyala dari arah kamar mandi. Ah lagi mandi rupanya. Sekilas membaca name tag disisi tempat tidur “I Gusti Arya Yudistira Guntur Aji Nanda Pamungkas, 28 tahun” orang bali rupanya, dan namanya...  gilaa pikirku itu nama apa truk gandeng, panjang betul. Kasian banget ini orang kalau lagi UAN pikirku, orang sudah sampe ke soal nomor 10,  dia pasti masih sibuk melingkar lingkari namanya. Eeeh sebentar, pikirku panik 28 Tahun.. ini aku harus ngejagain om om kah... Reflek aku menoleh ke bunda, dan setengah histeris “wie kagak mau ngejagain om-om”  teriakku ke arah bunda.  Dan bertepatan dengan dibukanya pintu kamar mandi, diiringi dengan delikkan mata yg tak terbantahkan dari bunda ditambah sebuah cubitan, mampu membuatku menutup mulutku  diam. Dan menatap makhluk yg melintas dengan perlahan didepanku ini dengan infus ditangan kanannya, baju Rumah Sakit yang tidak dikancing dengan benar, rambut yang setengah basah, jauh dari tampang om om. Entah kenapa tiba tiba jadi kasian, dan kemudian secara tidak sadar tangan ku mengambil alih infus yang ada di tangannya, meletakkan pada gantungan infus dan mengawasinya duduk di tempat tidurnya.

“Nak nanda, ini dewi. Anak bunda yang kemarin bunda bilang. Untuk sementara sebelum mamanya nak nanda datang dia yang bertanggung jawab jagain nak nanda. Soalnya bunda akan keluar kota beberapa hari ini” sahut bunda tersenyum. Kemudian si makhluk yang mau tidak mau harus aku akui rupawan, tersenyum lemah dan menjawab “bunda tidak usah repot repot, kasian dewi harus ngerawat om om macam saya ini” sahutnya.  Hell ini makhluk dalam hati aku mengumpat, ngapain dia nyinggung nyinggung ini. Ngeliat ekspresi bunda di sisi lainnya akhirnya dengan nada suara kesal yang tak bisa di sembunyikan aku berucap “Sorry”.  Kurang lebih hampir 3 Hari aku jadi penjaga si cowok bali ini, tidak banyak kesulitan sebenarnya karena orangnya termasuk dalam kategori pasien anteng, tidak rewel sama sekali. Dibilang menjaga karena pada prinsipnya aku cuma sekedar nungguin saja, doing nothing hanya sekedar mengawasi. Yah kecuali hari pertama, karena kelalaianku infusnya jadi naik dan tangannya bengkak dan harus dipindah ke sebelahnya. Mau tidak mau akhirnya aku jadi pengganti tangannya. Melayani segala kebutuhannya kecuali mandi tentu saja. Hari ke Empat di RS akhirnya mamanya datang juga dan semua tugas diambil alih. Dua bulan kemudian, aku dan dia  sudah berstatus sebagai kekasih.  Meski tidak ada debar debar semacam di film film, pada dasarnya aku memang cewek yang setia. Di usia yang seharusnya masih labil, dengan pacar yang sering kali ketemu hanya sebulan sekali masa SMA aku lalui dengan mulus tanpa gangguan hati sama sekali. Setia dengannya yang terpaut usia nyaris dua kali lipat usia ku. Yah sampai akhirnya tiga tahun tanpa emosi dan pertengkaran, tahun ketiga sebelum aku memutuskan menuntut ilmu ke Jogja aku akhirnya melihat emosinya meledak. Dia tidak setuju aku kuliah di Jogja, dia inginnya kita segera menikah. Dan aku bisa kuliah dekat dekat saja, jangan terlalu jauh dari jangkauannya. Tapi jelas aku menolak mentah mentah, setelah rayuan pulau kelapa yang aku lakukan pada orang tua ku dan seribu janji bahwa anak tercintanya ini akan baik baik saja di kota yang teristimewa dan dengan berat hati akhirnya izin diturunkan, dengan PEDE nya dia melarangku ke Jogja.. Hell No bathin ku. Dan dengan kemarahannya terbang sudah aku ke Jogja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 04, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Malaikat Untuk LuciferWhere stories live. Discover now