Chanyeol tersenyum lebar menampakkan deretan gigi rapinya dan lesung pipit mencekung di pipinya. Yifan tanpa sadar ikut menarik kedua sudut bibirnya melihat pemandangan itu. Ia sudah akan bangkit ketika tangan Chanyeol menahan dadanya agar tidak bergerak.

Chanyeol merubah posisinya hingga ia berada di atas tubuh Yifan. Kedua tangannya ia jadikan penyangga agar tubuhnya tidak menghimpit tubuh Yifan. Sinar matahari lagi-lagi membuat kedua mata Yifan menyipit. Chanyeol tersenyum melihatnya dan membuat wajahnya sejajar dengan wajah Yifan sekaligus melindungi wajah itu dari terpaan sinar matahari.

"Ini mimpi, kan?" Kata Yifan yang akhirnya menemukan kembali suaranya.

Chanyeol tidak menjawab dan justru semakin melebarkan senyumannya. Yifan berusaha mencari jawaban pada kedua mata cemerlang di atasnya.

"Apa kau sudah mati dan sekarang sedang menghantui aku?" Ucap Yifan lagi. Ia begitu putus asa untuk mendengar jawaban Chanyeol.

Tawa renyah Chanyeol dari suaranya yang dalam menggema di telinga Yifan. Pemuda itu kemudian menundukkan kepalanya sedikit dan mengecup ujung hidung Yifan.

Kali ini Yifan memejamkan matanya ketika Chanyeol menundukkan kepalanya lagi dan mengecup bibirnya. Namun ketika Yifan membuka matanya, mata Chanyeol sudah basah dan memerah ketika cairan asin itu berjatuhan pada pipi Yifan di bawahnya.

Tubuh Yifan terguncang ketika pemuda itu membuka matanya dan wajahnya sudah basah oleh air matanya sendiri. Nafas pemuda itu memburu ketika ia melihat ke sekeliling kamarnya sendiri. Yifan jatuh tertidur di samping komputernya dan untuk ke sekian kali memimpikan Chanyeol.

Pemuda yang kini berusia 21 tahun itu mengepalkan kedua tangannya sebelum menyeka wajahnya menggunakan lengan kaosnya. Yifan meraih kotak rokok di sampingnya dan menyalakan sebatang. Keadaan kamar sempitnya itu gelap dan hanya cahaya dari layar komputernya yang menjadi satu-satunya penerangan. Entah sudah berapa jam Yifan tertidur dalam posisi itu namun bahunya yang kaku menjadi pertanda bahwa hal itu tidak sebentar.

Yifan menghisap ujung rokok yang terselip di antara jemarinya sebelum menghembuskan asapnya ke udara. Asap berwarna putih itu mengepul sebelum berpendar dan menghilang.

Saat ini tidur sudah bukan lagi kebutuhan utama bagi Yifan. Pemuda itu hanya akan menghabiskan waktu selama dua atau tiga jam setiap malamnya untuk memejamkan mata. Selebihnya ia habiskan untuk bekerja, membaca buku atau hanya sekadar memandangi dinding kamarnya sambil menikmati beberapa batang rokok. Yifan tidak butuh tidur –menghindarinya lebih tepatnya. Karena pada saat pemuda itu memejamkan matanya, Yifan akan jatuh pada mimpi, sebuah keadaan yang tidak bisa ia kendalikan. Tidak seperti ketika ia terjaga dan pemuda itu bisa melakukan banyak hal untuk mengalihkan pikirannya dari perasaan menyakitkan itu. Perasaan yang muncul setiap kali bayangan tentang Chanyeol mengisi pikirannya.

Yifan kadang merasa bahwa sebenarnya ia hanya memanfaatkan Chanyeol. Iya, memanfaatkan kesedihannya atas kehilangan pemuda itu untuk mengelak dari realita yang kini dihadapinya. Yifan keluar dari rumah, meninggalkan Ibunya, tidak melanjutkan pendidikannya, dan hidup tanpa tujuan di sebuah kamar sempit ini. Yifan merasa bahwa ia tidak berguna –bahkan pada dirinya sendiri. Mungkin Yifan bersedih karena menyesali hidupnya yang menyedihkan, tetapi ia menggunakan Chanyeol sebagai alasan setiap kali tenggorokannya tercekat atau dadanya yang sesak karena perasaan nyeri itu.

Maka Yifan mematikan nyala rokok yang sudah tinggal puntungnya itu di atas asbak sebelum menempatkan diri di hadapan komputer. Ia membuka sebuah folder yang ia simpan rapi di dalam kumpulan folder lainnya. Barisan file yang berisi hasil ketikannya itu berderet rapi dengan judul yang berurutan.

Pada bagian terakhir ini, Yifan ingin melakukannya untuk dirinya sendiri. Ia mengetikkan tentang bagaimana perjuangan si heroine menata kehidupannya kembali satu per satu dimulai dari hal yang paling kecil dan yang paling dalam –perasaannya. Karakter yang Yifan tuliskan di bagian terakhir novelnya itu memutuskan untuk memulai segalanya dari hal itu. Meskipun pilihan yang tersedia adalah bagaimana ia akan menggunakan perasaannya atau justru membuangnya jauh-jauh hingga kemudian tidak merasakan sama sekali. Yifan dan karakter di dalam novelnya tidak bisa memilih di antara kedua pilihan itu.

PARADISEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora