Part 1 : Her Secret

510 58 39
                                    

Kita dibenci oleh kehidupan. Kita yang dengan mudahnya mengucap selamat tinggal tanpa tahu arti sesungguhnya dari perpisahan.

Terik matahari menerangi seluruh sudut ruang kelas, cahayanya yang kekuningan terpantul secara acak diatas meja-meja menyilaukan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terik matahari menerangi seluruh sudut ruang kelas, cahayanya yang kekuningan terpantul secara acak diatas meja-meja menyilaukan mata. Semilir angin hangat menelusup masuk kala jendela terbuka, membuat gorden putih disampingku bergerak naik turun tak beraturan. Mencari ketenangan, aku berdiri diam menatap luasnya langit biru tanpa awan, sembari mendengar suara khas serangga yang hanya ada di musim panas.

Bagiku, tidaklah sulit untuk bahagia. Hal-hal kecil yang biasa dilakukan, seperti bernapas dengan bebas, atau melihat dunia yang dipenuhi warna, itu sudah cukup untuk membuatku tersenyum. Mungkin sederhana, atau malah terdengar konyol bila bisa bahagia hanya karena hal itu. Memang, sebenarnya bukan udara segar, bukan pula pemandangan indah yang membuatku senang, tapi karena aku ingat bahwa segala anugrah yang telah Tuhan berikan bisa diambil kapan saja tanpa peringatan. Jadi selagi bisa, aku ingin bersyukur. Tidak semua orang bisa bernapas lega setiap saat, tidak semua mahluk dikaruniai mata yang bisa melihat ribuan warna, saat menyadari hal itulah aku merasa bahagia telah terlahir seperti sekarang.

"Aki, sedang apa kau? Berhenti tersenyum aneh didepan jendela, kau membuatku jijik."

Aku mendecih sambil menatap sinis pada pemuda yang baru menegurku. Ogawa Yukio namanya, temanku sejak masih duduk di bangku SMP. Mengganggu ketenanganku adalah keahliannya yang menjengkelkan. Entah nasib buruk apa yang kudapat, hingga SMA pun kami tetap satu kelas.

"Hei Aki, ini buku catatanmu ku kembalikan." Sedikit terkejut aku menangkap buku tulis yang dilemparkan Yukio tanpa aba-aba. Tertulis 'Mori Akihiko' di sampulnya, ini benar-benar buku milikku rupanya.

"Eh.. Woi! Kapan aku meminjamkannya padamu?" Aku merasa tidak pernah meminjamkannya, bahkan aku tidak sadar kalau catatanku berkurang satu.

"Kemarin aku ambil di tasmu."

"Sialan. Kenapa tidak bilang?"

Aku hampir saja meledak saat Yukio menjawab pertanyaanku dengan wajah santai seolah tak berdosa. Baru saja aku berjalan mendekati Yukio hendak memukul kepalanya, namun langkahku langsung terhenti ketika pandangan ini justru tertarik pada hal lain.

Seorang gadis baru saja melintas di depan pintu kelasku. Sudah lama aku memperhatikan gadis berkulit pucat itu diam-diam. Bukan karena dia terlihat istimewa, aku hanya tak sengaja melihatnya lewat setiap hari hingga menjadi kebiasaan. Tiap jam istirahat dia selalu berjalan sendirian dengan kepala tertunduk, membuatku penasaran.

"Apa yang kau lihat?"

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku yang sempat terkunci. "Ah bukan apa-apa."

Hate : A Secret [1] / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang