BAB 17 - Jaga Jarak Aman

Start from the beginning
                                    

Nggak, kamu nggak baik-baik aja. Aku tahu kamu masih marah sama aku. Wajah kamu nggak bisa bohong.

"Maafin aku..." Lirih Sofie semakin mengeratkan tangannya pada tangan Alvaro.

Namun reaksi Alvaro membuat Sofie kaget. Lelaki itu tertawa.

"Apa yang harus di maafin? Nggak ada yang salah disini."

Sofie makin kalut. Untuk pertama kalinya ia benar-benar bingung bagaimana menghadapi Alvaro. Ketika sofie hendak bicara lagi, Alvaro malah melepaskan genggaman tangan Sofie untuk melihat jam tangannya.

"Aku harus mandi. Ada manggung di Outbox pagi ini. Kalau ngobrol terus sama kamu bisa-bisa aku telat."

Dan Alvaro meninggalkan Sofie sendirian dengan perasaan berkecamuk.

***

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Sofie tak mengikuti langkah Alvaro menuju kamar lelaki itu melainkan kamarnya sendiri. Sofie merasa itu keputusan terbaik karena sikap Alvaro masih belum stabil. Sofie memilih menyibukan diri dengan mandi dan bersiap karena ia pun ada kegiatan pagi ini.

Setelah selesai mandi, Sofie membuka lemari pakaian hanya untuk mendapati dirinya tersadar bahwa semua bajunya ada di lemari Alvaro. Bahkan alat make up. Sofie lupa kalau ia sudah memindahkan seluruh barangnya ke kamar lelaki itu. Sofie bahkan tak pernah lagi tidur di kamar ini setelah kepulangan Alvaro dari Kuala Lumpur. Sekarang, Sofie hanya bisa mendesah pasrah sambil berjalan keluar menuju kamar Alvaro.

"Varo, aku mau ambil baju." Ucap Sofie sambil mengetuk pintu. Suatu hal yang tak pernah Sofie lakukan sebelumnya.

Tak ada jawaban. Sofie kembali mengetuk pintu sampai tiga kali tapi tetap tak ada jawaban. Akhirnya Sofie memutuskan untuk masuk ke dalam.

"Varo?" Sofie mengidarkan matanya mencari Alvaro ke sekeliling kamar bahkan sampai ke kamar mandi. Tapi tak ada siapa-siapa di sini.

Sofie langsung keluar kamar, berjalan cepat menuju dapur, ruang tamu, halaman belakang sampai kolam renang untuk mengecek keberadaan lelaki itu. Tetapi tidak ada Alvaro dimana-mana sampai ketika langkah Sofie terhenti di garasi karena hal yang ingin ia buang jauh-jauh malah menjadi kenyataan.

Mobil Alvaro sudah kembali menghilang. Seketika rasa sedih berubah menjadi amarah. Sofie tahu dirinya salah. Tapi Alvaro juga tidak bisa memperlakukannya seperti ini. Pergi tanpa pamit seakan ia tak ada di rumah ini.

"Kalau kamu bisa memperlakukan aku kayak gini, jangan kira aku nggak bisa, Alvaro!"

***

Jadwal Sofie yang padat seharian ternyata tak cukup ampuh untuk membuat dirinya lupa akan permasalahannya dengan Alvaro. Dan sekarang, ketika sudah waktunya Sofie pulang ke rumah karena semua kegiatannya telah selesai, perasaan tak menentu yang membuatnya sering melamun, hilang konsentrasi dan moody seharian ini semakin menjadi-jadi tanpa bisa ia kontrol. Sofie rasanya ingin meledakan diri.

Perasaan seperti ingin melahap granat kini datang tanpa bisa Sofie cegah ketika mobilnya memasuki pelataran rumah dan melihat mobil Alvaro sudah bertengger manis di sana.

"Ngapain sih udah di rumah?! Nggak tahu ya kalau aku lagi males banget ngeliat mukanya?!"

Sofie turun dari mobil, merapihkan pakaiannya, sedikit menata rambutnya, membusungkan dada kemudian mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Berjalan penuh percaya diri.

Alvaro yang sampai di rumah sekitar pukul setengah sepuluh malam mendapati dirinya terkejut karena Sofie masih belum pulang. Sekarang, waktu sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam dimana baru terdengar deru mobil Sofie memasuki garasi.

Marriage In WarWhere stories live. Discover now