Detlen

19 4 3
                                    

Kebenaran memang perlu dijunjung tinggi dalam setiap kehidupan. Tapi apa kau tahu, terlalu fanatik pada kebenaran sampai melupakan sekitarmu bisa membunuhmu...

*******
"Sudah kubilang berapa kali. Ini harus revisi. Disini banyak salahnya dan kau masih saja melakukan hal yang sama!"

Sebuah bentakan terdengar di salah satu meja ruangan itu. Ruang pertemuan antara penulis dan editornya. Suara bentakannya terdengar sampai ujung pintu ruangan. Cukup mengagetkan editor dan penulis lainnya. Sementara itu, yang dibentak hanya bisa menunduk.

"Maafkan aku. Akan segera kuperbaiki" kata sang penulis menerima naskahnya dengan tertekan. Dia masih sangat muda. Sekitaran tujuh belas tahun.

"Huh. Baiklah, ku cukup sabar menghadapimu. Nanti malam kau harus segera kirim revisinya. Pokoknya sebelum jam sepuluh" kata Sang Editor sembari menyeruput coklatnya dingin. Begitu kontras dengan coklat yang diminumnya yang begitu hangat.

"Tapi ku masih sekolah. Hari ini pun juga ada tugas. Bagaimana..."

"Shuuh... Tidak ada tetapian. Pokoknya sebelum jam sepuluh. Karena ku tak ingin begadang" katanya tak peduli.

Si penulis hanya bisa menunduk. Mengangguk pergi meratapi nasibnya mendapatkan editor yang setahunya paling killer seredaksi. Ditambah dengan seubek tugasnya yang sekarang bertumpuk karena statusnya memasuki kelas tiga. Kelas akhir dengan tekanan tertinggi.

Namun walau begitu, ini bukanlah kisah sang penulis. Melainkan kisah sang editor yang sekarang tengah menghabiskan coklat panasnya tak peduli dengan bisikan-bisikan yang mulai memenuhi isi ruangan. Mempergunjingkan dirinya.

"Dieru selalu seenaknya memperlakukan penulis bimbingannya. Sudah berapa banyak penulis yang mundur"

"Dia terlalu keras. Lihat, yang tadi saja masih pakai seragam sekolah. Kayak mau nangis tadi. Mereka kan bukan mahasiswa skripsi"

Sang Editor, Chariot Dieru hanya menghela nafas panjang. Keluar dari ruangan itu mengabaikan semuanya. Baginya tak penting bagaimana perasaan orang lain, yang terpenting semuanya selesai dengan benar dan tepat waktu.

Dia telah dididik seperti itu dari dulu. Membuatnya menjadi seseorang yang super kaku dan sangat membosankan.
Dan dia sangat sadar dengan itu. Tapi mau bagaimana lagi. Sudah terlalu lama dia seperti ini membuatnya sudah kehilangan keinginan untuk keluar dari zona nyamannya.

Yang membuatnya sukses dibenci oleh sebagian rekan ataupun kliennya.

Tapi dia sama sekali tak menyesal akan itu. Menurutnya apa yang dia lakukan sudah benar. Disiplin dan konsisten itu harga mati.

Baginya pekerjaan selesai adalah segalanya.

Hingga hari itu apa yang ia pegang teguh selama ini mulai digoyahkan.

"Kenapa bisa begini kinerjamu. Banyak surat aduan dari para penulis kalau kau terlalu keras pada mereka. Begitu pula dari rekanmu sendiri" tegur kepala editor di ruang kerjanya.

"Tapi Pak, saya hanya menjalankan tugas saya dan memaksimalkan kerja mereka. Bukannya selama ini penulis yang kubantu semuanya berhasil"

"Tapi kenyataannya apa yang kau lakukan menurunkan citra perusahaan kita dimata penulis. Sebagai editor kau harus fleksibel"

"Tapi..." Ia masih ingin membantah, namun kembali dipotong Sang Kepala Editor.

"Tak ada tetapi. Kau boleh kembali sekarang"

Namun walau tergoyahkan sedikit karena hal itu, dia masih tetap pada prinsipnya. Efek doktrin dari kecil membuatnya kepala batu. Dan malah berpikir mereka yang salah. Ia pun berkeinginan untuk naik.

Berada diposisi tertinggi. Menciptakan sistem yang ia mau untuk membuktikan kalau apa yang menjadi prinsipnya adalah benar. Tanpa menyadari dia mulai melangkah di jalan yang salah.

Prinsipnya benar. Eksekusinya yang salah. Dia berhasil jadi kepala editor beberapa tahun kemudian. Memimpin semuanya dengan cara tegas. Namun semua orang tak menyukainya karena dinilai terlalu keras.

Namun dia tetap batu dengan pemikirannya. Tak memikirkan apa yang tengah ia pegang.

Hingga dia sama sekali tak pernah menyangka akan apa yang terjadi pada dirinya saat sebuah pisau menikam dirinya dari belakang. Sebuah hadiah kecil dari apa yang ia tuai dari seorang penulis lugu yang awalnya hanya ingin berkarya. Namun tertikam oleh prinsipnya yang tak bisa diajak bekerja sama.

Saat Sang Editor itu menyadari kesalahannya, semuanya sudah terlambat.

*******

"Apa hubungannya denganku?" begitu tanyamu.

Kau tahu, terlalu kaku tak baik untuk hidupmu. Dia akan membunuhmu kalau kau tetap begitu. Bagai batu yang pecah karena terus ditetesi air. Kebenaran selalu benar, Dosa selalu salah? Semuanya omong kosong.

Selalu ada zona kelabu dari dua hal itu. Seperti warna kesukaanmu.

Ngomong-ngomong kenapa ku menceritakan ini? Karena kita akan membahas satu dosamu setelah ini.

Kubuka pintu kelabu di depan ku. Tak ada siapa-siapa. Ah tidak, ada satu orang.

Orang?

Sebenarnya tidak juga sih.

"Apa dia mainan kita untuk hari ini? Kau mau dia kuperlakukan seperti apa, huh?" sosok seperti pria dengan balutan serba hitam dan merah mendekati kami.

Tanpa kuperkenalkan, kurasa kau bisa menebak dia siapa dari kertas-kertas yang mulai berterbangan disekitar kami dan sebuah sabit yang mulai ia acungkan kepadamu.

"Seperti biasa..." seringaiku.

"Karena Si Malas perlu ditata ulang kan?"

"Ah baiklah" kata pria itu dingin.

"Kutinggal ya?" kataku mulai meninggalkanmu yang sekarang mulai bertimbun tugas sebagai permainannya oleh orang itu untukmu.

Ah iya. Ini baru permulaan. Masih ada beberapa lagi yang harus kupertemukan denganmu agar kamu kembali ke realita.

Jangan kalah ya.

*******

Deadline

Ketika tugas bertumpuk, namun kau terlalu malas melakukannya. Dan berakhir dengan mengerjakan semuanya dengan skill the power of kepepet dengan asal-asalan.
Namun bisakah terus-terusan bekerja asal-asalan saat umurmu makin dewasa? Saat tanggung jawabmu semakin besar?

Saat semua itu tak bisa kamu bendung lagi, saat itulah deadline bisa membunuhmu.

*****
Sabodo ceritanya ga jelas. ku bikin project ini emang asal-asalan kok/ditabok detlen.

Btw, Dieru itu singkatan dari Detlen (Dieru= Di-Eru=DL). Sekian

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gray Chamber : The Heart HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang