"Dari mana kau mendengarnya?"

Chanyeol baru menyadari kekeliruannya kala itu. Samar-samar ia mendengar Bibi Vic yang sedang bersenandung di dapur.

"Park Chanyeol, jawab aku."

Chanyeol hanya menutup mulutnya rapat-rapat dan menggeleng.

Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi bertemu dengan Bibi Vic yang ia duga dipecat oleh Ayahnya. Bibi Vic digantikan oleh Bibi Kim yang terlihat selalu menghindarinya.

-

-

-

"Kau tidak sedang menungguku 'kan?"

Chanyeol menarik sudut bibirnya ketika pagi itu melihat Yifan duduk di kursi taman kota dengan sebuah buku di tangan kanannya. Yifan meliriknya dengan sinis. Chanyeol mengangkat bahunya sebelum melangkahkan kembali kakinya untuk berangkat ke sekolah. Tapi kemudian pemuda itu berhenti setelah beberapa langkah ketika ia tidak mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Yifan masih berada di kursi itu.

"Kau tidak berangkat?" Tanya Chanyeol lagi.

Yifan tidak menanggapinya dan masih sibuk dengan novelnya. Chanyeol menggembungkan pipinya.

"Yah!" Bentak Chanyeol sebelum menarik novel dari tangan Yifan. "Kau ini keterlaluan sekali. Aku tahu kau tidak mau berteman dengan siapapun tapi mengacuhkan orang lain seperti itu sungguh menyebalkan."

"Kembalikan, Chanyeol." Yifan menggertakkan giginya membuat rahangnya terlihat lebih tajam dari sebelumnya.

"Hmph!" Chanyeol menyeringai. Ia melempar-lemparkan novel itu ke udara. Tiba-tiba sebuah benda terjatuh dari lipatan novel itu.

"Ooops!" Chanyeol memungut benda itu dari rerumputan dan merasakan cengkeraman tangan di lengannya.

"Kem-ba-likan!" Yifan menekan lengan Chanyeol dengan cukup keras. Dengan tinggi keduanya yang cukup sama, ditambah kini mereka berdiri dengan jarak yang sangat dekat, Chanyeol bisa merasakan hembusan nafas Yifan menerpa kulit pipinya.

"Hanya jika kau membagi ini." Chanyeol mengacungkan benda yang dipungutnya tadi sebelum mendorong tubuh Yifan agar melepaskan cengkraman tangannya.

Yifan hanya mengumpat sebelum merebut kembali novelnya. Firasatnya benar bahwa Chanyeol adalah sebuah masalah.

"Kau membawanya dari Kanada?" Chanyeol terus menghirup lintingan kertas itu ke hidungnya, seolah tidak sabar untuk segera menyalakannya dan menghirup asapnya. Tapi merokok mariyuana bukanlah ide yang bagus kalau kau harus masuk sekolah setelahnya.

Yifan hanya diam. Langkah-langkah besarnya diimbangi dengan mudah oleh Chanyeol ketika hari ini –dengan tidak sengaja, mereka berangkat bersama lagi.

-

-

-

Lintingan mariyuana itu hanya Yifan gunakan ketika ia benar­-benar terdesak. Tapi setelah pagi tadi Chanyeol berhasil menemukannya, mau tidak mau Yifan harus menyerah. Lagipula, itu adalah lintingan terakhirnya yang ia bawa –hadiah perpisahan dari teman-temannya di Kanada sebelum ia pindah ke Korea, dan Yifan memang berniat menggunakannya hari itu. Tidak pada jam sekolah tentu saja.

Chanyeol menghisap lintingan itu kuat-kuat sebelum menyodorkannya pada Yifan.

"Ayolah. Kau tidak akan mati hanya karena menyentuh bekas bibirku." Yifan sebelumnya enggan berbagi lintingan itu dengan Chanyeol. Tapi tidak ada cara yang lebih bagus untuk berbagi lintingan itu selain menghisapnya secara bergantian. Yifan sering melakukannya dengan teman-temannya dulu di Kanada, tapi itu juga karena memang mereka cukup dekat, tapi dengan Chanyeol, Yifan baru mengenalnya beberapa hari.

PARADISEحيث تعيش القصص. اكتشف الآن