Koridor Baper

24.8K 4.6K 160
                                    

Senja Palupi.

Sama seperti You-know-who, namanya nyaris dikenal oleh seluruh mahasiswa baru yang sedang ospek saat itu. Bukan cuma karena penampilannya yang anggun bagai dewi, tapi juga perannya sebagai kakak baik selama ospek. Wajah ayu-nya yang selalu menyunggingkan senyum, membikin maba-maba cowok sering berharap sakit supaya bisa dibawa ke pos kesehatan dan dirawat olehnya.

Semua orang juga tahu bahwa You-khow-who dan Senja bersahabat baik. Di meja oranye, aku selalu melihat mereka bersama-sama. Langit adalah tipe orang yang bisa akrab dengan semua orang. Tapi ada beberapa orang yang lebih sering bersamanya. Senja, Ayu, Fajar, Aloy, dan Geddy. Mereka semua dari Sastra Inggris tingkat 4, angkatan 2013.

Aku tak pernah tahu ada hubungan apa antara You-know-who dan Senja. Tapi saat You-know-who terlalu terang-terangan pedekate padaku, Senja akan ikut menyoraki bersama teman-temannya. Sering juga kudengar Senja mengompori dengan berteriak.

"Pepeeett teroooss! Jangan kasih kendor! Kayak sales panci aja lo, bro!"

Rasanya aku tak melihat ada sesuatu di antara mereka. Maksudku, aku tidak melihat You-know-who memperlakukan Senja dengan spesial seperti padaku. Itu juga kalau bukan ternyata You-know-who memperlakukan semua cewek di kampus seperti itu. Entahlah. Toh, ternyata aku tidak tahu apa-apa soal You-know-who. Kedekatan kami selama 6 bulan terakhir itu useless. Ya, aku sedang tidak bisa sarkas, dan tidak kepengin juga.

Sejak semester baru bergulir 3 minggu yang lalu, Senja tidak pernah terlihat. Yah, aku paham. Dengan segala gosip yang menimpanya, pasti dia enggan ke kampus lagi. Tapi hari ini aku melihatnya di Kansas. Wajahnya yang biasa cerah dan selalu hangat, kini pucat dan ringkih. Dia bahkan menggenakan hoodie hitam. Ada Ayu dan Geddy bersamanya, namun Senja terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Lalu saat aku lewat tak jauh dari sana, Senja membuang muka. Hatiku terasa ditusuk. Ini terasa seperti pacarku ditikung sahabat baikku sendiri. Berlebihan tentu. You-know-who bukan pacarku, dan Senja bahkan bukan temanku. Tapi rasanya sama: sakit.

Aku juga tak melihat You-know-who di mana-mana sejak dia datang ke kosan di bawah hujan waktu itu. Dia seperti menghilang dari peredaran bumi. Ah, oke, ini juga lebay. Sebenarnya, aku masih melihatnya sekilas-sekilas dari kejauhan. Bahkan kami satu kelas di mata kuliah Bahasa Indonesia Akademik. Tapi dibandingkan dengan porsi kehadirannya yang begitu besar semester lalu, semester ini eksistensinya nyaris nihil. Ditambah fakta bahwa aku lebih sering sembunyi, menghindari tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh You-know-who, dan berjalan cepat-cepat di kampus supaya tak punya waktu untuk memperhatikan sekitar.

Karena Maya tidak ada kuliah hari ini dan Donna sedang mengambil mata kuliah lintas fakultas di Fisip, aku bergabung dengan meja teman-teman seangkatanku di tengah-tengah kantin. Memang cowok-cowok itu suka berisik dan asap rokoknya merusak paru-paruku. Tapi daripada aku duduk di kantin sendirian dan dipandang dengan kasihan oleh orang-orang, lebih baik aku bersama mereka meski harus sering-sering tahan napas.

"Mau ikutan main uno nggak, Ra? Kurang orang nih!" Ajak Heru begitu aku mendekat.

Aku mengangguk. "Atur aja. Kalau gue yang menang lo pada jajanin gue es krim yes."

"Yaelah Ra, kalau mau es krim doang mah nggak perlu menang. Nanti abang jajanin." Jawab Ringgo, sambil mengepulkan asap rokok. "Sorry sorry..." Katanya buru-buru, waktu aku menutup hidung sambil mengibas-ngibaskan tangan menghalau asapnya yang menyebar ke mana-mana.

"Nanti sore lo datang mentoring maba?" Tanya Revel, ketua angkatanku.

"Bisa-bisaa."

Kala Langit Abu-Abu (TERBIT)Where stories live. Discover now