Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Lynzi masih duduk di bangku kelasnya. Elsa sudah pulang duluan. Jangan salah, gadis itu memiliki orang tua yang sangat protective. Sepuluh menit sebelum bel pulang saja ayahnya sudah nangkring depan gerbang di mobil pajeronya.
Gadis itu berpikir, kira-kira kapan terakhir orang tuanya menyambut ia pulang sekolah? Mengingat itu lagi, mendadak hati Lynzi kembali seperti diremas. Sakit.
Dengan malas, gadis itu bangkit menyeret kakinya untuk keluar kelas, pulang. Meskipun tidak ada sambutan orang tua ketika pulang sekolah seperti anak-anak lain di usianya, ia tetap harus pulang. Memangnya mau ke mana lagi? Toko buku? Sudah bosan. Novel-novelnya sudah menggunung di lemari kamarnya. Dan lagi masih banyak juga yang belum ia baca. Mungkin sepulang nanti waktu yang tepat untuk menghabiskan dua novel sampai ia mengantuk. Selalu seperti itu. Lynzi merasa... bosan.
Kalau dulu, ketika ia merasa bosan seperti ini, ia bisa ikut pulang bersama Adit. Di sana, ia bisa menghabiskan sampe sore bersama kedua adik Adit yang manis dan menggemaskan, juga tante Rani, bunda Adit yang selalu menjadikannya orang pertama yang mencicipi kue yang beliau buat. Ah, Adit. Ingatkan Lynzi. Dia sudah menjadi mantannya. Lagi-lagi hati Lynzi kembali mendung.
***
Pria berambut pirang itu masih berkutat dengan laptop di hadapannya. Besok sudah mulai mengajar masuk kelas, kalau pulang ke rumah, pasti malas untuk mengerjakan segala sesuatu untuk mempersiapkan keperluan besok.
"Jay, lo masih lama?" Tanya seorang wanita yang duduk di kursi sampingnya berjarak sekitar 30 senti menter.
"Iya nih. Nunggu ini kelar dulu. Kalo dibawa ke rumah bawaannya males." Jawabnya masih fokus dengan layar persegi panjang 14 inchi itu.
"Yaudah, gue duluan deh. Kayanya guru-guru juga udah sepi di kantor."
Jaya hanya bergumam sebagai jawabannya. Ia masih fokus mengerjakan persiapan untuk besok. Ia ingin segera menyelesaikannya, dan pulang lalu menikmati pulau kasur yang empuk miliknya. Ah badannya terasa sangat pegal-pegal, padah kerjaannya cuma duduk-duduk saja di basecamp nya.
Setelah berkutat lama denga laptopnya, Jaya selesai juga berkutat dengan laptopnya. Ah, suasana sekolah sudah mulai sepi. Ketiga temannya sudah pulang duluan. Langit juga sudah hampir gelap. Untung tadi di tengah mengerjakan tugasnya ia berhenti terlebih dahulu untuk sholat Ashar. Meskipun sibu, Jaya tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah. Baginya, beribadah adalah paling utama, baru melanjutkan kepentingan yang lain
Pria berambut cokelat itu berjalan menuju parkiran. Setelahnya segera menaiki si Putih, motor gede kesayangannya. Pria itu memutar kunci dan mulai menstarter motornya.
Baru sampai gerbang sekolah ia menghentikan kendaraannya, dilihatnya seorang gadis yang duduk gelisah di halte bis. Pria itu melihat jam tangan hitam di pergelangan tangannya, sudah pukul 17.00. Untuk apa gadis itu masih ada di lingkungan sekolah? Bukannya sekolah sidah bubar dari 3 jam yang lalu. Ugh! Dasar anak jaman sekarang, bukannya pulang ke rumah, membantu orang tua, malah keluyuran dulu. Jaya hanya geleng-geleng kepala, hendak menggas motornya kembali, tapi ia merasakan titik-titik air yang jatuh dari langit. Kan, hujan!
***
Seperti biasa, Lynzi harus menunggu bis di halte untuk pulang ke rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pulul 16.50. Langit juga sudah menggelap. Iya, setelah keluar dari kelasnya tadi, Lynzi tidak langsung keluar sekolahan. Rasanya terlalu malas untuk pulang ke rumah. Seperti biasa, Lynzi harus menunggu bis di halte untuk pulang ke rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pulul 16.50. Langit juga sudah menggelap. Iya, setelah keluar dari kelasnya tadi, Lynzi tidak langsung keluar sekolahan. Rasanya terlalu malaotuk pulang ke rumah. Ia menghabiskan waktu siangnya di perpustakaan sekolah. Lagian di rumah juga pasti sepi.
Lynzi bergerak gelisah ketika titik-titik air menjatuhkan dirinya ke bumi. Ah, hujan! Lagian kenapa nggak ada bis yang berhenti, sih? Gerutunya sebal.
Lynzi mengernyit ketika mendengar suara deru motor perlahan mendekat. Awalnya ia hanya mengangkat kedua bahu acuh, namun selanjutnya dahinya kembali berlipat ketika sebuah motor besar putih berhenti di hadapannya, lebih tepatnya ikut berteduh karena gerimis mulai turun. Orang itu juga masih mengenakan helmnya.
Perlahan pria bermotor putih itu membuka helmnya, dan betapa terkejutnya Lynzi ketika tau siapa orang di balik helm putihnya. Sontak saja gadis berambut sebahu itu membelalakkan matanya kaget. Pasalnya ini, guru gantengnya, lho! Tanpa sadar, gadia itu memekik keraa membuat makhluk di hadapannya sedikit menyipitkan mata dam menutup telinga.
"LAOSHIIII!!!!"
Jaya hanya tersenyum kikuk. Siswi ini benar-benar unik. Apa tadi katanya? Laoshi? Itu sejenis apa dia tidak tahu. Anak jaman sekarang memang penerus generasi Alay.
"Saya Jaya, dek. Bukan Laoshi." Koreksi pria berambut coklat itu, berusaha masih tersenyum menunjukkan keramahannya.
"Ah ya maksud aku Pak Guru Jaya." Gadis itu nyengir kuda menampilkan gigi kelincinya.
Jaya tak habis pikir, gadis di depannya ini ada-ada saja. Jaya hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum maklum terhadap gadis di depannya itu.
"Kok masih di sini? Nggak pulang?"
"Kalo udah pulang nggak mungkin aku berdiri di sini." Ucap gadis itu lirih sambil menundukkan kepalanya tapi masih mampu didengar lawan bicaranya.
Pria itu terkekeh. Gadis ini benar-bear lucu.
"Benar juga." Jaya menganggukkan kepalanya dan mengelua dagu tanda menyetujui apa yang dikatakan gadis itu.
"Mau pulang bareng?" Tawarnya membuat Lynzi mendongakkan kepala, gelagapan.
"E-eh?"
"Pulang bareng, mau?" Ulangnya.
"Eh, nggak usah , Kak. Eh, Pak." Lynzi masih dalam mode kikuk. Gadis itu menggigit bagia. Dalam pipinya. Bagaimana bisa ia jadi gugup di depan guru PPL nya?
"Yakin? Udah mau maghrib."
"Iya. Sebentar lagi jemputan aku datang, Kak." Bohongnya, tentu saja. Lagi pula, siapa yang akan menjemputnya, kedua orang tuanya sibuk.
"Ya sudah, saya tunggu sampai orang yang menjemput kamu datang."
Laki-laki ini!
"Eh, nggak usah, Kak. Kakak pulang duluan aja nggak papa. Aku berani kok sendirian." Tolak Lynzi, menggeleng kuat dan menggerakkan kedua telapak tangannya di udara.
"Nggak apa-apa."
"Yaudah terserah kakak."
Nungguin aja terus sampe kereta dateng di tempat pemberhentian halte bus.
15 menit.
Pria di sampingnya ini benar-benar menungguinya. Duh, Lynzi makin gelisah saja. Pasalnya, tidak akan pernah ada yang menjemput Lynzi kecuali...
"Hai, Lyn. Ayo pulang bareng!"
***
TBC
YOU ARE READING
Forgetting You
Teen FictionKamu adalah memori yang memaksa untuk kembali. ______________________ Hanya sebatas cerita ringan, tidak seberat rindu Dilan, namun sedikit pelik karena kesulitan move on dengan mantan. ______________________ Melakukan yang terbaik untuk orang yang...
