Tentang Gitar, Anak Kucing, dan Gudang Tua

4.2K 271 34
                                    

Belakangan ini Audy menemukan dirinya dibuat penasaran setengah mati oleh seorang senior aneh bernama Panji.

Panji Suryoatmodjo. 11 IPS 1. Kacamata. Hoodie kedodoran. Sepatu lusuh. Rambut berantakan. Gitar. Kata-kata itu mungkin merupakan sekian hal yang akan kalian dengar kalau kalian bertanya siapa itu Panji kepada siswa siswi SMA Pelita Bangsa.

Panji selalu datang tepat saat bel sekolah berbunyi membawa motor vespanya yang terlihat antik dengan tas gitar nangkring di bahunya yang kurus. Rambutnya tidak pernah rapi dan dibiarkan jatuh menutupi setengah lensa kacamata yang ia kenakan. Sepatunya lusuh dan seragamnya selalu dilapisi hoodie kedodoran yang hampir setiap minggu berganti warna dan sablonan.

Audy mengenal Panji di suatu Senin saat upacara bendera tengah berlangsung. Perkenalan mereka bukan perkenalan klise seperti di novel-novel teenlit. Tidak. Panji bukan si anak badung yang habis memanjat pagar sekolah karena terlambat dan terpaksa bersembunyi di barisan adik kelas agar tidak ketahuan guru kalau dia tidak memakai atribut upacara yang lengkap. Panji datang ke lapangan dengan santai setelah memarkirkan vespanya, ia bahkan tidak melepas hoodie kuning cerah yang dikenakannya hari itu dan langsung berdiri di barisan paling belakang kelas 10 A. Tepat disebelah Audy.

Audy penasaran kenapa Panji bisa-bisanya ikut upacara dengan memakai hoodie seperti itu tanpa ditegur guru.

"Audy Salsabila Irawan?" kemudian Panji berbisik saat Pembukaan UUD 1945 tengah dibacakan di depan sana.

Audy tidak yakin apakah Panji sedang berbicara dengan dirinya, tapi memangnya ada Audy Salsabila Irawan lain di sekolah ini selain ia?

"Iya, Kak?" Audy balas berbisik.

"Gak apa. Cuma pengen memastikan kamu masih ingat nama kamu sendiri atau nggak. Siapa tau kamu mengalami amnesia parsial"

Panji nyengir sementara Audy hanya berdiri disitu menatap Panji dengan kebingungan yang amat sangat.

***

Di lain hari, Audy menemukan Panji di depan kelasnya memeluk gitar dan memetik senarnya dengan lembut.

"Audy Salsabila Irawan. Halo" Panji menyapanya dengan senyuman yang sama persis dengan yang ditunjukkan di pertemuan pertama mereka.

Audy yang kala itu baru kembali dari kantin bersama Sharon dan Rena hanya bisa melengkungkan senyum aneh atas kehadiran sang senior di depan kelasnya tersebut. "Kak, panggilnya Audy aja"

Ia bisa mendengar Sharon terkekeh pelan disisinya, sementara Rena hanya cengengesan. Lalu dengan kurang-ajarnya, kedua temannya itu pamit meninggalkannya berdua dengan Panji dengan alasan yang sungguh sangat tidak natural (Sharon: "Dy, gue balik kelas ya. Mau ngerjain LKS dulu, bye" Sharon tidak pernah mengerjakan LKS di sekolah, ia selalu menyelesaikan PR-nya di rumah) (Rena: "Gue masuk ya, Dy. Mau ketemu sama Rangga" Rangga tidak sekelas dengan Rena, Rangga sekelas dengan Sharon).

"Teman kamu jujur-jujur ya?" komentar Panji sesaat setelah Sharon dan Rena meninggalkan mereka berdua.

"Hah? Maksudnya?" Audy tambah melongo.

"Mereka gak jago ngeles, kelihatan banget lagi bohong" Panji terkekeh lalu bangkit dari bangku kayu yang didudukinya sedari tadi. "Yaudah, saya pamit dulu ya? Saya tadi kesini cuma mau memverifikasi informasi kalau kamu emang Audy Salsabila Irawan yang baris di sebelah saya pas upacara Senin kemarin"

"O...kay" Audy mengangguk pelan seraya menatap Panji yang melangkah menuju tangga. "Balik kelas, Kak?"

Panji berhenti sejenak lalu menoleh kearah Audy. "Nggak. Mau ngamen"

Love and Other Misfits: A Collection of Short StoriesWhere stories live. Discover now