First Meet

1.3K 37 3
                                    

Wanita itu pendiam dan selalu menjauh dari keramaian. Saat pertama kali, aku sama dengan yang lainnya 'menganggapnya tidak ada' atau 'hanya sebuah angin'. Memang cukup kejam, tetapi dengan sikapnya yang lebih suka sendirian, jadi ada alasan yang kuat untuk kedua alasan kejam tersebut.

Tetapi, sama menganggapnya 'angin' dan 'tidak ada' itu berubah, belakangan ini. Saat sepulang sekolah, sudah sangat sore. Aku yang tergolong tinggi, sangat menyukai basket. Tetapi tidak pernah mau masuk ke klub walau bisa di kategorikan ahli.

Ini adalah bola terakhir, masuk atau gak gua pulang. Itu rencanaku. Langkah pertama dan ke-2 berhasil, dan saat langkah ke-3 kaki kiriku masuk ke lobang, dan sialnya lagi tulang paha terkena batu karena spontan jatuh. Dan rasanya, ssssaaaaakkkkkiiiiitttt. Rasanya ingin mengumpat dan menjerit, tetapi jika di pikir lagi itu akan menarik perhatian.

Dengan bercucur keringat, aku menahan sakit. Semua orang yang lewat hanya melihat lalu pulang. Tidak ada yang peduli, sama sekali tidak. Tetapi gadis pendiam itu, melihat lebih detail padaku. Heh. Dia pasti akan berlalu pergi, lagi pula dia tidak mau bersosialisasi dengan manusia. Kata - kata yang cukup kejam.

Tetapi dugaanku 180(derajat) berbeda dari apa yang terjadi. Salah besar intinya. Dia datang dan memapahku ke ruang uks. Tidak banyak bicara, dia menarik kakiku dengan perlahan. Aku ingin menolak karena gengsi, tetapi kekuatanku sedang di fokuskan untuk menahan rasa sakit.

Dia membuat tubuhku duduk di atas kasur uks dan meluruskan kakiku. Dengan lihai tangannya mengobati kakiku. Akhirnya, dia sampai tahap yang paling aku khawatirkan. Tulang paha kiri, saat ingin menyentuh 'bagian' tersebut, dengan cepat aku tepis tangannya.

"Kalau yang ini, aku lakukan di rumah saja. Terima kasih" elakku dengan sopan.

"Jika tidak di obati sekarang, mungkin akan lebih sakit nantinya. Seharusnya sebagai laki-laki, tidak takut dengan rasa sakit" ucapnya, memang menohok harga diriku, tetapi sorot wajahnya tulus. Sebelum aku berkata-kata lagi, tangannya dengan cepat dan perlahan menyentuhnya.

Walau dia berkata 'tahan' dengan lembut, aku tetap tegang. Aku tetap menyerit.Tapi aku baru menyadari bahwa itu tidak sakit sama sekali. Saat aku memperhatikan wajahnya, dia cukup manis,dengan kulit coklat dan tinggi sedang. Dan aku baru menyadarinya, aku terbius oleh pesona wajahnya, dan rasa sakit dari paha kiri kakiku menghilang begitu saja.

"Selesai! Tinggal banyakin gerak di kaki lo, supaya darahnya lancar." Dia berkata sembari mengikat paha kiriku dengan perban. Aku menurunkan kaki dari atas kasur uks.

"AHHH!!" aku menjerit keras sekali. Kakiku rasanya patah karena di turunkan.

"Ehh?! Tapi pelan-pelan gerakinnya. Kan kaki elo gak terbuat dari besi." Dia kaget, lalu tersenyum. Dan, OH GOD, senyumannya adalah surganya dunia. Cantik, dan rasa sakitnya kembali hilang. Aku terbius oleh pesonanya.

Akhirnya dia memapahku ke gerbang sekolah, dan beruntungnya kakak perempuanku mampir, jadi aku tidak harus mencari taksi untuk pulang. Saat ingin berterima kasih, dia ternyata sudah pergi

You're My DestinyWhere stories live. Discover now