Chapter 2 - Berharap Keajaiban

146 99 115
                                    

"Halo?"

"..."

"Iya, Caca mulai gak nurut nih"

Sumpah demi apa, aku terkejut mendengarnya. Aku awalnya tidak berfikir bunda akan senekat ini.

Menelpon papa.

Dengan gerakan langkah seribu, aku kembali menghampiri bunda. Mataku mendelik saat ponsel itu sudah kembalu ke tempat asalnya.

"Sini" ucapku ketus.

"Gak usah, biar bunda yang beli"

Aku menghembuskan nafasku kasar. Aku tidak ingin beradu perdebatan pilkada kali ini.

Aku merampas uang yang masih berada digenggaman tangan bunda lalu membalikkan badanku untuk segera menyelesaikan tugas negara ini.

Saat berjalan, mataku kembali berkeliaran melihat sekitar.

Terdapat lapangan kosong yang banyak di cap sebagian orang sebagai sarang hantu. Namun aku tidak takut, lagi pula mana ada hantu disiang bolong begini?

Pintu rumahnya terbuka. Tapi kelihatannya gak ada orang deh - batinku menerawang keadaan rumah pemilik account facebook yang barusaja menerima permintaan pertemananku beberapa menit yang lalu.

Ya, jarak rumahku dan rumah kak Rendy cukup dekat.

Hanya tinggal berjalan lurus. Aku akan mudah mendapati rumahnya yang bercat putih gading namun terhalang oleh rimbunnya pohon ceri.

Akhirnya aku sampai di tujuanku. Diwarung yang sederhana tidak terlalu besar, namun tidak terlalu kecil.

"Beli apa ca?" tanya penjaga warung yang bernama tante Wati. Dia sudah aku kenali dengan baik, begitupun sebaliknya.

Aku mulai merogoh beberapa lembar kocek uang yang aku rampas dari tangan bunda. Aku memberikan uang itu sembarang, entah lebih atau kurang.

"Beli?" tanya tante Wati lagi.

Seketika aku tersadar dari lamunanku "Eh?"

"Apa tadi?" tanyaku memastikan. "Beli apa ca?" mataku berputar posisi ke atas mengarah langit-langit warung itu. Aku lupa, aku benar benar lupa.

Tadi bunda minta beliin apa? - batinku.

Aku gelagapan kali ini. Badanku terpaku dengan pikiran entah kemana.

Kuku jari jempol dan kuku jari telunjukku saling bergesekan berharap muncul lampu bersinar diatas kepalaku.

Aku butuh keajaiban, kembalikan ingatanku.

Krikk.. Kkrikk..

Tante Wati masih menatapku bingung. Sedangkan aku mulai menyengir menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak terasa gatal.

"Lupa" ucapku disertai cengiran hambarku.

Aku langsung kembali ke rumah dengan cepat. Namun sebelumnya aku sudah menitip pesan kepada tante Wati bahwa aku akan segera kembali.

Dalam langkahku, bibirku tak henti-hentinya mengucap sumpah serapah yang dilayangkan untuk diriku sendiri. Bagaimana aku bisa seceroboh ini?

"Assalamu'alaikum" salamku bersamaan dengan telapak kakiku yang mulai menginjak lantai rumahku.

"Wa'alaikumsalam"

Aku ambil langkah cepat menemui bunda yang mungkin masih berada didapur.

Nafasku berhembus tidak beraturan. Suara ngos-ngosan nafasku bisa terdengar jelas.

"Mana?" tangan bunda mulai menagihku bak seorang rentenir.

Aku tersenyum. Bunda memperhatikan kedua tanganku yang tidak memegang satu benda sekali pun.

"Mana garamnya?"

Nah iya, garam - batinku.

Aku berbalik badan dan langsung berlari menuju warung tante Wati lagi.

Aku meninggalkan bunda yang berdiri dengan mulut menganga menatapku.

"Caca?!"

Aku tidak menggubrisnya, di pikiranku hanya terpikir satu kata.

Garam garam garam garam.. - batinku entah berapa kali aku mengucapkan kata benda itu.

Sesampainya didepan warung. Aku mulai memperlambat laju langkahku.

Nafasku bertambah tidak beraturan, keringatku sedikit bercucuran.

"Tante.." panggil ku

"Apa? Tunggu bentar ya"

Aku menyenderkan tubuhku ke arah dinding asal asal-an. Mataku melihat sebuah minuman gelas yang berada didalam kulkas warung tante Wati.

Seketika dahaga menyelimutiku. Aku haus. Aku dehidrasi.

"Apa?"

Mataku kembali mengarah ke sumber suara "yang tadi, beli garam" ucapku setengah ngos-ngosan.

Segini aja chapter 2 nya. Semoga dapet feelnya. Maaf typo bertebaran.

Vote dan comment nya biar afdhol :)

Salam manis,

@Hai_Tayo

Ramadhan Love StoryWhere stories live. Discover now