Paper Heart (5)

En başından başla
                                    

"Menjauhinya demi perasaanmu sendiri. Ku pikir kau cukup dewasa untuk tidak hanya mementingkan satu hati saja. Itu yang kau sebut dengan caramu sendiri?" Jihoon nampak puas. Mantan kekasih Guanlin itu menyeringai. Menatap Guanlin dengan pandangan remeh.

"Ku rasa kau cukup tahu diri untuk tidak mencampuri urusanku, hyung."

Jihoon terkekeh pelan. Pikirnya, Guanlin terlalu naif. Ah, tidak. Guanlin bahkan terlalu bodoh baginya.

Guanlin berjengit saat Jihoon melangkah lebih dekat ke arahnya. Sementara Jihoon menyeringai senang. Entah bagaimana dirinya merasa menang. Melihat Guanlin terpojok memberinya kesenangan tersendiri.

"Bagaimana tawaranku kemarin? Tidakkah kau tertarik?"

Guanlin melangkah mundur. Berusaha menjauh dari Jihoon yang semakin mendekatkan dirinya.

"Ku pikir kau tidak cukup bodoh untuk memahami jawabanku." Jawab Guanlin.

Sementara seringaian Jihoon berganti menjadi senyum sendu. Tatapannya menyiratkan hal lain yang tak dapat Guanlin pahami. Pandangannya yang meredup memancarkan kekosongan. Ada sedikit luka yang tampak disana.

"Bagaimanapun.."



















































"Aku tak akan pernah menang darinya."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Atap sekolah adalah pelarian terbaik sepanjang masa. Entah itu melarikan diri dari masalah yang datang bertubi-tubi atau sekadar berkunjung melepas lelah atau bahkan berlindung dari kenyataan pahit. Hamparan langit yang luas adalah pendengar paling baik meski tak bisa memberi respon apapun.

Dan disinilah sosok Guanlin berakhir. Terdiam menatap langit kelabu. Matanya yang menawan kini menatap sendu pemandangan didepannya.

Ah, rasanya semua karya tangan Tuhan dihadapannya ini tak sebanding dengan satu-satunya ciptaan-Nya yang sempurna.

Lee Daehwi

Mengingat namanya saja sudah mampu membuat senyum samarnya mengembang. Meski pada akhirnya senyum itu luntur seiring dengan luruhnya rintik-rintik hujan yang jatuh ke bumi. Bayangan akan sosok Jinyoung seketika menyapa pikirannya. Membuat hatinya yang sejenak menyejuk kini menjadi beku. Membuatnya kesal setengah mati.

"Memangnya apa bagusnya senior itu? Kenapa semua orang begitu menyukainya? Apa dia memang sehebat itu?" Guanlin berujar pada langit.

Hening.

Tak ada jawaban.

"Bahkan semesta tak mampu menjawabnya. Aku baik-baik saja jika semua orang menyukainya. Sungguh aku baik-baik saja. Tetapi tidak jika itu Daehwi. Daehwiku. Sudah cukup aku mengalah atas perasaanku sendiri. Apa dunia ini benar-benar egois?"

Guanlin menghela nafas berat. Rasanya begitu menyedihkan hingga ia tak menyadari rintik hujan menerpa wajahnya.

































"Ternyata Jihoon benar. Kau memang naif, Guanlin."













Suara berat seseorang membuat Guanlin menoleh kebelakang.


















"S-sunbae.."







Sementara sosok Jinyoung tersenyum simpul. Lantas berjalan mendekati Guanlin.

"Guanlin-ah. Kau benar-benar bodoh"

Guanlin menatap tajam sosok Jinyoung. Merasa terhina akan ucapan seniornya. Tetapi dalam hati ia membenarkan.

"Apa maksudmu?"

"Aniya. Menurutku kau hanya terlalu bodoh dalam hal perasaan. Kau sangat perasa terhadap seseorang tetapi kau bahkan tidak memahami dengan baik bentuk perasaan yang dimiliki orang lain."

Guanlin menyernyit. Tidak mencerna dengan benar kata-kata Jinyoung.

"Aku sudah tahu sejak awal. Kau menyukai Daehwi."

Guanlin terperanjat. Seketara itu kah dirinya?

"Kau bahkan tidak mengenal Daehwi." jawab Guanlin.

"Tapi aku mengenalmu." balasan Jinyoung membuat Guanlin terdiam.

"Aku memang tidak mengenalnya. Tetapi aku beberapa kali memergokinya tengah memandangiku. Awalnya aku tak yakin. Tapi semakin sering mata kami bertemu tatap, aku jadi yakin bahwa itu adalah aku. Kemarin adalah pertama kalinya kami berbicara. Meski tidak banyak. Tapi menurutku dia cukup lucu dan menarik." Jinyoung tersenyum diujung kalimatnya. Sementara Guanlin memandang tak suka. Agak sedikit terganggu saat Jinyoung mengatakan 'lucu dan menarik'.

"Kau sedang bercerita padaku?"

"Aku tidak yakin. Tapi mungkin iya."

Untuk beberapa saat keduanya diam. Menikmati rintik hujan yang sedari tadi tak bertambah deras jatuh menerpa wajah tampan mereka.




































"Guanlin-ah. Ayo berjuang!"

Guanlin lagi-lagi menyernyit. Tak memahami maksud dari pernyataan Jinyoung-tepatnya ajakan.

"Mwo?"

"Ayo berjuang. Kau dengan perasaanmu dan aku dengan diriku. Berjuanglah untuk merebut hatinya dan aku akan berjuang untuk mempertahankan hatinya agar tetap untukku. Dengan begitu kita imbang."

"Mwoya? Imbang bagaimana yang kau maksud?"

"Ku harap kau tidak menyerah atas perasaanmu. Dengan begitu kau akan tetap berusaha sampai Daehwi merubah pendapatnya terhadapmu. Ku rasa perasaanya padakh adalah rasa kagum. Kagum bukan berarti dia menyukaiku dengan segala perasaannya bukan? Artinya kau masih punya kesempatan. Bisa jadi apa yang dirasakannya hanya obsesi."

Guanlin jadi berpikir. Jinyoung ada benarnya. Selama ini dia hanya terlalu terpuruk oleh pikiran dan hatinya sendiri.

"Dan kurasa..."







































"Aku juga mulai menyukainya. Oleh karena itu aku juga akan berjuang mempertahankan perasaannya padaku."





***

Anyyeong

SABIEL IS BACK😎😎

ADAKAH YANG KANGEN?















KAGA ADA :(






its okay okay~






Ehe.

Mangapin ya jadi ilang-ilangan.

Rl neomu-neomu hectic yeorobun.

Aing hurt juga :"







Intinya jangan lupa vote and comment ya😉

Penggemar Paper Heart mana suaranyaaaaaaaaa




Saranghae readersnim❤❤

📌Park Sabiel

Bae x LeeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin