11 - Bukan Hal Baru

188 35 20
                                    

Hujan masih deras di luar sana. Seungmi dan Namjoo tidak bisa pergi ke kedai makanan ataupun memesan makanan dengan layanan antar. Mau tak mau kedua gadis itu hanya mengisi perut dengan sosis goreng dan ramyun cup instan malam itu, makanan yang tersisa di lemari makanan Namjoo.

“Seung,” Namjoo berdeham sejenak, “kau sudah tidak apa jika aku membahas Hyunsik Sunbae? Atau Minhyuk Oppa?”

Seungmi terdiam sejenak. Tangannya mencomot sepotong sosis dari piring dan melumurinya dengan saus tomat. “Marah kenapa? Toh mereka bukan musuh-musuhku.”

Namjoo mengernyitkan dahinya keheranan dan menatap temannya itu lekat-lekat. Gadis yang labil. Padahal jelas-jelas gadis itu terlihat kesal saat ia tak sengaja menyebut nama Minhyuk kemarin.

“Kau tidak kesal bertemu Seunghee setiap hari begitu?”

Seungmi menelan sosisnya dan terbahak. “Dia selalu membuatku kesal sejak lahir, jadi tidak ada kemarahan yang berarti.”

Heol.” Namjoo menjitak pelan kepala Seungmi dan berdecak gemas. “Hah, pantas kau tidak punya pacar setua ini. Kau saaaangat lelet. Seperti kukang.”

Seungmi acuh dengan ledekan Namjoo sambil mengusap kepalanya yang terkena jitakan. Ia kembali melahap potongan sosis goreng, kali ini dua potong sekaligus. Jadwal yang padat seharian dan hujan yang begitu deras membuat perutnya didera rasa lapar yang amat sangat.

“Mau ikut kencan buta?”

Ucapan Namjoo seketika membuatnya tersedak dan nyaris mengeluarkan remah-remah sosis dari mulutnya.

“Hei! omong kosong apa itu,” Seungmi menelan sosisnya. “Memang kenapa kalau aku tidak punya pacar? Aku hidup dengan baik tanpa it-“

“Hidup baik apanya?” Namjoo menyela dengan sengit. “lihat dirimu! Seumur ini kau tidak mengerti make up, tidak suka pakai dress, makan rakus seperti babi, marah-marah tidak jelas pada pasangan berkencan, seperti nenek-nenek..”

“Apa, nenek-nenek? Marah-marah apa? Sok tahu!”

“Ah, kau bahkan tidak mengingatnya. Kau juga sering kesal setiap ditinggal aku dan Sungjae.”

Seungmi mengangkat bahunya. Seingatnya ia hanya menggerutu dalam hati, tapi kenapa Namjoo bisa mendengarnya?

Namjoo berdiri mengambil dua kaleng coke dingin dari kulkas, dan melemparkan salah satunya pada Seungmi. “Aku juga ingin melihatmu berbahagia dengan seseorang yang kau cintai. Seperti aku dan Sungjae.”

Seungmi menatap Namjoo dan memasang muka innocent-nya, mencubit kedua pipi Namjoo sambil berucap dengan aegyo yang dibuat-buat, ”Heuung, Yeokshi, uri Namjoo jjang-jjang-jjang!” (Namjooku memang terbaik!)

“Tentu saja!” keduanya saling mencubit pipi sebelum akhirnya berhenti dan merinding dengan tingkah aegyo mereka sendiri.

“Cepat habiskan makanannya. Kita mulai kerjakan PR.” Namjoo menenggak coke-nya, lalu mengeluarkan laptop dari tas.

Seungmi nyengir. “Namjoo yang cantik, apa kau masih punya satu ramyun cup lagi? Aku masih lapar.”

“Aish, kau ini! mengapa tadi tidak beli makanan dulu sih sebelum datang ke tempat orang,” Namjoo memutar kedua bola matanya lalu menatap Seungmi. Berhubung ia pun masih merasa lapar, mau tak mau ia mengeluarkan dua ramyun cup dari kotak persediaannya.

“Baiklah. ayo makan lagi baru kerjakan tugas.”

***

Seunghee menyalakan televisinya lalu pergi ke dapur untuk menyeduh minuman coklat favoritnya. Hujan sudah mulai reda. Besok tidak ada kelas pagi, jadi ia bisa menonton sampai malam dan bangun lebih siang. Seunghee si Rajin sudah menyelesaikan setumpuk tugas resume-nya di kampus, jadi ia sudah tidak perlu mengerjakan apapun di rumah.

B[L]ACKSTREETWhere stories live. Discover now