Silvia menatap Feronicha dengan tatapan bertanya. "Ada apa, kak?"

Feronicha menoleh dan tersenyum pada Silvia, masih enggan memperbaiki posisinya. "Jika Ridho menanyakanku, beritahu padanya aku pergi dengan Priska," kata Feronicha, tidak jelas.

Silvia merespon ucapannya, namun Feronicha tidak mendengar tanggapan Silvia. Tak lama, Feronicha tersadar dengan gelagat kebingungan Silvia, ia mengangkat alisnya kemudian bertanya. "Ada apa?"

Silvia menggaruk tengkuk, malu. "Kakak bilang apa?" tanya Silvia. "Suara kakak terdengar sedikit aneh," jelasnya, mendekatkan jari telunjuk dengan jempol kanannya namun masih menyisakan jarak.

Feronicha tertawa kemudian menegakkan kembali tubuhnya. "Maaf," ucapnya, menepuk bahu Silvia. "Jika Ridho menanyakanku, beritahu padanya aku pergi dengan Priska," ulang Feronicha lebih jelas.

Silvia tersenyum dan menganggukkan kepala. "Baiklah," kata Silvia dengan semangat. "Kakak tidak perlu khawatir. Aku akan menyampaikan pesan kakak pada kak Ridho."

Feronicha tersenyum kecil. "Kamu selalu bisa diandalkan," kata Feronicha sambil melepas celemek merah muda yang melilit pinggangnya. "Well, aku harus bersiap kalau tidak ingin para pelanggan ketakutan karena teriakan kakakku yang menggelegar itu," guraunya lalu melangkah meninggalkan dapur café. Sayup-sayup dia masih bisa mendengar suara tawa dari Silvia saat dirinya sudah berada di luar dapur.

***

HANYA memerlukan waktu satu jam untuk Feronicha dan Priska tiba di butik bernama 'Pram-Butique' yang terlihat ramai. Butik itu adalah milik desainer ternama Winda Prameswari, Aunt Geofandy Pradana, tunangan Priska. Priska dan Geofandy akan menikah satu bulan dari sekarang.

Setelah Priska mengatakan telah membuat janji dengan Winda, pegawai butik mengantar mereka ke ruang kerja Winda. Butik Winda di dominasi warna purple soft dengan berbagai macam gaun pesta yang berjejer rapi di setiap tempat, sehingga menampilkan kesan mewah dan elegan. Beberapa gaun pesta yang dibuat sepasang berada di depan etalase butik yang tertutup kaca besar, menarik minat para pengunjung untuk melihat koleksi butik Winda lebih jauh.

Priska dan Feronicha berhenti di depan pintu bertuliskan 'Private Room'. Mereka dipersilakan masuk setelah mendapat persetujuan dari Winda. Ruangan Winda tidak jauh berbeda dengan ruangan yang mereka lewati, masih mempertahankan warna-warna soft, ditambah beberapa lemari kaca, berisi berbagai macam gaun pesta dan jas yang di pakai untuk acara formal.

"Hai, sweetheart," sapa Winda sambil memeluk Priska hangat.

"Hai, Aunt," balas Priska sambil tersenyum lebar.

Winda melepas pelukannya pada Priska sebelum memandang hangat Feronicha yang tersenyum melihatnya. Winda tersenyum lebar, tangan kanannya terangkat menyentuh pipi Feronicha. Dia bisa melihat Feronicha merasa nyaman dengan sentuhannya.

"Kamu tampak lebih baik dari terakhir kita bertemu," kata Winda sambil sesekali mengusap pipi Feronicha. Aura kecantikan gadis di depannya itu sudah lebih mendominasi, jika di bandingkan dengan pertemuan terakhir mereka.

Feronicha tertawa kecil. "Yeah, I feel much better, Aunt."

Winda tersenyum lebar. "Aku bisa melihatnya. Sudah tidak ada kantung hitam dan guratan lelah menghiasi wajah cantikmu, sweetheart," ucapnya, menurunkan tangan yang sedari tadi mengusap pipi Feronicha.

Priska terkikik geli. "Jika saat itu Aunt tidak menasihatinya, mungkin dia sudah menjadi mayat hidup sekarang."

Feronicha mendengus, namun senyumannya masih tersungging sempurna. Feronicha mengingat kembali saat dia menghadiri pesta pertunangan Priska dan Geofandy. Dia datang bersama Ridho, kepala bagian dapur di café-nya sekaligus teman masa SMA Priska. Feronicha masih ingat di pesta itu dia hanya duduk diam saat para tamu berdansa diiringi alunan lagu lembut dari orkerstra atau sekadar ngobrol dan menikmati hidangan yang tersaji. Feronicha sangat lelah, hari itu café sangat ramai.

Sepasang Pena UsangWhere stories live. Discover now