White mengamati Alan yang sedang menjangkau sarang laba-laba dengan ujung sapu.

"Dojo?" ulangnya pelan. White mengerling arlojinya, berpikir sebentar. Ia punya jam bebas sampai jam ke enam. "Titip kemocengnya," ujarnya sambil menyerahkan benda itu ke sahabatnya lalu meninggalkannya.

"Hoi bocah samurai, lo mau kemana?" teriak Alan. "Bantuin gue ngambil bangku dulu dong sebelum minggat," namun suara Alan sudah jauh dari jangkauan pendengaran White. "Sialan, cepet banget ngilangnya."

White berjalan dengan langkah-langkah panjang—mengabaikan pandangan kagum cewek-cewek kelas sepuluh—sampai ke tembok yang biasa ia lompati untuk kabur dari sekolah ke dojo. Tembok itu terletak di sebelah Lab Kimia. Di sudut lahan sisa yang biasa digunakan untuk menyimpan gerobak sampah sekolah. Agak tersembunyi dari pandangan karena pepohonan dan ilalang yang tumbuh subur di antara paving-paving yang gempil. Jarang pula ada murid yang nongkrong di tempat itu karena aroma sampah yang menyengat. Singkatnya, tembok itu dibangun di tempat yang pas dan strategis untuk lokasi kabur White.

Dari jauh White melihat seorang cewek sedang menumpahkan seplastik sampah di gerobak sampah. White menunggunya pergi sambil menyembunyikan diri di balik pepohonan tak jauh dari sana. Ia membutuhkan gerobak itu sebagai pijakan untuk melompati tembok.

"Lo bawa rokok kan?"

Samar-samar White mendengar suara seseorang mendekat.

"Bawa dong, nih, lo mau nyedot semua?" balas suara yang berbeda lagi. White mengintip, ada tiga cowok melintasinya, mereka berjalan pelan ke tempat tujuan White. White mengenali mereka. Grey dan dua anteknya. Dito dan Azis.

"Gila, lo aja sini yang nyedot semua," Grey berusaha menjejalkan segenggam rokok ke dalam mulut Azis. Sementara Dito terbahak-bahak melihatnya.

Mata White bergerak mengikuti mereka. Berharap, mereka segera enyah dari sana agar ia bisa melompati tembok.

"Aman enggak nih ngerokok di sana?" tukas Grey ragu. Matanya menerawang ke arah tempat tujuannya. Mendadak, senyum girang menghiasi wajahnya. "Man, lo udah bener banget deh milih tempat, tuh lihat siapa yang lagi di sana," lanjutnya sambil memukul-mukul punggung Dito.

Dito dan Azis mengikuti pandangan Grey. Kemudian siulan meluncur dari bibir Azis. White melihat siapa yang sedang dimaksud mereka bertiga.

Mendengar suara siulan, cewek yang sedang mengosongkan plastik sampah tersebut menoleh. Seketika matanya melebar kaget. Ia mundur perlahan sampai menabrak gerobak sampah. Ketiga cowok itu berjalan cepat menghampirinya, sementara yang dihampiri terlihat berusaha menyatukan tubuhnya ke lapisan besi gerobak. Seakan tidak mempedulikan seragamnya terkena cairan-cairan lengket berbau yang merembes dari bagian gerobak yang berlubang-lubang.

Seketika, White mendapatkan perasaan buruk.

"Lagi sendirian aja lo, cewek kampung," Grey menyapanya. Namun, cewek itu hanya memandanginya dengan waspada. "Udah ngerasa hebat ya bisa kabur dari gue?"

"Ajarin dia ngerokok aja, Grey, lumayan buat nemenin kita semua di sini. Ya enggak?" Cetus Azis. "Ayo Mia, temenin kita-kita," tambahnya sambil memainkan alisnya.

"Bener juga lo Zis," sahut Grey seraya tersenyum jahat. "Sini lo," Grey menubruk Mia, menarik lengannya dengan kasar.

"Grey lepasin!" Seru Mia sambil meronta. "Lepasin aku!"

"Diam lo, sekali lo teriak, lo bakalan mampus di sini." Ancam Grey tepat di telinga Mia, lalu menariknya ke balik perlindungan jajaran gerobak sampah.

White melangkah mendekati mereka, "Apa yang dia lakukan?" ia menggeram pelan. Tanpa ia sadari, telinganya mulai memerah, jantungnya mulai berdetak lebih cepat, dan perasaan tak menyenangkan yang sangat ia benci menggelenyar ke seluruh tubuhnya.

White & GreyWhere stories live. Discover now