Ada banyak hal yang terjadi di antara mereka berdua. Dan dari dua orang itu, hanya Mia yang sempat berhasil mengubur kenangan-kenangan suram itu.

"Grey, cewek lo nantangin tuh," celutuk Azis. Memperhatikan pandangan muak Mia.

"Pegangin dia, Zis. Kayaknya dia lebih milih kodok deh daripada sujud."

Azis bergerak tangkas, ia menarik lengan Mia ke belakang lalu memeganginya dengan erat. Grey menjulurkan kodok secara horor di depan wajah cewek itu.

"Berhenti! Apa yang kalian mau lakuin?" Mia meronta, berusaha membebaskan tangannya yang diperangkap Azis. Kakinya menjejak-jejak tanah. Wajahnya dipalingkan jauh dari kodok yang semakin mendekatinya. "Grey berhenti, aku bilang berhenti!"

"Salah lo sendiri enggak nurut sama gue," Grey meraih kerah seragam Mia, menariknya mendekat. Kini jarak wajah mereka sedekat jempol dan kelingking tangan. Mia memejamkan mata erat. "Bilang ampun enggak? Kalau enggak, rasa ..."

Kalimat Grey terputus karena tepat pada saat itu Dito, si pengawas situasi luar, berseru sembari melambai-lambaikan tangan memperingatkan.

"Berhenti! Berhenti! Ada Pak Seto!"

Seketika itu juga Grey melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah seragam Mia. Bersamaan dengan Azis membebaskan tangan Mia. Grey melempar jauh kodoknya, lalu tanpa aba-aba, tiga cowok itu kabur bersamaan.

"Sial!" seru Grey kesal sembari berlari menjauh.

"Kalian bertiga, kenapa masih belum masuk ke kelas?" sembur Pak Seto, si satpam sekolah, dengan galak. Membuat Mia yang masih berdiri gemetar karena baru saja lolos dari teror mengumpulkan sisa-sisa energinya. Kemudian ia segera beranjak dengan terhuyung dari sudut sekolah yang baru saja menjadi neraka baginya.

Di salah satu bilik toilet, Mia berjongkok di depan kloset. Mengucurkan air untuk membersihkan rambut dan tubuhnya yang berlumur telur dan sampah. Debar jantungnya masih secepat pacuan kuda dan bibirnya gemetar menahan kesal.

Grey Mahaka, geramnya dalam hati.

Memang apa salahnya? Baru dua minggu ia pindah ke sekolah barunya. Tapi kenapa sekarang ia harus membolos pelajaran karena berlumuran telur dan sampah?

Gusar, dibukanya pintu toilet dengan keras. Lalu ia memandangi penampilannya di cermin, tampak serupa dengan anak burung yang baru tumbuh bulu, sangat menyedihkan. Mia tidak percaya bahwa masa-masa tak masuk akal yang pernah terjadi enam tahun silam kembali ia rasakan.

XXX

"Men1!"

Suara teriakan White beradu dengan bunyi nyaring shinai2 yang membentur besi, bergaung ke seluruh ruangan yang beralaskan kayu. Ini masih jam pelajaran keenam, namun cowok itu tidak sedang berada di dalam kelasnya. Ia menanggalkan seragam sekolahnya dan berganti dengan seragam kendo3-nya.

Satu ayunan yang sangat cepat dan kuat kembali menghantam pelindung kepala boneka sasaran. White merasakan tubuhnya mulai memanas, titik-titik keringat mulai membasahi wajahnya. Ia tahu bahwa ia cepat. Lebih cepat daripada kendoka4 lainnya. Dan kuat.

Bagaimana tidak, sejak umur 10 tahun ia sudah berlatih kendo. Menghabiskan banyak waktunya di dalam dojo5 bersama shinai-nya daripada berada di tempat lain.

Diayunkannya shinai sekali lagi, kali ini tidak untuk menghantam kepala boneka, namun gerakan menusuk ke leher boneka.

"Tsuki6!" Teriaknya. Serangannya mengenai sasaran, sangat tepat sampai lapisan pelindung leher boneka bergetar hebat. Namun hal itu tidak membuat White merasakan kepuasan. Ia kembali mengayunkan shinai-nya ke arah kepala boneka. Lagi dan lagi.

White & GreyWhere stories live. Discover now