Chapter 2 : Lost

953 117 1
                                    

Empat belas tahun

Taehyung berjalan melalui lorong-lorong klinik dan disambut setiap orang yang ia temui. Itu adalah hari lain, di mana ia akan senang untuk menghabiskan waktu di bawah pohon yang sama dan mungkin membaca buku atau sesuatu. Tapi ia mencari seseorang pada saat itu. Seseorang tertentu yang menghilang setelah pertemuan pertama mereka dan tidak dapat ditemukan, meskipun Taehyung sudah mengunjungi kamarnya beberapa kali. Di kejauhan, ia melihat perawat Jungkook, Seokjin; perawat termuda di klinik. Taehyung berlari ke arahnya dan mencoba untuk memberikan senyuman lucu.

"Hai, Seokjin hyung!" ia menyapa.

Seokjin tersenyum pada kelucuan dari anak itu. "Mencari Jungkook lagi, Taehyung?" Ia berkomentar dan mengacak-acak rambutnya.

Taehyung cemberut. "Sudah tiga hari sejak terakhir aku melihatnya, Seokjin hyung. Mengapa dia terus menghilang?"

Seokjin tertawa. Seokjin yang tertawa mengingatkan Taehyung susu hangat dan madu di pagi hari. "Aku pikir dia di taman," Seokjin akhirnya berkata setelah menggoda anak yang lebih muda itu untuk beberapa waktu.

Taehyung menyeringai kepada yang lebih tua dan berlari keluar menuju taman. Seokjin menggeleng sambil tersenyum menatap Taehyung yang berlari dengan bersemangat. "Hati-hati," ia berteriak tetapi Taehyung tidak mendengarnya.

Jarak dari ruangan ke taman tampaknya sangat jauh dan Taehyung mengumpat pelan karena itu. Ia bukan tipe orang yang suka mengutuk banyak, tapi jarak ini sungguh mengganggu dirinya.

"Kenapa sih taman bodoh itu begitu jauh dari klinik?"

Ia akhirnya mencapai pintu gerbang ke taman dan tiba-tiba tampaknya membuat Taehyung harus berpikir untuk kedua kalinya lagi. Karena di sisi kanan taman, banyak bunga mekar tumbuh, di bawah pohon rindang ada anak laki-laki sedang duduk dengan kulit pucat dan rambut gelap. Di tangan kanannya, ia genggam sebuah buku dan yang lain adalah pensil.

Taehyung pikir lebih baik berdiam terlebih dalahu, agar anak itu tidak terganggu untuk beberapa waktu. Ibunya telah mengatakan kepadanya agar jangan mengejutkan Jungkook. Ia tidak ingin Jungkook memiliki momen buruk pada pertemuan kedua mereka. Jadi ia duduk dan menunggu waktu yang tepat baginya untuk mendekati Jungkook.

Menonton dan tidak melakukan apa-apa akan sangat membosankan bagi anak muda berambut cokelat ini. Tapi mengamati Jungkook sangat membantu dirinya. Ia pernah melihat lukisan Ibunya ketika Ibunya masih muda dan itu membuatnya merasa begitu tenang dan damai. Ia tidak pernah mengerti apa yang Ibunya lukis sampai akhir, tetapi ia menyukai setiap detik dari mengamati jari yang cantik bekerja dengan kuas sampai hasil akhir ditampilkan.

Taehyung mendengar dari ayahnya bahwa Ibunya pandai melukis ketika orangtuanya masih sekolah dahulu. Tidak heran karya ibunya selalu indah. Ayahnya, di sisi lain, bahkan tidak bisa menggambar apel jika ia ingin. Taehyung menyesal mewarisi keterampilan artistik dari ayahnya.

Bahkan dari jarak antara mereka, Taehyung bisa melihat jari-jari ramping Jungkook terlihat hati-hati menelusuri setiap baris dan tidak seperti seni membingungkan Ibunya, setiap gerakan Jungkook dibuat tampaknya masuk akal untuk Taehyung.

Mengapa demikian? ia berpikir dan terus menatap anak muda itu. Tidak menemukan jawaban yang akan memuaskan rasa ingin tahunya, ia hanya menyerah dan memutuskan untuk melanjutkan menatap anak itu. Tindakan ini tampak sedikit menyeramkan dan seperti penguntit.

Setelah beberapa menit, Jungkook mengangkat bukunya. Jungkook dalam tahap penyelesaian pekerjaannya. Taehyung melihat itu dan ia juga langsung berdiri. Menutup ruang antara mereka, Taehyung perlahan berjalan ke anak itu dengan tekad damai dalam pikirannya sampai ia melihat anak itu merobek kertasnya lagi.

Paper PlanesWhere stories live. Discover now