MENGERTI(LATIEF POV)

5.3K 217 4
                                    


Aku bingung dengan perkataan istri ku. Apa arti sebenarnya ia tak mau sekamar dengan ku? Apa aku bau? Tapi kurasa tidak, jika badan ku bau sudah pasti aku tidak lolos tahapan penerimaan TNI. Tetapi, setelah ia menuturkan bahwa dirinya belum siap dengan suasana baru, aku mengerti, dan disinilah aku harus mencoba membangun rumah tangga yang indah bersamanya. Ku kira hanya akan di rumah Bapak yang seperti ini, ternyata di rumah sendiri pun istri tidak bisa dibarengi. Yaa mau bagaimana lagi, kembali lagi pada hakikatnya, aku menikahi dirinya ya untuk menyempurnakan agama ku, bukan hanya untuk memenuhi syahwat ku. 

"Kamu harus bisa mengerti keadaan dia Tief" kata ku dalam hati untuk diri ku sendiri.

Aku tahu mungkin salah satu faktor nya adalah karena perkenalan kita yang sangat singkat dan membuat kita belum terlalu mengenal satu sama lain, sehingga yaa butuh waktu lebih lama lagi untuk kita benar-benar seutuhnya bersama. Aku pun mengantarnya ke depan kamarnya. Kamarnya tepat disamping kamar yang tadinya akan menjadi kamar ku dengannya. Alasan ku agar jika terjadi apa-apa padanya di kamar aku bisa segera membantunya.

Aku sekarang sadar mengapa Annisa menanyakan aku sudah berlaku apa saja padanya saat aku hanya menyingkirkan rambutnya. Aku pun tersadar, mengapa ia tak mau ku sentuh, tak mau tidur bersama dalam malam pertama. Ternyata ia belum mempunyai perasaan apa pun kepada ku. Aku mengerti sekarang, tugas awal ku adalah membuat rasa nyaman untuk istri ku. Annisa, ku harap kamu bisa menjadi istri sholihah dan menjadi bidadari Surga ku.

Lagi-lagi bayangan ku bisa berduaan bersama Annisa harus ada penghalang. Ya Allah tolong kuatkan lah hati ku. Aku berbisik kepada Tuhan ku. Tiba-tiba pun ada suara ketukan pintu dari luar yang langsung ku buka, ternyata Annisa.

Aku tersenyum padanya.

"Ada yang bisa Mas bantu Nis?" Tanya ku

"Eh kok aku kaya customer service aja sih haha." Lanjut ku dan ia tersenyum manis. MasyaAllah menambah kecantikkannya.

"Oh ya Mas, kamu udah beresin baju-baju kamu belum?" Tanya nya masih di depan pintu kamar.

"Hmmm belum sih, aku masih pegel-pegel abis nyetir. Baru selesai mandi, kayanya besok aja deh. Cape banget." Balas ku.

"Oh yaudah, biar Anis yang beresin bajunya." Tiba-tiba Annisa mengajukan diri, betapa senang nya aku, setidaknya aku masih bisa merasakan lagi peran istri ku setelah dari rumah orangtua ku.

"Ohh ya, kamu gak cape emangnya Nis?" Tanya ku menyakinkan.

"Kalo dibilang cape sih cape, tapi kan lebih cape kamu. Aku aja yang di mobil cuman tidur cape, gimana kamu. Biar sekalian aja capenya." Balasannya membuat aku sangat ingin berteriak. Katakanlah aku lebay, tapi memang begini adanya. Istri ku ternyata sangat peduli pada ku.

"Yaudah kalo gitu Nisa masuk aja." Ku persilakan dia masuk. Aku memperhatikan dirinya yang membereskan pakaian ku. Ketika dia hendak untuk menaruhnya di lemari pakaian ku, ia mengambil baju seragam ku yang tergantung dan langsung menatap ku.

"Mas jabatan kamu apa?" Lagi-lagi Annisa bertanya tanpa basa basi.

"Ya Allah Nisa, biasain kenapa kalo nanya tuh ada pengantarnya dulu hehe, bikin kaget terus. Kalo tiba-tiba aku masuk rumah sakit gimana?"

"Apasih jangan lebay deh mas. Lagian kenapa masuk rumah sakit coba."

"Ya karena suara kamu tuh bikin aku gimana gitu Nis, nanti kalo aku jantungan gara-gara tiba-tiba denger suara kamu gimana hehehe." Aku tertawa. Aku melihat pipi Annisa yang memerah, rasanya ingin ku cuil pipi mulusnya itu.

"Jawab aja kenapa sih, jabatan kamu apa sekarang." Annisa bertanya dengan nada ketus.

"Judes nya istri ku nih yaa. Hehehe, jabatan ku Kapten, sayang." Jawab ku.

"Itu jabatan setingkat apa mas? Aku ga paham." 

"Itu ada di pangkat perwira pertama tapi paling tinggi, karena aku lulusan dari Akademi Angkatah Udara, alhamdulillah pangkat ku ga bawah-bawah banget lah hehe."

Aku melihat ekspresi bingung di wajah Annisa. Aku sudah bisa memprediksi, pastilah ia akan kaget dengan  pernyatan ku. Tetapi, mau bagaimanapun, dia adalah istri ku. Aku yakin dia akan bisa menerima ku seutuhnya dalam hidupnya.

Walau pun bukan sekarang waktunya.

"Sayang, jangan bengong nanti kamu kemasukan lho." Aku meledek nya yang langsung ku dapati cubitan perut ku. 

Aku meingis kesakitan. Cubitan istri ku ni bukan main sakit nya.

"Aduh sakit, Nis hehehe. Dek giliran Mas yang nanya sama kamu yaa."

"Mau tanya apa?" Annisa langsung membalik pertanyaan.

"Gini dek. Kamu nikah sama Mas ikhlas kan? Maksud Mas gaada paksaan gitu. Mas takut nya nanti kamu ga nyaman sama Mas." Deg. Pertanyaan ini membuat Annisa terdiam, tidak melanjuti lipetan baju ku.

"Dek, kok ga di jawab? Ya Gapapa sih kalo kamu belum mau kasih tau Mas. Intinya sekarang Mas mohon sama kamu, tolong jadikan pernikahan ini kenyaman dalam hidup mu ya dek. Mas insyaAllah akan selalu membuat kamu nyaman. Mas akan terus berusaha. Tapi usahanya Mas juga butuh dukungan dari Adek." Aku berisinisiatif untuk mencium kening nya. 

"Kalo aku gak ikhlas aku ga bakal nerima khitbahan kamu, Mas." Ia menjawab pertanyaan ku yang tadi. Entah mengapa kalimat itu yang keluar dari mulut dia.

"Hehe, iyaiya Mas percaya kok. Intinya kita saling belajar ya, sayang."

Aku sengaja terus menerus memanggil nya dengan sapaan "sayang". Aku berharap hati nya akan cepat luluh dengan sapaan itu.

"Belajar apa?" Annisa bertanya maksud kata belajar tadi.

"Belajar saling mencintai lah, emangnya apa lagi hehehe. Mau belajar yang lain?" Aku menerima cubitan yang lebih keras darinya. Aku berteriak kesakitan.

"Aduh aduh.. sakit kali ni dek. Mas rasa, Mas bakal di rawat nih." Aku memegangi perut ku yang telah ku cubit.

"Gausah lebay. Kamu kan TNI pasti udah biasa sama yang kaya gitu." Aku tertawa mendengar balasan Annisa. Wahhh ternyata istri ku ini cerdas juga.

"Hehehe iya sih pinter juga istri ku." Puji ku padanya.

Annisa pun melanjutkan melipat pakaian ku dan membereskan pakaiannya, hari ini benar-benar hari ku dengannya. Aku dan dia banyak mengobrol. Aku sengaja mengulur waktu lebih lama agar bisa berduaan dengannya. Annisa pun mendengar cerita ku dengan seksama.

"Adek makin cantik yah kalo lagi lipet baju kaya gitu. Tahu gak sih Mas jadi makin cinta kalo gini terus." Ledek ku lagi yang langsung ditatap mematikan olehnya.

"Hehehe iya iya enggak, bercanda kok sayang. Sini aku bantuin ya lipetin bajunya." Aku membantunya untuk membereskan baju dan segela barang-barang ku.

Terlebih, kami banyak cerita sambil melakukan beberes. Nisa terlihat tertarik dengan  cerita ku. Terlebih cerita ku ketika SMA yang mempersiapkan untuk melanjutkan ke sekolah militer. Sesekali ia cemberut karena aku meledeknya. Sepertinya ini akan menjadi hobi baru ku. Meledek Annisa. Istriku.

KAU LAH PELURU DALAM HIDUP KUOnde histórias criam vida. Descubra agora