Hall of Truth

1.5K 229 13
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Saat sang arwah membuka mata, maka mereka akan berada dalam kondisi kebingungan. Siapa aku? Di mana ini? Namun, tulisan-tulisan mantra yang terpahat di dalam peti mumi mengingatkan jati diri mereka.

Sang arwah pun akan bangkit, berjalan, meninggalkan jasadnya untuk menyeberang Sungai Nil, di mana Anubis, dewa berkepala serigala telah menunggu dirinya untuk diantar ke Aula Kebenaran (Hall of Truth).

Selama dua bulan sang arwah harus melewati berlapis-lapis gerbang penjaga, berhadapan dengan dewa, setengah dewa, setan, dan monster yang akan menghalangi mereka untuk sampai pada tujuan. Mantra demi mantra harus mereka hafal dan rapalkan dengan baik atau nasib buruk menimpa mereka.

Sebab para penjaga gerbang yang marah akan menyerang mereka yang tidak mengingat rapalan dengan pisau dan ular. Satu arwah dipenggal kepalanya akibat melupakan mantra. Arwah lain dibalik isi perutnya dan yang terakhir disimpan selamanya di dalam balok pembantaian.

Namun, bagi mereka yang tekun dan beruntung akan sampai pada Aula Kebenaran. Empat putri Anubis perlambangan empat toples yang berisi organ tubuh yang berbeda dan beberapa dewi lain menyambut para arwah yang berbaris untuk diadili oleh Osiris, Raja Dunia Orang Mati dan menghibur mereka dengan memberikan minuman ataupun kebutuhan lainnya.

Satu persatu arwah berdiri di tengah aula yang dikelilingi oleh 42 dewa yang mewakili 42 daerah Mesir Atas dan Mesir Bawah. Mereka akan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab.

Osiris, dewa berkulit hijau yang tubuhnya pun dibalut kain seperti mumi mulai memimpin pengadilan. Sang arwah boleh berbohong, sebab yang terpenting hanyalah pertanyaan terakhir, yaitu "apakah ada seseorang yang menangisi kematianmu?"

Thoth, Dewa Bulan dan Pengetahuan, dengan tekun mendengarkan semua jawaban, lalu mencatatnya di sebuah buku dan pada akhirnya dia akan memperhatikan dengan cermat ketika istrinya, Ma'at, Dewi Keadilan, meletakkan bulu burung unta pada timbangan emas untuk mengetahui berat jantung sang arwah.

Jantung sang Pendosa yang lebih berat dibandingkan sehelai bulu akan disantap oleh Amut, dewa yang memiliki wajah seekor buaya, tubuh bagian depan seperti seekor leopard, dan bagian belakang seperti badak.

Namun, apabila ada satu orang saja yang bersedih akan kematiannya, mungkin sang Pendosa akan memiliki kesempatan agar tidak lenyap. Sebab hanya ada dua pilihan, hidup abadi selamanya di tempat indah setelah kematian atau lenyap tidak bersisa.

Jantung arwah yang sering melakukan perbuatan baik ketika hidup akan sangat ringan hingga mereka diizinkan untuk pergi menaiki perahu menyeberangi Danau Lily menuju Field of Reed, tempat yang persis seperti Dunia Orang Hidup. Orang-orang bahkan binatang peliharaan yang telah meninggal mendahului sang roh akan menyambut kedatangannya dengan sukacita.

Sang arwah akan mendapatkan kembali seluruh harta bendanya dan hampir seluruh organ tubuhnya. Namun, tidak termasuk otak. Mereka akan memperoleh sebidang ladang untuk diurus dengan sukacita.

Apakah mereka sesekali bisa berkunjung ke Dunia Manusia? Tentu bisa … sang arwah dapat kembali masuk ke dalam jasad mereka yang telah diawetkan secara mumifikasi untuk kembali hidup dan bergerak walau untuk sesaat.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

3 Juli 2018

Benitobonita

Book of Death [ Egypt Mythology Series ]Where stories live. Discover now