Aku ingat hari di mana Seokjin memperkenalkan aku sebagai kekasihnya di depan orangtuanya. Aku cukup mengenal orangtua Seokjin, bahkan sebelum kami menjadi sepasang kekasih. Hanya saja, saat Seokjin memperkenalkanku ulang dengan status yang baru. Orangtua Seokjin nampak bahagia. Sejak saat itu aku tahu, Seokjin telah bercerita banyak tentangku.

"Ibu ingat. Dulu sewaktu Seokjin baru beberapa hari masuk SMA, Seokjin gelagatnya berubah jadi aneh. Dia terus aja gelisah kayak ada yang dipendam di hatinya. Butuh waktu yang lama sampai Seokjin akhirnya ngaku sama Ibu kalau dia suka sama sahabatnya sendiri. Dan ternyata itu kamu."

Ibu Seokjin mengambil napas dalam lalu melanjutkan ceritanya. "Dia bilang katanya susah banget dapetin kamu. Tapi, dia gak pernah nyerah, sampai akhirnya Ibu dapet kabar dari dia kalau dia berhasil. Ibu seneng banget pas liat muka bahagianya dia. Dia bahkan jadi lebih hiperaktif dari biasanya."

Aku merasakan tanganku digenggam hangat oleh kedua tangan ibu Seokjin. Ia menatap sendu ke arahku dengan mata sembapnya sembari mengusap punggung tanganku berkali-kali.

"Terimakasih, Nak. Udah nerima Seokjin. Kamu bisa lihat dari matanya, kalau dia emang sayang sama kamu. Kamu bikin dia bahagia."

Perkataan ibu Seokjin lantas membuatku menangis. Hatiku semakin teriris mendengar cerita tentang Seokjin yang begitu bahagia dengan keberadaanku yang menjadi kekasihnya. Ia kemudian merengkuhku dalam pelukan keibuannya yang membuatku merasa semakin tak pantas untuk berada di sini. Kami menangis cukup lama dalam keadaan seperti ini dan menghiraukan tatapan dari orang lain yang melintas.

Aku benar-benar merasa buruk. Bahkan rasanya aku tak pantas menerima pelukan ini. Dalam hati aku berjanji. Aku tak akan mengulang kesalahan ini lagi. Tentunya, mencoba untuk membuat Seokjin bahagia setelah ia bangun nanti.

Kulihat lampu merah di atas pintu ruangan berubah warna. Disusul dengan pintu ruangan yang terbuka, menampakkan sesosok berjaket putih khas rumah sakit yang telah kami tunggu kabar baru darinya. Di belakangnya diikuti beberapa suster yang menundukkan wajahnya. Jantungku berdegup lebih kencang tatkala dokter itu melepas masker yang melekat di wajahnya dan menatap semua yang ada di sini sendu. Hingga akhirnya, satu kalimat yang meluncur dari mulutnya sukses membuat seluruh sel sarafku beku.

Satu kalimat yang membuat hatiku terasa terlempar jauh ke dasar jurang. Kalimat yang membuatku tersadar. Kalau kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah kubuat telah sirna.

"Maaf kami telah berusaha semaksimal mungkin. Namun nyawa Seokjin tidak bisa diselamatkan."

******************************

Aku tahu kalau Dylan berusaha sebaik mungkin untuk mengajakku bicara. Dari semua tingkahnya yang normal dan tidak normal telah ditunjukkan kepadaku supaya aku mau mengeluarkan sepatah kata untuknya. Aku tahu Dylan melakukan ini karena dia khawatir dengan keadaanku yang kian memburuk. Dylan yang selalu berusaha akhirnya menyerah. Kupikir ia sadar kalau aku butuh waktu sendiri.

Aku yang dulu terkenal dengan sifat galak dan berisik. Mendadak menjadi pendiam dan suka mengurung diri di kamar. Seringkali aku melempar tatapan kosong kepada orang yang menjengukku. Mereka semua memang khawatir kepadaku dan berharap supaya aku kembali seperti biasa. Tetapi apakah mereka tahu? Aku mengalami tekanan batin di sini.

Terlebih saat aku membuka galeri ponselku. Melihat fotonya bersamaku saja membuatku menangis. Ya. Aku menangis karena merasa bersalah dan juga kehilangan.

Setelahnya, aku akan meringkuk di atas kasur dan kembali menyalahkan diriku. Aku tahu semua itu percuma. Seokjin tak akan kembali lagi di sisiku dan membuatku tersenyum. Semuanya telah terjadi. Dan aku belum bisa melakukan perubahan apapun. Aku kecewa kepada diriku sendiri. Andai saja aku berani untuk mengutarakan maaf kepada Seokjin. Mungkin cerita yang terjadi sekarang akan sedikit berbeda.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 08, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Thomas Brodie-Sangster ImaginesWhere stories live. Discover now