****

130 20 0
                                    

::::::*::::::

√Hansol POV

Sudah hampir lebih dari dua jam sejak aku tinggalkan taman tersebut sebagai saksi bisu pertengkaran ku dengan jun.

Kali ini ku hanya dapat berbaring dikamar dengan menutup sebagian kepala ku dengan bantal.

Juga menyelimuti tubuhku dengan selimut tebal berwarna abu abu yang bercorak fulcadot, aku ingat itu adalah pemberian eomma saat aku masih berumur dua belas tahun. Tepat nya saat aku berulang tahun.

Dan juga sudah hampir dua jam berlalu aku menangis dalam diam. Menangisi hal yang tak seharusnya kupercayai.

Tapi hatiku berkata perkataan jun itu tidak main main maksudnya.

"Aku harus apa.. hiks.. hojung-ie.. hiks.. katakan bahwa itu tidaklah benar.. hiks.."

Tangisanku makin pecah saat kumenyebut nama itu, nama yang begitu ingin aku temui orang nya.

Kebenaranya bahkan lebih menyedihkan dari yang kita tau. Saat kalimat itu terucap, seluruh harapan pudar dimakan bukti nyata

"Hansol-ie.. keluar sayang..~~ jangan seperti itu..~~ kau membuat eomma, takut nak..~~ keluar ya sayang..~~ eomma sudah memasakan makanan kesukaan mu..~~"

Itu suara eomma merayu, sudah terhitung puluhan kali suara eomma membujukku untuk keluar. Tapi aku tetap diam, tak berniat untuk menjawab. Aku tengah malas untuk barang bertemu orang, aku ingin menyendiri. Meratapi bagaimana rapuh nya diriku dengan kata kata singkat yang terus teriang-iang dalam kepalaku.

Kalimat itu menghantuiku. Membuatku bimbang untuk terus mengabaikan maksud perkataan itu.

*Flashback

Aku menatap tak percaya bagaimana tiap kata itu keluar dengan mulus dari mulut jun.

Apakah saat sebelum kemari, anak ini salah makan? Kenapa bicara nya ngelantur sekali?

"Dengarkan aku hyung.. yang kukatakan ini demi kebaikanmu.. aku tidak bisa membiarkamu terus dibohongi--"

"DIAM.. kubilang diam.. ak-aku tak ingin mendengar apapun dari mulutmu.."

Perlahan aku mundur menjahui tangan jun yang berusaha untuk mencekalku. Tapi naas aku hampir terjatuh kebelakang karna tersandung, tapi dengan mudah jun mengapaiku. Ia mengeratkan pelukannya di pinggangku seperti orang yang begitu tak ingin melepasku.

"Dengarkan aku hyung.. kumohon.." ucap nya dengan nada yang begitu rendah.

Tatapan kelam nan intens itu terlempar padaku. Aku paham maksud tatapan ingin memahamiku itu, tapi disisi lain aku terlempar kembali karna sumber pembicaran ini.

"..mana mungkin aku bisa percaya pada perkataan mu barusan, jun-ie.. ak-aku tidak.. hiks.. bisa.. hiks"

Tidak, jangan ada air mata lagi. Kumohon, aku tak ingin memperlihatkan sisi lemahku pada orang yang masih setia memelukku ini.

Sesaat aku pikir, tak ada guna nya bersikap tegar jika pada akhirnya semakin merasa rapuh. Kubalas pelukan hangat itu, mencoba menyalurkan setiap rasa sakit dalam hatiku.

Only OneWhere stories live. Discover now