Chapter 3

20 3 0
                                    

Ah, masih jam lima, ya? Untung aku ga kesiangan. Hari ini aku janjian sama Matt di Museum Fatahillah. Mumpung hari Minggu aku puas-puasin mix and match baju ah buat ketemu Matteo. Oh, iya, jangan lupa dandan, cuci muka pakai air dingin biar muka ku glowing, rambutku ku ikat ponytail, pakai dress biru laut kerah putih, and hoplah !

Aku bercermin. Aku cantik juga ya kalau dandan rapih begini. Lagian memang aku udah cantik dari sananya sih. Nyeheheh. Apalagi ya yang kurang? Ah, iya! Parfum dari papa aja, sekali-sekali lah pakai barang dari papa.

Srassshh!
Hmmm... wangi banget. Calm dan ga nyengat lagi. Oke kita berangkat!
Aku menyapa bibi yang sedang mengelap gucci mama.

"Selamat pagi, bibiku sayang. Udah makan belom? Makan yuk, temenin Asha." Ajakku kepada bibi. Setelah melihat sang pemilik suara, bibi membalik badannya.

"Yah, neng. Bibi udah sarapan bareng pak Anto tadi pagi. Lagian eneng tumben bangunnya siangan? Kecapekan ya neng? Padahal bibi udah ketok-ketok lho pintunya, tapi si eneng gak nyaut-nyaut. Yaudah deh, bibi pergi aja takut ga enak ganggu tidurnya eneng." Jawab bibi menolak ajakanku.
Masa sih bibi udah sarapan, padahal aku sengaja bangun pagi-pagi biar bisa ngebalap bibi. Tapi, eh! Tadi bibi bilang aku udah dibangunin tapi gak nyaut-nyaut berarti... aku kesiangan!!!

Ya ampun... bagaimana bisa aku kesiangan. Jam wekerku aja baru bunyi pas aku udah bangun kok.
"Neng?? Eneng ko diem aja. Aya naon atuh? Bibi salah ngomong ya?" Bibi bertanya menyadarkan lamunanku.

"E-e-eh.. enggak kok bi. Emang sekarang jam berapa ya bi?" Aku tergugup karena mencermati kata-kata bibi, aku kesiangan, akhirnya aku malah balik bertanya kepada bibi.

"Hmm... belom siang banget sih neng, soalnya hari Minggu ini. Masih jam setengah sepuluh. Lagian eneng cuma mau jalan-jalan aja kan ke Kota Tua?" Jawaban bibi malah sangat polos seperti bayi yang tak berdosa, sedangkan bibi enggak tahu sama sekali kalau aku ada janjian dengan bule Jerman yang kalau telat bakalan membuat aku jadi seperti pendosa yang kehilangan harga dirinya sebelum dieksekusi pancung didepan banyak orang. Wajah Matt terlintas dibenakku. Saat ini aku membayangkan Matt menjadi majikanku dan aku mohon ampun sujud syukur dikakinya.
"Dasar orang Indonesia jam karet! Sudah berapa kali wargamu seperti ini hah! Apa kamu tidak malu negaramu menjadi gunjingan negara lain karena warganya yang jam karet?!. Kamu tidak malu akan jasa pahlawanmu yang tidak pernah telat untuk memperjuangkan kemerdekaan negaramu?! Kamu dengar tidak?!" Bentak Matt diatas singgasana besar nan mewah. Sedangkan aku ada dibawah kakinya bersujud memohon ampun.
"Maaf Ke-mett, eh maksud saya Yang Mulia, saya malu sekali. Maafkan hamba yang mulia."
Aku sesenggukan dikakinya sedangkan Matt sesang tertawa terbahak-bahak melihat penseritaanku seperti itu. Dan tentu saja itu hanya ekspetasi otakku yang terlalu banyak makan micin.

Akhirnya aku baru sadar. Semakin banyak aku ber ekspetasi maka semakin telat pula aku bertemu Matteo sayangku.
"Jam setengah sepuluh ?!? Kenapa bibi gak dobrak aja pintu aku tadi pagi. Ya ampuuuunnnn... bibi aku bener-bener kesiangan.. yaudah aku jalan dulu ya bi. Assalamualaikum!" Aku berlari secepat mungkin ke pintu keluar, namun aku kelupaan sesuatu sehingga langkahku kembali lagi berlari ke arah bibi. Lalu menyambar tangannya yang sedang memegang lap untuk meminta restu dan keselamatanku disana.
"Bibi, Asha cuma mau salim. Do'ain Asha ya biar bisa nyulik bule Jerman. Dadaaahh." Aku kembali kepintu keluar dan langsung masuk ke mobil. Pak Anto yang sudah siap langsung ikut masuk.
"Biasa neng?" Tanya pak Anto.
"Iya, pak. Kota Tua yang ada bule Jermannya. Cepetan pak! Keburu bulenya jadi meneer Belanda."

                          🍀🍀🍀

Sialan! Udah buru-buru setengah mati biar enggak telat. Eh, ternyata dianya malah belom dateng juga. Mana perut belum diisi lagi gara-gara belum sarapan. Awas ya kau Ke-Mett, aku akan minta jajanan yang banyak darimu.

Language For Love - Kisah Cinta Si Pecinta Bahasa Dan Si Pendiam Seribu BahasaWhere stories live. Discover now