Chapter 9 - Psychopath's Parents

Start from the beginning
                                    

"Oke, Dad. Pertama, memang benar aku yang membunuh orang-orang itu. Tapi itu tak apa karena bahkan polisi tidak tau siapa pembunuhnya karena aku sama sekali tidak meninggalkan jejak seperti ajaran ayah."

Hendry meminum kopinya yang tadi disedikan oleh Charllote dengan cangkir emas.

"Kedua. Aku berpacaran dengan Ingrid karena menurutku, dia itu sangat pemberani dan tak pernah sebegitunya tersentak atau kaget. Cool. Dan dia memang suka depresi karena masalah keluarga, tapi justru karena itu aku ingin sedikit demi sedikit mengubah perasaannya. And yes she is a former psychopath. And I want her to be one again."

Chriss menutup penjelasannya.

Hendry menyeringai dan menatapku. "Former psychopath, eh?"

Aku agak kebingungan tapi tetap memasang wajah datarku.

Melihat ada sedikit gerakan dari tangan Hendry, aku langsung siap-siap tapi tidak bergerak sedikitpun. Bisa kulihat Hendry memasukkan tangannya kedalam lengan jas hitamnya, dan dia mengeluarkan sesuatu yang mengkilap.

Begitu mata Hendry melotot, aku tau apa yang akan dilakukannya. Dia melempar cepat benda mengkilau tadi, dan aku dengan cepat menghindar hanya dengan memiringkan kepalaku.

Aku melirik ke Hendry yang menatapku sedikit kaget. Tapi aku berjalan ke arah benda yang tadi meleset.

Dan itu adalah silet perak dengan ukiran unik. Aku mengambilnya dan mengembalikannya pada Hendry.

Hendry tertawa senang. Dia langsung menjabat tanganku yang sedang kebingungan parah.

"Selamat, Nak! Kau lulus jadi pacar anakku!" ucap Hendry lalu memelukku.

Chriss langsung menarikku ke pelukannya. "No touching, Dad!"

Hendry tersenyum. "Ah, oke. Tumben segitu posesifnya sama pacar sekarang, ya? Dulu waktu berpacaran sama Della, kau tidak seperti ini."

Della?

Chriss menyengir aneh. "Well yang penting sudah kubunuh dia. Mantan mah dibunuh aja."

"My line, boy!" Hendry tertawa.

Diam-diam Charllote memanggilku. Aku mengangguk dan mengikutinya ke dapur.

"Kau bisa memasak?" Tanya Charllote.

Aku gugup. "Bisa sedikit, sih. Pasti Chriss diajari Charllote biar bisa masak, ya?"

Charllote tertawa. "Hahaha! Anak itu memang tak mahir masak. Tapi kupaksa biar mau, baru tuh masakannya enak!"

Kita berdua tertawa.

Charllote memakai apron dan memberikanku satu lagi berwarna hitam. Yang dipakai Charllote warna pink. Aku memakainya.

"Bantu aku masak aglio olio, ya?"

"Oke!"

-----

Beberapa saat kemudian, Charllote sedang merebus mie di panci. Sementara aku memotong daging dan cabai.

Jujur. Aku masih bingung siapa perempuan bernama Della itu. Mungkin aku memang sedikit cemburu karena aku bukan orang pertama Chriss. Walaupun si Della ini sudah mati, aku masih sedikit khawatir kalau Chriss masih memiliki sedikit perasaan buatnya.

Aku melamun dan tak sengaja jariku teriris.

"Ah!"

Charllote mendatangiku. "Ada apa? Eh, HAH?! Itu jarimu kepotong! Ayo segera diobati!"

"Eh, enggak apa kok, Charllote. Ini dijilat juga sembuh..."

"Nonsense, dearie. Chriss! Ambilkan plester di kamar mandi!"

Chriss langsung berlari kearahku. "WHAT?! What happened with your finger?!"

Aku menjitaknya. "Ini cuma keiris! Gak usah ambil plester!"

"No! Kuambilkan. Sebentar..."

Chriss berlari ke kamar mandi dan langsung balik memberikan plester. Langsung ia pakaikan di jariku yang tadi teriris.

Dan dia cium jariku itu.

"EH! NGAPAIN KAU?! SEENAK JIDAT NYIUM-NYIUM JARI!!" Teriakku mendorong wajah Chriss.

"Eh, tapi kan aku cuma kasih heal charm!!"

"HEAL CHARM GUNDULMU! Ada orang tuamu bodoh!!"

Chriss dan kedua orang tuanya terbahak karena mukaku merah.

DUH MALU!

-----

Makan malam sudah disediakan. Hasil masakan Charllote dengan bantuanku dihidangkan di meja depan sofa. Terlihat enak walau aku tak yakin rasanya akan seperti ekspektasi.

Chriss disampingku sudah berbinar dan sudah menyiapkan mangkok untuk mengambil makanan.

"Ini yang bikin Ingrid, lho! Pasti enak!" Charllote tersenyum manis lalu terkekeh.

Aku malu. "Eh, enggak kok! Aku cuma membantu Charllote memotong bahan-bahan..."

Semuanya tertawa. Malu nih!

Setelah beberapa lama, Hendry menanyakan hal yang tak diduga.

"Ingrid. Kenapa lenganmu penuh goresan, dan yang satunya kau perban?"

Aku langsung menegakkan punggung. "Ah, ini hanya karena aku waktu itu sedang depresi, jadi aku suka menggores-gores lengan dengan gunting...Sedangkan yang satunya...uh.."

Aku melirik pada Chriss yang mukanya sudah gelap dan berkeringat.

Charllote terlihat ingin mendengarkan lanjutannya, begitu juga Chriss. "Yang satunya kenapa?"

"Uh, yang ini--"

"Aku memotong lengannya dengan pisau. Hampir terpotong, tapi tidak."

Aku menoleh pada Chriss yang barusan berbicara.

Kedua orang tuanya langsung memandang satu sama lain.

Pasti bakal terjadi sesuatu yang buruk....

-------------------Tbc---

Hai!

Aku bikin chapter langsung nih hehehe... lagi pengen nulis aja soalnya udah pulang dari kampung!

Smoga suka ya sama chapter ini!

Comment dan Vote juga ya biar makin semangat aku nulisnya!!!

Thank you readers!!

-VvR

Normal not NORMAL✔ (COMPLETE)Where stories live. Discover now