Menggapai Langit

792 115 12
                                    

Sebelumnya fiksi ini pernah saya publish secara singkat di akun IG saya dan ini versi lebih luasnya

Selamat membacaaaa

[Menggapai Langit – Original fiksi oleh jasendradee]

.

.

.

Namanya Langit. Anaknya pintar, baik, dan menyenangkan. Dia juga sangat membumi. Membumi di sini, maksudku... dia ramah, nggak sombong, dan mudah berteman dengan siapa pun. Dia juga suka merendah walau setiap hari berangkat sekolah diantar mobil mewah. Jajannya tetap di kantin sekolah yang berdesakan saat jam istirahat, beli makanan yang sama denganku, dan kadang-kadang kami duduk di satu meja yang sama.

Namanya Langit. Anaknya nggak bisa diam, seolah seluruh energi di bumi ada di tubuhnya. Dia juga sangat ceroboh. Apa pun yang dipegangnya hampir selalu jatuh dan hancur, terutama barang pecah belah. Tetapi dia jago main basket. Hampir seluruh murid perempuan menyerukan namanya saat dia di lapangan. Dan setiap ada di dekatnya, rasanya seperti waktu pergantian tahun; ramai dan mendebarkan. Aku melihatnya seperti kembang api.

Namanya Langit. Dia punya senyum secerah matahari pagi dan senyum itu menular. Setiap ia tertawa, orang-orang di dekatnya juga ikut tertawa, seolah dia baru saja membagi tawanya tanpa diminta. Di dekatnya tidak pernah kau kenal sepi. Melihatnya seperti menatap langit malam; menyenangkan dan membuat betah.

Namanya Langit. Seperti namanya, dia luas. Luas yang kumaksud, dia selalu bisa menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Dia tahu banyak hal. Hampir seluruh penghuni sekolah mengenalnya. Dia juga pendengar yang baik, teman bicara yang seru, dan partner kerja sama yang bisa diandalkan. Bersamanya, kau seperti bersama peta dunia atau kamus berjalan.

Namanya Langit. Dia suka hujan. Setiap kali hujan datang, kau akan diajaknya bersenang-senang; menikmati guyuran hujan tanpa pelindung apa-pun. Dia juga suka angin malam, awan yang berarak, dan ilmu perbintangan. Kau akan dikenalkannya pada Andromeda, Aldebaran, dan Sirius. Dia juga sangat suka warna biru, seolah melengkapi namanya dalam menaungi semesta; Langit Biru.

Namanya Langit. Seperti namanya, dia tinggi, luas, dan tidak tergapai. Banyak murid perempuan menyukainya, tetapi dia seolah tidak tahu. Mungkin pura-pura tidak tahu, karena aku yakin ia menyadari setiap tatapan kagum yang mengikutinya ke mana pun dia bergerak.

"Gue nggak mau bikin mereka kecewa," kata Langit ketika suatu hari aku bertanya kenapa dia tidak pernah benar-benar peduli pada perhatian murid perempuan yang ditujukan padanya.

"Nggak mau bikin mereka kecewa?" ulangku, mengangkat kedua alis.

Langit mengangguk. "Gue udah suka sama seseorang," jawabnya.

Aku tertawa senang, menyikut lengannya dengan jail. "Ciyee... Langit udah gede," godaku.

Dia tertawa dengan wajah bersemu.

"Lo nggak mau kasih tau gue siapa orang itu?"

"Nanti gue kasih tau, tapi nggak sekarang. Gue belum siap."

Aku mengangguk-angguk senang. Dalam hati mulai merancang serta membayangkan seperti apa sosok yang berhasil mencuri perhatian sahabatku.

Namanya Langit. Setiap di dekatnya, kau tidak akan kenal apa itu sedih. Karena dia seperti punya seluruh energi positif di dunia dan selalu membaginya tanpa kau minta. Dan langit di atas kepalaku seolah iri dengan itu dan tidak mau kehilangan Langit. Karena tidak lama setelah percakapan itu, langit mengambilnya secara tiba-tiba, menjadikannya teman bergerak bersama awan.

Menggapai LangitWhere stories live. Discover now