Nggak, nggak, ini bukan cuma buat menjaga citra Arraf, pikir Riv. Ini juga buat menjaga citramu sendiri. Anggap aja ini keuntungan, bisa kenal lebih banyak orang jadi bisa lebih nambah pengetahuan tentang mereka. "Oke, Raf. Sabtu nanti kutunggu di Oksigen, ya."

"Nge-date dulu ajalah sebelum ke gym. Biar ntar pas kelar Oksigen, aku langsung antar kamu pulang. Oksigen mah kelar-kelar jam sebelas malam," ujar Arraf dengan senyum. Dia tak sabar mengenalkan Riv sebagai pacarnya. Arraf memiliki banyak kenalan dan teman, tetapi yang betul-betul dekat bisa dihitung jari, salah satunya adalah Jagat. Arraf penasaran bagaimana pendapat Jagat dan teman-teman dekatnya kepada Riv.

"Yeh, kelar jam 11 malam mah itu kelar after event-nya. Penutupan Oksigen sendiri paling kelar jam 10 malam," balas Riv. "Aku ayo aja. Nge-date kan nggak usah mahal-mahal, Raf. Makan ketoprak di pinggir jalan juga jadi."

Arraf menyengir. "Exactly. Suap-suapan kerak telor di pinggir jalan juga jadi."

Riv tertawa. "Aku jadi pengin ngomong yang cheesy-cheesy dangdut, nih."

Cengiran Arraf masih bertahan. "Ngomong aja. Siapa tahu omongan cheesy-cheesy dangdut kamu bisa ngalahin aku."

Riv mengulum bibirnya, menahan senyum melebar. "Kalau menurutku, kencan di mana pun jadi asalkan kencannya sama kamu, Raf."

Arraf spontan terbahak. Pipinya memerah kendati dia merasa geli. "Astaga itu jijik, Riv!"

"Ya kan! Persis itu yang kurasain kalau kamu mulai ngedangdut!"

Tawa Arraf lanjut terurai. Ini yang dia rindukan dari Riv. Interaksi mereka. Tawa mereka. Lelucon konyol nan receh mereka. Arraf rindu bagaimana hal-hal sederhana bisa mereka tertawakan. Arraf juga rindu bagaimana Riv bisa memahami emosinya. Ah anjir, jadi pengen ketemu sekarang, kan! Mau ngacak rambutnya! seru Arraf dalam hati, tetapi dia tahu bahwa dia harus bersabar menunggu hari Sabtu.

Obrolan pun berlanjut hingga berjam-jam kemudian. Jika saja tak ingat besok dia masih harus ke kantor, Arraf pasti akan tetap melanjutkan obrolan mereka sampai larut malam.

Dua hari kemudian, hari yang ditunggu pun tiba.

Kehadiran Arraf jelas disadari oleh sebagian adik tingkat atau teman seangkatan Arraf yang masih belum lulus kuliah, salah satunya Jagat. Arraf memang mengenalkan Riv sebagai pacar ketika bertemu teman-temannya. Namun, semuanya berjalan lancar dan menyenangkan untuk Riv. Tak ada kecanggungan. Sementara untuk para mahasiswi yang menggemari Arraf, Riv tak mendapat perlakuan bully atau semacamnya dari mereka. Riv tahu semua teman-temannya sudah dewasa. Tak perlu ada penggencetan dari perempuan hanya karena perempuan itu iri dengan si gadis yang dekat dengan si cowok populer.

Yah, walau memang ada satu yang mengesalkan bagi Riv. Yakni teman Arraf bernama Leon yang kebetulan datang sekaligus untuk reuni kecil bersama tim voli putra FMIPA.

Seusai penutupan Oksigen, Leon menunggu anak-anak basket FMIPA di depan gymnasium. Mereka tengah berdiri di depan gym kemudian bertemu dengan Leon. Usai menyapa Arraf, Leon menatapi Riv dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu menyeringai menggoda kepada Riv sambil berkata, "Halo, Ceweknya Arraf."

Riv menghela napas. Lalu menggeleng menatap Leon. Dia tidak suka dikenal orang hanya karena dia pacar seseorang yang terkenal. Sebab kesannya, seolah-olah tanpa pacarnya, dia takkan bisa apa-apa. "Nama saya 'Riv', Bang Leon. Bukan 'Ceweknya Arraf'. Ntar kalau saya putus sama Bang Arraf, Bang Leon mau panggil saya 'Mantannya Arraf', nih?"

Leon terbahak, spontan mengacak rambut Riv. "Lucu amat lu, Dek! Nemu di mana manusia kayak gini, Raf?"

Cepat, gestur Leon ditepis oleh Arraf. Lelaki itu memelototi Leon, tajam. "Harus banget pakai sentuh-sentuh?"

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now