Bab 3: Archer

2.6K 391 32
                                    

2 bulan lalu...

Ketegangan luar biasa terjadi melingkupi lapangan indoor luas yang kini disulap jadi lomba panahan se-Asia. Para peserta berjejer rapi memegang busur yang siap yang melepaskan arrow mengenai papan.

Setelah melakukan pemanasan dengan enam anak panah sebagai bidikan percobaan, tanpa diberi skor sebagai nilainya. Sekarang saatnya bagi mereka melesatkan arrow agar menancap ke titik pusat lingkaran yang sudah dianjurkan.

Seorang lelaki yang biasanya menampilkan raut wajah konyol kini sedang serius mengamati setiap lingkaran dari jarak yang lumayan jauh. Dia berkonsentrasi penuh untuk bisa memperkirakan berapa sudut arah antar celah panahan dan objek, belum lagi menebak darimana sinar matahari datang dan kecepatan angin.

Laki-laki itu menghirup napas kuat kemudian dia memusatkan pikirannya pada perlombaan kali ini. Ada banyak kamera yang menyorotnya karena dia adalah kebanggaan masyarakat Indonesia.

"Set up," bisiknya bersiap-siap. "Anchor," matanya menyipit, dia sedang berancang-ancang. "Drawing," tangannya sudah menarik string. "Holding," dia menahan anak panahnya sejenak.

Euforia di sekitarnya kian memanas. Anggota keluarga serta kerabat terdekatnya bersorak menyemangati lelaki itu. Dia mengulas senyum, dalam hati dia janji tidak akan pernah mengecewakan siapa pun.

"Aiming," anak panah tersebut berhasil dilepaskan, dia membidiknya. "Release!"

Ada 144 anak panah yang harus dia tancapkan ke papan. Setiap jedanya terbagi 36 anak panah. Pada hari pertama dia berhasil dan di hari kedua ini dia harus berjuang untuk mendapatkan medali bersama 3 orang lainnya dari Korea dan Singapore.

Beberapa waktu lamanya terlewati dengan kesesakkan harap-harap cemas. Hasil total pun keluar, jumlah skor dari masing-masing peserta di tampilkan secara mutlak di monitor yang terpasang di atas langit-langit.

1. Gandewa Gilang P = 145
2. Victor Wang = 143
3. Bae Jin Woo = 141

Sontak sorak sorai pun terdengar dari pendukung Indonesia. Lelaki bermata hitam sekelam langit malam itu mencium busurnya penuh kebahagiaan kemudian menatap keluarganya yang berada di bangku penonton.

Sepasang suami istri tersenyum pada Gilang. Wanita memakai kerudung dengan polesan make up natural yang membuatnya tidak terkesan tua justru muda itu menangis, memeluk suaminya. Dia sangat bangga dengan prestasi anaknya.

"Mama! Papa! Gilang menang!" teriak laki-laki itu bangga.

Ya, tidak ada satu pun orang yang tidak bangga padanya. Gilang, sosok lelaki yang berhasil mengharumkan nama Indonesia berkat keahliannya di olahraga bidang panahan.

Sejak kecil Gilang menunjukkan bakatnya di sana dan Mama berinisiatif memasukkannya ke les panahan yang berada di Gunung Putri, Bogor. Meskipun harus bolak-balik ke Jakarta, Mama tidak pernah mengeluh dan terus menyemangati Gilang supaya sukses.

Dan, terbukti di usianya yang menginjak 19 tahun Gilang mendulang banyak piala, piagam, sertifikat dan medali dari lomba panahan yang sering diikutinya.

Nama Gilang kian melambung tinggi. Namun sifatnya tidak pernah berubah. Dia tetap Gilang yang semua orang kenal. Gilang yang konyol dan sederhana.

"Saik kan menang lagi!"

Gilang berjengit ketika seseorang menepuk bahunya, membuyarkan lamunan Gilang tentang perlombaannya dua hari lalu. Dia menoleh ke samping, ada Fatur yang tengah memainkan jambul kebanggaannya sambil menggoda para perempuan.

"Yoi dong,"

"Partylah!"

"Wesh," Gilang memasang ekspresi tengil. "Pengajian dulu dong, berbuat baik sebelum kembali ke jalan setan," ucapnya sok agamis.

Fatur tertawa, dia menjitak kepala sahabatnya. "Kebalik, bego! Nakal dulu baru tobat,"

"Di depan orangtua kalem lah, di belakang baru liar." imbuh Gilang menaik turunkan alisnya.

"Sialan juga nih anak." dengus Fatur menoyor kepala Gilang.

Sesaat keduanya berjalan menuju kampus, Gilang menangkap suara yang tak asing ada di pendengarannya. Lantas lelaki itu berhenti, dia melihat ada seorang perempuan tengah diganggu oleh para kakak kelas kurang kerjaan di taman.

Gilang menyenggol lengan Fatur menyuruh lelaki itu mengikutinya.

"Ada apa nih ribut-ribut?" tanya Gilang mengagetkan semuanya.

Senior-senior itu terkejut. Mereka tersenyum menyapa Gilang dan mengenalkan Pinky si murid baru cantik inceran lelaki SMA Harapan Bangsa.

Gilang melirik gadis itu. Tingginya sebatas pundak Gilang, dia mempunyai mata tajam dan dagu kotak. Tetapi bibir kecilnya yang dipoles lipstik merah serta pipi yang tembam membuatnya jadi sangat imut.

"Oh, ini bidadari yang katanya pindahan dari khayangan itu?" sapa Gilang menyunggingkan senyumnya. Dia mengulurkan tangan mengajak gadis itu berkenalan. "Kenalin, nama gue Gila--"

Plak!

"Tai lo semua!" maki perempuan itu kasar baru saja melempar sandalnya ke depan wajah Gilang lalu berganti menunjuk-nunjuk seniornya sangsi. "Gue jadi telat kan gara-gara ladenin cowok kurang kerjaan!" omelnya kemudian memakai sandalnya kembali dan berpaling, dia bergegas pergi.

Tubuh Gilang mematung. Dia merasa seperti baru saja ditusuk oleh anak panah di hatinya. Gadis galak tadi sudah menghilang dari pandangan tapi entah kenapa degupan jantung Gilang tidak mau berhenti setelahnya.

🏹

"Hati gue serasa diicikiwir sendal tuh cewek... Omong-omong bekas injek tai kotok kagak ya?"
--Gilang, nggak bisa lupain Pinky setelah kejadian itu dan nekat nongkrongin 24/7 kantin dan taman.

🏹

C I E
K E T E M U
L A G I
S A M A
S I
G I L A
P A K E
N G

S I A P
N G G A K
B U A T
B A B
S E L A N J U T N Y A
?

Pinky LovelyWhere stories live. Discover now