LUPA YANG MENGINGATKAN

22 0 0
                                    

Tentang Kakek dan Sueib, aku mencoba lupa. Kusimpan tentang mereka dalam deret lupa yang aku letakkan dalam benak. Aku jadikan keduanya dalam satu tempat, lupa yang mengingatkan. Sebab aku tidak boleh lupa selupa-lupanya tengang mereka. Nanti jika waktunya tiba, lupa itu pun akan mengingatkanku untuk ingat. Siapa Sueib yang fotonya kakek simpan selama ini.

Dalam kelupaan yang aku buat tentang kakek, aku telah kembali semula. Menjalani jatah hidup sebagai seorang remaja. Remaja dan Putih biru yang mungkin akan banyak bercerita. Namun yang disayangkan adalah cerita putih biruku tak bisa diceritakan pada kakek. Padahal ketika masa putih merah tak satupun yang luput untuk aku ceritakan pada kekek.

Tentang cerita putih merah, ada cerita yang tiba-tiba saja aku mengingatnya. Aku teringat sepedah yang selalu kakek gunakan untuk mengantarku sekolah. Dalam perjalanan kakek selalu membuatku bahagia. Hampir tak ada hari yang menyedihkan ketika aku bersama dengannya. Bahkan, rasa takutku ketika pertama masuk sekolah pun hilang karena aku dihantarkan olehnya. Dia sangat pandai membuat aku lupa pada ingatan yang mengingatkan. Jadi kali ini pun aku mencoba lupa dalam ingatku tentangnya.

Putih Biruku tak jauh berbeda dengan putih merahku. Bahkan teman dudukku tak berbeda. Tetap Ayat si humoris berbadan atletis.  Dia tetanggaku dua rumah sebelah kanan. Mirip dengan kakek, dia pandai membuat aku lupa pada ingatku. Ketika sedih, dia mencipta tawa. Ketika takut dia mencipta tenang. Namun, dia juga selalu mencipta rahasia dengan begitu tertutup. Sangat tertutup. Nanti akan aku ceritakan.

Tentang Ayat, mungkin Tuhan mengenakkannya padaku untuk lupa. Lupa pada kesedihanku, lupa pada kesepianku. Lupa pada ibu yang kurang memperhatikanku. Dia pengganti kakek dalam hidupku. Setiap hal sangat sering kami lakukan bersama. Tugas rumah, tugas sekolah, selalu bersama. Karena di daftar hadir namaku dan Ayat berurutan. Jadi ketika pembagian kelompok, namaku dan namanya selalu satu kelompok. Seperti kembar, Ayat dan Ayaz.

***

"Kringg..."

Bunyi sepeda terdengar, tanda Ayat sudah berada di depan rumah. Setiap hari seperti itu. Dia selalu menjemputku untuk sekolah bersama. Walau sesekali diantar oleh ibunya memakai motor, dia tetap menghampiriku untuk berangkat bersama.

Tentang ibunda Ayat, aku bingung menyebutnya apa. Tante kah, atau paman? Karena yang aku dengar dari tetangga kalau ibunda Ayat telah meninggal kerika melahirkan Ayat. Dan sejak kecil ia dibesarkan oleh ayahnya. Tapi, aku tidak melihat sosok ayah bagi ayat. Padahal aku sudah bersama Ayat dari kelas tiga sekolah dasar. Yang terlihat justru Ariska, yang aku bingung untuk memanggilnya apa.

Tentang Ariska, dia orang yang baik menuritku. Begitu menyayangi Ayat. Hampir setiap aku ke rumahnya, selalu kehangatan orang tua yang dia berikan. Dia tak segan memanggilku anak. Dalam hal ini, terkadang aku lebih merasa nyaman pada ibunda Ayat, dibandingkan ibu kandungku.

Tentang nyaman, aku tidak begitu paham dengan kata nyaman. Mungkin yaman adalah rasa yang terbentuk dari intensitas bertemu. Atau karena hati. Yang jelas, ketidaknyamananku pada ibu mungkin karena jarangnya bertemu. Dan dalam hal ini, benak menghasut hati untuk menyalahkan ibu. Dalam hal ini benak bersikukuh menganggap aku yang benar. Ibu yang tidak ada waktu untukku.

Namun, untunglah aku mempunyai Ayat yang selalu mengingatkanku tentang betapa berartinya orang tua. Walau tidak secara langsung dia mengatakannya, namun dengan sikap dia terhadap bundanya sudah mewakili nasihat untuk aku menyayangi ibuku. Sikap Ayat inilah yang membuat aku memilih untuk lupa yang mengingatkan. Aku berusaha melupakan kurangnya kasih sayang ibu padaku untuk ingat kakek yang begitu menyayangiku serta Ayat yang begitu menyayangi bundanya.

***

LelakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang