"Memikirkan orang yan kita cintai mencintai orang lain itu menyakitkan Guanlin. Kau bodoh jika melakukannya." ujar Jihoon. Tatapan anehnya berubah menjadi tatapan iba.

"Memangnya aku memikirkan apa?"

Jihoon mengibaskan tangannya ke udara saat Guanlin berpura-pura bodoh di depannya.

"Kau pikir aku dungu? Aku tidak sebodoh itu untuk tidak bisa membaca perasaan orang lain."

Sementara Guanlin menyernyit heran. Menunggu Jihoon melanjutkan.

"Kau sangat ketara. Bagaimana mungkin aku tidak tahu? Perasaanmu pada Daehwi aku juga tahu. Bahkan sejak dulu saat kita masih bersama. Aku bisa melihat betapa kau lebih memperhatikannya daripada aku. Kau sendiri bahkan tidak menyadari betapa sering kau menolakku hanya demi menemani anak itu mengerjakan soal-soal yang kenyataannya bisa ia cari penjelasannya di internet. Aku bahkan sempat benci padanya. Tapi membencinya tidak serta merta membuatmu jatuh ke tanganku seutuhnya bukan?"

Guanlin diam mendengarkan. Sebenarnya ia cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Jihoon. Apa dirinya begitu jelas?

"Anak itu terlalu lugu untuk jatuh cinta."

Jihoon lagi-lagi tersenyum aneh. Guanlin masih bungkam, enggan menanggapi. Bagian menariknya belum keluar dari mulut Jihoon.

"Aku ada penawaran bagus untukmu. Juga anak itu." smirk Jihoon membuat Guanlin bergidik.

Apa ni benar-benar Jihoon?

Sejak tadi Guanlin memikirkan hal itu.

***

Daehwi mempercepat langkahnya menuju halte bus. Langit mendung membuatnya tak berhenti mengutuk. Daehwi dapat merasakan titik-titik air mulai menyentuh wajah cantiknya.

"Ya ampun, tasku bisa basah."

Halte bus masih cukup jauh dari halaman sekolah. Sementara hujan mulai mengguyur. Daehwi memutuskan untuk berteduh di sebuah pos dekat gerbang sekolah. Ia tidak ingin ambil resiko dengan memaksakan diri menuju halte bus saat volume air hujan mulai bertambah deras.

Dingin mulai menusuk seluruh tubuhnya. Daehwi merapatkan almamaternya yang tidak terlalu tebal. Meski tidak begitu lebat, udaranya tetap saja menusuk hingga ke tulang.

"Aigoo, dinginnya."

Daehwi menggosokkan kedua telapak tangannya. Mencoba menghangatkan dirinya sendiri meski hal itu tidak banyak membantu.

Suara langkah kaki yang berpacu dengan percikan air hujan mengalihkan atensi Daehwi. Netranya menangkap sosok seniornya yang sedang berlari menuju tempatnya berdiri. Sosok itu mengenakan jaket parasut merek kenamaan. Daehwibbisa melihat bahwa sosok itu tidak sepenuhnya basah kuyup. Melainkan terlindungi oleh jaketnya.

Sosok itu perlahan membuka tudung kepalanya. Menampilkan wajah minimalis yang terpahat sempurna. Netra Daehwi menangkap semuanya, membuatnya tercengang sekaligus terkejut. Jantungnya tidak berpacu normal.

Oh ayolah. Keajaiban apa yang datang pada Daehwi hari ini? Apa kebaikan terbesar yang ia lakukan hari ini?


'Jinyoung sunbae.'

Sementara sosok itu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Netranya menangkap sosok Daehwi yang nampak tercengang menatapnya.

"Hei, neo gwenchana?"

***

"Aku ada penawaran bagus untukmu. Juga anak itu." Jihoon tersenyum penuh kemenangan saat di dapatinya Guanlin nampak tertarik. Wajah datar pemuda Taiwan itu tak serta merta mampu menutupi rasa ingin tahunya.

"Sepertinya kau tertarik, Guan." smirk Jihoon semakin sempurna.

Guanlin yang melihat hal itu merasa tak ingin kalah. Namun ia juga tidak ingin terpancing.

"Apa mau-mu?" Guanlin mulai gusar.

"Sederhana saja."
































"Penuhi keinginan anak itu. Kembali padaku dan biarkan ia mengejar cintanya."

Guanlin terpaku.

Ia ingat saat Daehwi pertama kali mengakui perasaannya terhadap Jinyoung kepada Guanlin. Ide gila itu muncul begitu saja dari mulut licin Daehwi.



Tapi bagaimana Jihoon bisa tahu?


"Itu tidak terdengar seperti sebuah tawaran, Park Jihoon."

Well, itu ancaman.




***

Agak maksa :( tapi yaudahlah



.








Voment juseyoo~

📌Park Sabiel

Bae x LeeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ