“Hihss! Mulutmu seperti rem vespa usang ini. Tidak bisa berhenti berbicara!”
Jihoon mendengus kesal.

“Kau pikir aku namja matre yang akan menari kegirangan saat mendapatkan uang?!”
Woojin memilih diam dan sesekali meringis saat tau Jihoon mulai berbicara dengan nada keras.

“Baiklah, katakan aku menyukai uang. Hah... jangan manafik siapa yang tidak menyukai kertas tipis yang bernilai itu hmm? Tapi kau harus tau bahwa aku tidak akan menerima uang secara cuma-cuma. Apa salahnya aku senang mendapatkan
uang atas kerja kerasku sendiri?!!”
Jihoon mengakhiri kalimat panjangnya dengan menghela napas kasar.

Sebenarnya ia tau apa maksud Woojin berbicara seperti itu tapi-......

“Jaga kesehatanmu”
Woojin kembali bersuara saat vespa miliknya terpaksa berhenti tepat di lampu merah. Dan tak lama setelahnya sebuah mobil sport berwarna merah berhenti
tepat di samping mereka.

“Kau boleh melakukan semua pekerjaan paruh waktu yang kau inginkan. Tapi, jaga kesehatanmu dengan benar”
Woojin kembali melanjutkan kalimatnya.

“Tenang saja, kapan aku pernah jatuh sakit?”
Jihoon terkekeh dengan nada bangga.

Tidak menghiraukan Woojin yang mendengus kesal.

Sambil sesekali mengusap bagian belakang kepalanya.

“Tidak pernah katamu?”
Woojin sedikit menolehkan kepalanya untuk melihat Jihoon.

“Apa kau lupa terakhir kali kau pingsan saat di cafe tempat kau bekerja?! Ibumu memarahiku hingga menarik rambutku! Kau tau aku pikir aku akan botak saat itu!!!”
Woojin hilang kesabaran.

Nada bicaranya keras.
Dengan pandangan yang kembali ke arah depan.

Ah-...
Jihoon ingat kejadian itu.

Dirinya yang bekerja di cafe saat itu memang sudah demam.

Jihoon bingung harus takut atau tertawa saat melihat Woojin marah.

Dirinya senang memiliki sahabat yang perhatian tapi Jihoon juga ingin tertawa saat mengingat moment dimana sang ibu menarik rambut sahabatnya tersebut.

Tentu saja.
Bukankah sudah di jelaskan bahwa Woojin adalah sahabat Jihoon sejak kecil.

Ibu Jihoon sudah memberikan kepercayaan kepada Woojin layaknya putra sendiri untuk melindungi Jihoon. Bahkan rumah keduanya terletakan bersebelahan.

“Woojin~aa, mampirlah ke toko buku tempatku bekerja. Akan aku tunjukan
buku-buku yang bagus”
Jihoon berbicara dengan nada melembut, membawa tanganya untuk menarik-narik ujung tali ransel milik Woojin.

Namja itu menghela napas panjang.

Selalu seperti ini.

Woojin tau Jihoon akan melakukan hal ini jika ia sedang marah.

Ya Tuhan.
Beri Woojin kekuatan.

“Berikan aku 10 buku geratis, setelah itu aku akan memaafkanmu”
Woojin akhirnya memutuskan.
Jihoon tau bahwa sahabatnya ini sedikit terobsesi dengan segala sesutau yang geratis.

“Beli 20 buku setelahnya akan aku berikan kau diskon”

Cih.
Diskusi yang payah.

Yang diakhiri dengan tawa renyah keduanya sampai-.......

Kedua mata Jihoon dan Woojin membulat saat tiba-tiba dari arah samping terlihat seseorang dengan sengaja menghamburkan lembaran uang melalui celah kaca jendela mobil mewah tersebut.

“Hujan uang?”
Woojin bergumam.
Dan sukses membuat Jihoon jengah.

“Bodoh. Apakah kau pernah melihat hujan uang melalui celah kaca jendela
sebuah mobil?”
Jihoon memilih turun dari vespa milik Woojin.

CRAZY WINK BOY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang