Prolog

118 9 0
                                    

Wajahnya terlihat meneduhkan seperti malaikat, padahal baru beberapa jam lalu dia menangis. Dan.. baru beberapa jam lalu dia juga membuat orang menangis. Seolah menyadari bahwa dirinya diperhatikan, anak itu bergerak gelisah dalam dekapanku dan menggumamkan sesuatu yang tidak begitu jelas. Lalu aku menepuk punggungnya pelan, berharap sentuhan itu bisa menenangkannya.

Tepukanku terhenti saat dari kejauhan kudengar langkah kaki seseorang yang nampak terburu-buru. Bayangan dari sosoknya kian lama kian mendekat saat berlari kecil melintasi koridor. Aku menyipitkan mataku untuk melihat siapa yang datang.

Ah ya, tentu saja, dia.

"Hei..." sapanya dengan nafas terengah-engah.

"Hei.." jawabku dengan seulas senyum.

Untuk sesaat dia menatapku. Tapi tak perlu waktu lama, pandangannya kemudian jatuh kepada anak yang ada di pelukanku.

"Kali ini ada kejutan apa lagi?"

"Mendorong temannya saat bermain," kataku dengan suara yang tidak terlalu besar, takut membangunkan anak yang ada di pangkuanku ini.

Terbesit sedikit kekecewaan dari sesosok pria yang ada di hadapanku ini. Ia mendesah dan dengan sedikit ragu duduk tepat disebelahku.

"Mama Papa nya nggak bisa jemput. Ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal. Tapi nanti akan aku sampaikan keluhanmu."

"Anak ini mungkin lebih butuh bimbingan orangtuanya daripada sekedar perhatian dari Om nya. Maaf, bukan bermaksud lancang. Tapi..." Kata-kataku terputus, terlalu segan untuk melanjutkan. Rasanya sudah terlalu lancang.

Tetap dia hanya mengangguk. "Aku paham. Akan kusampaikan." Lalu dia menolehkan pandangannya kepadaku, dibibirnya tersungging senyuman. Senyuman yang selalu kukenal maknanya. "Terimakasih, Kania, sudah mau menjaga Darrel."

Kalau saja situasi saat ini ada di waktu lima tahun lalu, barangkali sekarang detak jantungku sedang tidak karuan kalau melihat senyuman itu. Tapi nyatanya, untuk saat ini jantungku berdetak senormalnya saja, mungkin hormon dalam diriku sudah berubah. Atau bisa saja perasaan yang ada sudah berubah, entahlah.

"Sama-sama," jawabku sambil balas membalas senyumnya.

Dia berdeham sebentar lalu bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya ke arahku. Tanpa perlu berpikir panjang, aku membawa Darrel untuk berpindah tempat ke dalam dekapan Om nya.

"Dia kelelahan menangis jadi tertidur cukup lama. Barangkali sebentar lagi bangun."

Dia mengangguk dan menerima kehadiran keponakannya itu dalam tangan kokohnya. Mengusap punggungnya sebentar lalu memastikan bahwa akibat perpindahan tadi, Darrel tidak terbangun. Dia terlihat lihai melakukan gerakan itu, siapa sangka.

"Kalau begitu aku pamit dulu. Masih harus kembali ke kantor."

Kantor? Aku mengernyit. Rasanya nama itu seperti asing kalau disandingkan dengan sosoknya. Memangnya pekerjaan seperti apa yang dia jalani? Ingin rasanya bertanya, tetapi semua itu hanya tertahan di mulutku.

Sebagai gantinya aku hanya mengatakan kalimat klise yang semua orang akan katakan. "Hati-hati."

Dia tersenyum lagi. Kali ini lebih lebar dari yang tadi. Lalu dia mengangguk dan berbalik untuk kembali pulang. Sosoknya begitu gagah berjalan di koridor sekolah tempatku mengajar. Siapa sangka, di suatu hari yang seperti ini, aku malahan melihatnya berjalan menggendong seorang anak. Alih-alih memanggul gitar.

Namun, belum juga ia jauh dari pandanganku, tiba-tiba ia berbalik lagi. Berdiri di tempatnya dan sedikit berujar. "Pekerjaan ini benar-benar cocok untuk kamu. Aku ikut senang bisa bertemu denganmu di dunia yang kamu inginkan, Kania."

Seketika aku terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak menunggu reaksiku, tapi aku jelas tahu, dari sorot matanya yang berbicara itu ada aura kesedihan dan kebahagiaan yang bercampur jadi satu.

Kenapa dia terlihat sedih? Pertanyaan itu melintas begitu saja di kepalaku.

Belum juga menemukan jawabnya, setelah mengatakan itu dirinya berbalik dan melanjutkan langkah. Meninggalkanku dalam keheningan dan berjuta pertanyaan.

Dia masih seperti dulu yang aku kenal. Masih menjadi orang yang gemar membiarkan orang lain bertanya-tanya tentang dirinya.

Dan sepanjang aku hidup, hanya nama Adrian yang benar-benar lihai memerankan tingkah seperti itu.

Lengkapnya.. Adrian Bramajaya. Orang yang pernah mematahkan hatiku sampai ratusan... Bahkan jutaan kali.


Ada yang penasaran dengan cerita baru ini? Vote yaaaa. Yah kalau ada yang tertarik aku lanjut deh 😳

Dream CatcherWhere stories live. Discover now