10. To the city.

8.1K 699 11
                                    

"Kita benar-benar akan ke pantai, kan?" tanya Hana pada Justin, untuk yang ke sekian kalinya.

Mereka tengah berada di dalam mobil menuju pantai yang letaknya tidak terlalu jauh dari pedesaan. Sedari tadi, Hana hanya tersenyum dan tidak sekali dua kali mengucapkan 'Subhallaaah-subhanallah' pada apapun yang dia lihat dan kagumi di sepanjang jalan. Dan sesekali, dia akan menoleh pada Justin dan menanyakan hal yang sama.

"Aku sudah menjawabnya berulang kali, Sweetheart. Ya, kita akan ke pantai," jawab Justin dengan senyuman tipis di bibir, menikmati aura kebahagiaan yang terus ditebarkan Hana.

Hana terkekeh kecil. "Aku hanya tidak sabar ingin segera sampai," katanya dengan bersemangat. Apalagi, ini adalah pertama kalinya Hana keluar dari rumah setelah dua bulan lebih hanya berkeliling desa dan itu tidak pernah menggunakan mobil seperti saat ini.

"Aku tidak pernah ke pantai sebelumnya. Atau melihat laut secara langsung," ungkap Hana tiba-tiba, menundukkan wajahnya sambil memainkan jemarinya di pangkuan.

Justin menatap istrinya itu penuh terkejut. "Kau serius?"

Hana mengangguk kecil. "Itulah kenapa aku masih ingin pergi ke pantai, sekalipun aku sudah tidak mau minum air garam lagi."

Justin tertawa kecil mendengarnya, lalu tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Hana. "Kita akan ke pantai sekarang. Dan aku berjanji, untuk hari-hari berikutnya, akan kutunjukkan lebih banyak tempat padamu yang tidak pernah kau kunjungi sebelumnya, atau mungkin tidak pernah kau pikirkan ada di dunia ini."

Mendengar itu, mata Hana berbinar, dan dia menatap Justin penuh minat. "Benarkah?!"

Justin mengangguk.

"Apa kita akan pergi menunaikan haji juga?"

Justin mengangguk, melirik Hana sekilas dan tersenyum. "Itu tujuan awalku bersamamu nanti."

Hana tidak kuasa menampung perasaan haru dan bahagianya. Dia langsung bergeser dan memeluk lengan Justin erat, bersandar di bahu pria itu.

"Terima kasih... terima kasih ya Allah, terima kasih Justin. Aku tidak tahu harus mengatakan apa."

Justin tersenyum lebar pada respon Hana yang berlebihan, tapi benar-benar membuatnya turut merasakan kebahagiaan perempuan itu, dan kebahagiaannya sendiri yang membuncah di dada.

"Sebelum anak kita lahir, aku akan membawamu ke sana."

Hana mengangguk-anggukan kepalanya, mengusapkan pipinya yang masih tertutup niqab pada bahu Justin yang dibalut kemeja hitam.

"Aku mencintaimu," kata Justin tiba-tiba, lalu mengecup pucuk kepala Hana singkat.

Hana mendongakkan kepalanya, terkesiap, dia menatap suaminya itu dengan terbengong-bengong, dan Justin balas menatapnya dengan senyuman tulusnya.

Sekuat apapun Justin menginginkan Hana untuk mengatakannya kembali, dia masih harus bersabar dan sangat sadar pada situasi Hana saat ini. Namun, tidak sampai satu menit kemudian, dalam keheningan yang sempat tercipta, Hana tiba-tiba berucap;

"Aku juga mencintaimu."

Dengan refleks, Justin menginjak pedal rem sehingga tubuh mereka hampir tersungkur ke depan dan Hana langsung berpengangan pada bahu Justin semakin erat sambil menutup matanya kuat-kuat.

"Aduh," gumam Hana dan membuka matanya perlahan yang langsung bersirobok dengan mata gelap milik suaminya.

Hana menatapnya dengan tatapan bingung. "Kenapa? Kenapa mengerem mendadak? Apa ada sesuatu?" tanya Hana, mulai khawatir karena Justin tidak menjawab pertanyaannya dan hanya diam sambil terus menatapnya.

ETERNAL FAITH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang