Elise hanya tersenyum kelat . Sedaya upaya dipaksa otot wajah , tersenyum meski sudah terasa kejang . Hasratnya hanya mahu lelaki ini pulang segera , supaya dirinya boleh beristirehat . Too tired .



" you belikan pun dah cukup baik . I tak layak merungut , right ? "



Lama lelaki itu mendiamkan diri , mungkin menganalisis jawapan dan tindak tanduk Elise .




" Demerez —— dia ada ... cakap apa-apa ? "




Elise menyengetkan wajah , merenung tepat ke wajah Gaz. Matanya mengecil , memerhati lelaki itu .




" I think , its not your business buddy . Tapi , kalau you curious , go and ask him . Not me " kedengaran sinis namun Elise tidak kisah . Moodnya sudah meluap-meluap ingin keluar memberontak , meluahkan segala rasa sakit . Matanya refleks melirik ke arah kaunter bar yang berada di ruangan sama . Mata mengecil memerhati deretan botol wine tersusun dan gelas-gelas kaca yang tergantung . She need them .




Gaz mengeluh berat , " its not his best day today , so ... I nasihatkan you jauhkan diri dari Demerez for this whole day . "



Elise senyum senget , geli hati . Matanya bosan melirik ke arah lelaki itu .
" well , I pun ada banyak perkara lain nak buat dibandingkan nak spend time dengan dia . Anyway , thanks for the .. nasihat . "



Riak wajah Gaz kelihatan berubah , mungkin sudah mulai sedar kedinginan ucapan Elise buatnya .


Tanpa menunggu lebih banyak waktu , lelaki itu segera pamit  . Meminta diri untuk pulang .



Elise diam menghantar pemergian lelaki itu lewat ekor matanya . Dengan malas , kaki mengorak ke arah kaunter bar itu .




Jemarinya melata disetiap deretan botol kaca itu . Biasan kosong di matanya . Gelap . Sebelum tangan mengenggam sebotol wine yang menarik hati .


" well , today are not our day too ... Mr Demerez Black — "






















































































Kaki  menapak masuk , namun langkah yang tadi maju ke hadapan tiba-tiba mati . Demerez kaku . Seluruh tubuh pegun apabila telinga menangkap bunyian halus itu . Jantungnya berentak laju , gila ingin mendadak keluar dari pekungan dada . Desah nafasnya pantas namun berat . Kesakitan kembali bermaharajalela dijiwa .
Kakinya pantas melajukan langkah , mendapatkan bunyian itu . Tangan dikepal erat , dengusannya kasar .






Daun pintu bilik yang sekian lama tidak dimasukinya dikuak kasar . Menghantar bunyi kuat apabila daun pintu itu menghentam dinding .





Lewat matanya , dia melihat wanita itu sedang duduk di kerusi . Jemarinya masih bermain di piano tiles itu . Alunan halus piano itu semakin jelas kedengaran . Jiwanya semakin merodak marah .



Sepantas kilat , lengan wanita itu direngkuh kasar . Memaksanya berdiri .




Elise masih terhuyung-hanyang . Matanya dipaksa celik bagi mendapatkan fokus wajah dihadapannya tika itu .



Her Mistake His RegretWhere stories live. Discover now