Return Home

72 20 7
                                        

Kurcaci

luke

gue bkn luke 5sos

gedung teater

ok


"Eh, gue duluan ya." Lucas bangkit dari duduknya sambil menepuk bahu Jungwoo.

Jungwoo menatap heran temannya. "Balik? Sohyun emang udah jemput?"

"Enggak, ada urusan lain," balas Lucas, lalu bergegas pergi ke gedung teater.

Sial, batinnya seraya berlari secepat yang dia bisa.

Satu bulan sebelumnya, hal seperti ini pernah terjadi. Sohyun dan gedung teater, itu artinya ada sesuatu yang mengganggunya, dia butuh waktu untuk berpikir dan mengeluarkan emosinya.

Gedung teater biasa digunakan untuk acara-acara kampus. Tempat ini hanya ramai jika ada acara, tapi pada hari biasa seperti ini, nyaris tidak ada yang datang.

 Tempat ini hanya ramai jika ada acara, tapi pada hari biasa seperti ini, nyaris tidak ada yang datang

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Lucas sudah bisa melihat temannya duduk di depan pintu masuk gedung teater.

Awalnya dia bingung kenapa Sohyun duduk di depan pintu seperti itu. Tapi dia tidak berminat bicara duluan dalam situasi seperti ini. Jadi dia langsung duduk disebelah temannya sambil menganggap pintu masuknya dikunci.

"Ayah pulang," ujar Sohyun nyaris tidak terdengar.

Dua kata. Dan Lucas langsung paham apa yang sedang terjadi, kejadian yang sama seperti satu bulan lalu.

Lucas sendiri tidak begitu mengenal Ayah Sohyun, hanya pernah sekali bertemu sebulan lalu. Dia hanya bisa membayangkan seperti apa beliau dari cerita-cerita Sohyun. Berdasarkan cerita-cerita itu, dia mendapat gambaran bahwa Ayah temannya itu adalah sosok yang banyak menuntut. Dan Sohyun pernah bilang padanya kalau dia selalu merasa takut setiap ada Ayahnya.

Secara pribadi, Lucas merasa orangtua yang banyak menuntut itu bukan masalah. Toh, mereka yang menghidupi dia sampai sekarang, jadi wajar saja kalau mereka berharap lebih.

Bayangkan saja kalau seluruh uang yang dikeluarkan orangtua untuk kalian dijadikan dalam bentuk tagihan hutang, sepertinya mustahil bisa dilunaskan.

Setidaknya itu pendapat pribadi Lucas.

Tapi ini bukan momen yang tepat untuk mengatakan hal-hal seperti itu pada Sohyun. Jadi yang dia lakukan hanya menepuk-nepuk pelan bahu Sohyun, sambil berkata,

"jangan takut."

Air mata Sohyun langsung berjatuhan begitu Lucas mengucapkan kata-kata itu. Dia mengeluarkan semua perasaannya yang dipendam sejak semalam. Marah, kecewa, takut.

Tangan Lucas masih menepuk-nepuk bahu Sohyun. Pikirannya melayang sampai ke tanah lahirnya, membayangkan orang-orang keluar masuk restoran keluarganya. Ibunya memasak pesanan pelanggan sambil mengingatkan anak putri bungsunya untuk mengerjakan tugas. Ayahnya memijat pelipis sambil menatap nanar layar di depannya. Dan adiknya yang sibuk mengaggumi manusia besi berwarna merah oranye yang ada di dalam layar.

Kalau diingat-ingat, dia juga lumayan sering berdebat dengan Ayahnya. Perbedaan cara pikir, perbedaan harapan, atau kadang hanya karena rasa lelah berlebihan yang dilampiaskan pada orang yang salah.

Tapi dia ingat tatapan Ayahnya ketika dia hendak berangkat ke negara ini. Beliau mengingatkan untuk menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Tapi Lucas mengerti, ada hal yang lebih besar yang Ayahnya tidak bisa ungkapkan. Jadi dia langsung memeluk Ayahnya lalu mengatakan kalimat yang tidak pernah dia bayangkan akan dia sampaikan pada Ayahnya.

"Aku sayang Ayah."

Ayahnya balas memeluk anak sulungnya. Disusul oleh ibunya yang menangis seakan akan anaknya akan pergi berperang. Adik perempuannya berusaha untuk tidak ikut emosional, tapi gagal total karena begitu Lucas berdiri di depannya dia langsung menangis sambil menatap Lucas dengan penuh kebencian, yang dibalas gelak tawa khas seorang Lucas.

Mengingat hari itu, tanpa sadar Lucas ikut menangis.

Dia merangkul Sohyun. "Jangan takut."

Sohyun mengangguk pelan sambil mengatur napasnya. Dia menyeka air matanya, kemudian merapihkan rambutnya. Ketika dia balas menatap Lucas, dia terkejut karena orang itu terlihat sama kacaunya dengan dia.

"Lu kenapa nangis juga?"

Yang ditanya malah menangis lebih deras —diselingi tawa miris— sampai sampai harus menutupi wajahnya. "Kangen rumah."

Sohyun tersenyum melihat raksasa yang sesenggukan disebelahnya. Merasa berterimakasih atas kehadirannya.

Entah ada dorongan dari mana, Sohyun menyenderkan kepala Lucas pada bahunya, membiarkan orang itu menangis di bahunya.

"Habis nangis, beliin gue minum ya Lucas," ujar Sohyun sambil merangkul temannya.















🗿's note
Ganti judul
soalnya judul yang lama ga nyambung sama ceritanya.
Iya, ini makin gajelas.
udah.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jun 06, 2018 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

StringsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon