2. Cinta tidak buta tapi sebuah penerimaan utuh!

96 0 0
                                    



Jika ada yang berkata bahwa cinta itu buta, aku pikir kata itu kurang tepat. Sebab mata hati jauh lebih peka dari mata apapun yang ada di dunia ini. Dia tidak akan pernah salah menuntunmu kepada yang namanya pilihan. Maka dari itu banyak yang bilang " dengar kata hatimu" sebab kata hati sering kali lebih peka, tidak dicampuri oleh emosi juga hilang akalnya kita. Jika dia berkata "ya" maka selamanya akan menjadi "ya".

Aku belajar itu dari seorang pria yang lima tahun lalu ku temui di Solo, saat aku tengah berlibur. Tak kusangka, pria yang memberitahu lokasi tempat makan yang enak di Solo itu akan menjadi suamiku. Dia orang yang sangat konsisten. Aku begitu mengagumi pribadinya. Dia tahu apa yang dia mau, dan dia tidak pernah ragu pada pilihannya.

Lima tahun lalu kami bertemu tapi tidak begitu saja aku mengenalnya. Dia pindah ke Jakarta, satu tahun setelah pertemuan kami di Solo. Dia menjadi atasan sahabatku sendiri. Padahal dia mengaku bahwa dia adalah pekerja rumah makan di sekitar jalan Slamet Riyadi. Kesan pertamaku padanya adalah "menyebalkan" tapi kata itu berubah menjadi "mengagumkan" seiring berjalannya waktu. Entah mengapa dia masih ingat saja wajahku padahal pertemuan kami singkat sekali dan itu satu tahun lalu.

Setahun berteman dan sering jalan bersama, dia memintaku untuk jadi kekasihnya, Tak ada yang istimewa, dia bukan pria yang romantis. Hanya saja setiap perbuatan kecilnya terasa begitu romantis. Mungkin karna dikerjakan dengan setulus hati. Dia bukan laki-laki yang muluk-muluk. Bersamanya aku menjalani hubungan terasa begitu enjoy namun punya tujuan. Bagiku dia sempurna, tak banyak lelaki seperti dia yang ku temui. Alasan itu membuat aku banyak mindernya.

Setengah tahun setelah kami pacaran, aku didiagnosis dokter terkena kanker ovarium. Dan rahimku harus diangkat karena apabila dipertahankan aku bisa meninggal sebab memang sudah tidak ada gunanya lagi untuk dipertahankan. Yang bisa kulakukan hanyalah menangis sejadinya. Aku tak sanggup memberitahunya kenyataan ini. Di tengah aku menjalani kemoterapi dengan kondisi badanku yang begitu melemah. Aku memutuskan untuk bertemu dengannya, setelah sebulan menghindar darinya.

Dia memeluk aku erat dan mengatakan dia begitu merindukanku. Alasanku tak bertemu dengannya sebulan ini adalah pulang kampung ke Sumatera. Dia menyadari bahwa aku berbeda, tidak segirang dulu lagi. Ingin rasanya menangis melihat dia ada di depanku membicarakan hal yang berkaitan dengan perusahaannya, mendengar tawanya. Aku mencobab mengingat setiap detail wajahnya sebab mungkin ini akan jadi pertemuan kami untuk yanh terkahir kalinya. Dia menyadari bahwa responku kurang baik, lalu dia memintaku untuk bercerita soal apa yang tengah terjadi. Aku berkata padanya bahwa aku pulang untuk bertunangan dengan lelaki pilihan mamaku dan saat itu juga aku meminta putus darinya. Dia begitu marah dan tak terima dengan keadaan itu.

Dia menyebut aku pembohong, dia pergi meninggalkan aku sendirian di restoran itu.Ingin sekali berlari mengejarnya. Namun aku merasa tidak layak, dia layak dapat yang lebih baik dari aku. Yang bisa memberikannya masa depan dan keturunan. Seminggu aku mengurung diri di apartemen. Aku benar-benar cuti kerja, aku tidak pergi kemanapun selain rumah sakit. Hp ku non aktifkan juga aku memutuskan pindah apartemen agar tak seorangpun bisa mengunjungiku termasuk dia.

Saat ini aku hanya ingin sendiri, menikmati laraku. Namun ternyata dia punya seribu cara untuk menemukanku. Di apartemenku yang lama, tertinggal hasil lab sehari sebelum aku di operasi. Dia pergi kerumah sakit itu dan menemui dokter yang merawat aku. Dia memohon kepada dokternya untuk memberi tahu apa sakitku, namun dokternya tak memberitahu karena itu rahasia pasien. Namun ada satu perawat wanita yang sudah paruh baya iba melihatnya. Dia memberitahukan bahwa besok aku ada jadwal kemoterapi.

Keesokan harinya, aku begitu terkejut saat kutemui dia di ruang kemoterapi dan membawa sekumpulan mawar merah. Dipeluknya aku dan tak kuasa dia menangis di pelukanku. Begitu erat dan aku juga menangis. "Kenapa kamu harus menjalani semua ini sendirian Vira! Ada aku!" "Kamu tidak harus menjalani ini sendirian! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu!"

"Tapi aku cacat mas, aku tak bisa punya anak lagi!" ucapku terisak-isak

"Aku lebih butuh kamu daripada seorang anak Vira! Kamu tidak tahu betapa gilanya aku saat kamu bilang kamu sudah tunangan. Katakan itu tidak betul! Dimana tunanganmu kalau seandainya itu betul! Kenapa dia tega meninggalkanmu sendiri?"

"Enggak mas, aku tak punya siapa-siapa selain kamu. Sebulan kemarin aku baru operasi angkat rahim mas! Aku minder sama kamu! Kamu laki-laki yang sempurna mas! Sedangkan aku sudah cacat mas!"

"Vira, dengarkan aku! Aku tidak akan sempurna kalau kamu ga ada. Kamu adalah kesempurnaanku. Tulang rusukku yang hilang. Aku berjanji seumur hidupku. Apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah meninggalkanmu! Menikahlah denganku Vira" ucapnya sembari menangis

Tak ada yang bisa ku lakukan selain menangis dan bersyukur aku punya kekasih yang begitu baik. Aku sudah menikah setahun dengannya, tak sedetikpun dia pernah membuatku menangis. Dia selalu berusaha membuat aku tersenyum dan dia selalu setia menemaniku menjalani setiap pengobatanku sampai aku dinyatakan sembuh oleh dokter.

Inilah kisahku, dan ini surgaku.

M.E.N.I.K.A.H (Kumpulan Cerita Pendek)Where stories live. Discover now