5. Aku Berhenti dari Ketidakpastian Duniawi

844 65 13
                                    

'Tidak ada yang istimewa dari sebuah penantian, ia hanya terlalu mahal untuk orang-orang yang dengan mudahnya mengartikan cinta namun lemah jika ditanya tentang tujuan.'

...

"Permisi, Assalamualaikum..."

Seseorang dari belakang mengagetkanku, aku refleks menoleh.

"Mas yang baik(?)." batinku. Aku hanya diam menatapnya lekat-lekat, seseorang yang beberapa hari ini datang dalam pikiranku kini berdiri tepat di hadapanku. Mengenakan baju kokoh berwarna putih, lengkap dengan kopyah dan sarung hitam. Definisi bidadara.

"Waalaikumsalam" jawabku.

Dia tersenyum ke arahku, sama seperti biasanya.

"Nama saya Arhim. Boleh saya tahu nama kamu?" Dia memperkenalkan namanya tanpa meminta berjabat tangan, syukurlah. Akhirnya dia menepati janjinya untuk mengajakku berkenalan, setelah sekian lama menanti detik ini akhirnya datang juga.

"Saya Hafshah." Aku mengisyaratkan padanya supaya kita bisa mengobrol sambil berjalan, karna hari semakin petang dan waktunya sholat magrib.

"Boleh saya tahu dimana rumah kamu?"
Aku menunjuk letak rumahku yang sudah dekat, Mas Arhim mengangguk. Jarak antara aku dan Mas Arhim cukup dekat, sekitar satu meter.

Sepanjang perjalanan kami banyak membahas tentang kebiasaan atau adat yang sering dilakukan di desa ini, mulai dari kegiatan apa saja yang mengharuskan semua warganya ikut berpartisipasi, lalu pekerjaan apa saja yang biasa dilakukan warga di sini. Dia cukup ingin tahu, jadi kami tidak dilanda kecanggungan sedikit pun.

Agak aneh memang, jika tiba-tiba membicarakan tentang sesuatu yang tidak nyambung dengan kondisi.

Pemandangan senja kali ini juga sangat mendukung perbincangan panjang antara kami. Tumbuhan hijau mendominasi di berbagai lokasi yang kami jejaki. Panorama desa tak pernah mengecewakan.

Kami sampai di depan rumahku.

Setelahnya dia berpamitan untuk segera pergi ke masjid. Sebelum pergi, dia bilang bahwa semoga nanti kita bisa bertemu kembali. Aamiin.

Sekilas tadi aku sedikit ragu dengan wajahnya, rasanya seperti baru pertama kali bertemu. Tapi aku yakin sekali dia adalah pria baik hati itu. Nada bicaranya juga terdengar lebih energik dan apa adanya dari sebelumnya, kalau sebelumnya terkesan lembut dan tertata. Tapi tidak mungkin jika sifat berubah secepat itu, aku pikir aku sedang halusinasi.

---

Pekerjaan Arham di Sumatera lumayan menyibukkan, pasalnya sudah sekitar dua mingguan di sini tak satu haripun Arham merasa cukup tidur dan makan teratur. Awalnya ingin merasa santai jadi malah tidak bisa santai. Sulit sekali untuk Arham melarikan diri dari pekerjaan barang hanya satu jam.

Arham jadi sering begadang menyelesaikan beberapa berkas untuk keperluan menjadi wirausaha asing di pulau Sumatera. Dia tidak sendiri, ada beberapa orang asli Sumatera yang sudah menjadi anak buahnya.

Tapi pemandangan di Sumatera Utara tepatnya di Sidamanik memang tak kalah indah dan sejuk dari pemandangan di kota Trenggalek. Lihat saja.

 Lihat saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Assalamualaikum Subuh [Tahap Revisi, Lebih Baik Jangan Dibaca Dulu Hehehe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang