#1

9 0 0
                                    

Aku beserta Hana, temanku, tengah menuju ke kantin untuk mengisi perut kami yang sedari tadi sudah berdemo meminta haknya. Kantin di sekolahku terletak di pojok terdalam bagian sekolah, yang mengharuskan kami berjalan mengitari lapangan utama yang biasanya jam-jam istirahat seperti ini dipakai oleh para murid laki-laki untuk bermain futsal. Lihat saja, baru saja aku berkata seperti itu di dalam hati, telingaku langsung menangkap suara-suara heboh lelaki yang terus berkata "oper", "tendang", dan "giring". Aku tak perlu bersusah payah untuk melihat kehebohan itu, karena sudah sering kali mendengar dan melihat permainan mereka yang menurutku membosankan. Aku perempuan. Walaupun agak tomboi dan juga cukup suka dengan sepak bola, tetap saja aku menganggap permainan mereka itu membosankan.

"Rio ngelirik gue, oh my god!!!"

"Ya ampun, Juna gantengnya kelewatan!!!"

"Hih, lebih keren Lean lagi!"

"Apaan sih, cakepan Rey, lah!"

"Eh, eh, itu Tama nyetak gol!!!!"

Aku menghela napas frustrasi. Dengan sigap, kuraih gumpalan earphone yang memang selalu kubawa ke mana-mana, dan mulai menyumpalkan kedua lubang telingaku rapat-rapat. Hana yang sedari tadi diam saja, kini melirik padaku. Belum sempat aku bereaksi apa-apa pada lirikannya, dia sudah memasang cengiran geli di wajahnya. Aku tak mempedulikannya. Cepat-cepat kupacu kedua kakiku menuju kantin, agar tak lagi mendengar suara-suara yang memekakkan telingaku.

"Mau beli apaan, Yas?"

Bola mataku bergerak liar melihat stand-stand makanan di kantin dari ujung ke ujung. Tak ada yang terlalu menarik perhatianku. Dengan malas, kuberikan selembar uang sepuluh ribuan pada Hana yang masih menunggu jawabanku.

"Samain aja. Gue nempatin meja dulu. Tuh, yang di deket tukang mi pangsit."

Temanku yang baik hati itu tanpa komentar apapun segera berlalu meninggalkanku di tengah keramaian kantin untuk membeli makanannya dan juga makananku. Aku pun tanpa basa-basi segera mengarahkan kedua kakiku ke arah meja yang ada di belakang, yang membuatku leluasa untuk menempelkan punggung ke tembok. Selama menunggu Hana yang sedang mengantre di depan stand bakso, kukeluarkan ponselku yang sedari tadi menganggur dari saku rok abu-abuku. Aku langsung menuju pada aplikasi musik, dan menyalakan lagu kesukaanku dengan volume yang lumayan kencang.

CTAK

Aku mendongak, menatap Hana yang sudah sampai di hadapanku dengan keringat yang sedikit membasahi kening lebarnya. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke arahku, mengambil sendok dan garpu di meja yang kami tempati untuknya sendiri.

"Baksonya sekarang naik. Jadi, duit lo pas. Gak ada kembalian."

Mataku membelalak lebar, hampir menyerupai bulatan bakso yang ada di mangkukku, sedang temanku itu sudah asyik menyantap makanannya tanpa mempedulikan tatapanku ini.

"Heh! Gue jajan cuma lima belas ribu hari ini! Belom bayar kas kelas! Pulang gue naik apa? Masa iya jalan kaki? Jauh!"

Hana mendongak, menatap manik mataku setelah mengunyah baksonya dengan nikmat. Ia menatapku sedikit terkejut, tapi tak ada tatapan penyesalan di iris cokelat karamelnya.

"Sekali-sekali olahraga, Yas. Pipi lo makin bulet loh."

"Hana, muka lo kangen sama tangan gue, ya?" tanyaku sarkas seraya mengangkat telapak tanganku ke arahnya. Ia langsung memasang cengiran konyol, lalu menggeleng kuat-kuat dengan jari yang membentuk angka dua.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Fell in Love with IceboyWhere stories live. Discover now