Malam sudah semakin larut, di luar juga sedang hujan deras. Dan suhu di ruangan itu sangatlah dingin. Bagaimana tidak? AC di dalamnya dinyalakan dengan suhu terendahnya.

Fani meringkuk di atas sofa, memeluk tubuhnya yang kedinginan. Masih dengan menggunakan seragam sekolah merah putih yang tipis.

Ya, Fani belum keluar dari ruangan Rian dari siang sepulang sekolah. Jadi, terbayang sudah, kan bagaimana kedinginannya Fani berada dalam ruangan bersuhu sangat rendah selama 10 jam tanpa selimut, tanpa pakaian tebal, ditambah malam sudah larut dan angin bertiup kencang serta hujan deras di luar?

Memang, Rian, Dina dan Fina setelah makan siang mengantar Fina pulang ke rumah. Rian dan Dina sendiri mengadakan meeting dengan client. Hingga tersisalah Fani yang kedinginan dan kelaparan.

Bagaimana tidak lapar? Dia belum makan siang dan malam. Untunglah ketika Fani pingsan, Bunda Nana memberi makan nasi goreng. Tapi, itukan tadi pagi dan sekarang sudah larut malam.

"Ma-ma, Pa-pa," suara terbata-bata keluar dari bibir Fani yang sudah pucat.

"Di-dingin, a-ku ma-u pu-lang." Air mata mulai keluar dari mata Fani yang memerah.

Ingatlah, dia tengah demam, belum makan, dalam ruangan bersuhu rendah pula. Fani terisak, ditemani rasa sakit di kepalanya, perutnya, dan dalam keadaan kedinginan.

Masih dengan menangis, Fani duduk. Dia haus. Mengambil botol minumnya, namun isinya sudah kosong. Fani mangalihkan pandangannya. Dia melihat ada dispenser air.

Dengan tertatih, Fani berjalan ke arah dispenser air itu dan mulai menekan kerannya. Namun, airnya tak kunjung keluar yang ternyata airnya telah habis. Fani terduduk, tenggorokannya terasa kering. Tidak ada air.

Fani berdiri dan mulai berjalan lagi meski dengan tertatih ke arah pendingin. Membukanya, membuat tubuh yang telah menggigil kedinginan itu bertambah menggigil. Di dalam kulkas hanya ada coca cola satu botol besar dan fanta dengan botol kecil.

Karena Fani haus, dia terpaksa mengambil fanta dingin itu lalu segera menutup kulkas dan meminumnya. Baru satu tegukan botolnya sudah terjatuh bersama dirinya yang terduduk. Menimbulkan bunyi nyaring di tengah malam yang hujan.

Rok merah yang dikenakan Fani telah basah karena dia duduk digenangan air dari botol fanta yang tadi terjatuh dan bergelinding ke arah bawah sofa. Baju putihnya juga sudah berubah warna menjadi merah.

Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka secara paksa dari luar. Menimbulkan bunyi kuat yang membuat Fani mendongakkan wajahnya dengan tatapan kosong.

🐰🐰🐰

Malam ini Didi lembur, karena pekerjaannya ada yang belum selesai. Sebagai OB yang bertanggung jawab, Didi menyelesaikan pekerjaannya malam ini juga.

Padahal, jika Didi mau, beliau bisa mengerjakannya besok pagi. Namun, dia ingin menjadi OB yang bertanggung jawab.

Saat pekerjaannya telah usai, Didi segera pulang, melewati ruangan bossnya, Friansyah Alfarizi.

Entah gerangan apa yang membuat Didi lewat jalan itu. Karena biasanya Didi tidak pernah lewat jalan itu, dia biasanya lewat depan ruangan keuangan.

Namun, saat berjalan di depan ruangan Rian, Didi seperti mendengar suara isak tangis seseorang. Suara tangis perempuan. Mendengar itu, bulu kuduk Didi berdiri.

Dia merinding, karena memang ini sudah jam pulang kantor. Jadi, tidak ada orang yang masih berkeliaran di lantai atas. Bilapun ada yang lembur, paling itu di lantai satu.

Suara tangis yang semula membuat Didi merinding berubah menjadi tangisan pilu. Didi ikut merasa sedih mendengar suara tangis itu.

Sampai tak lama kemudian terdengar suara benda jatuh yang sangat nyaring di dalam ruangan Rian.

Kami Sama Tapi Berbeda {END}Where stories live. Discover now