"Kau tidak menjemputku bersama nya?" Tanyaku canggung.

"Kau tidak pantas bertanya, aku menjemputmu agar kau memperbaiki apa yang telah kau perbuat" Ujarnya dingin.

"Maaf.."

"Aku tau keadaanmu disana, tapi.. keadaanku disini juga tidak menyenangkan, meski egois aku ingin kau tinggal dengan kami bagaimanapun caranya meskipun harus membunuh orang tuamu"

Aku dapat merasakan rasa sakit dari setiap kata-kata nya. Dia sama sekali tidak hanya mengancam, aku tau bagaimana keluarga Jung ketika sudah sangat marah. Seandainya aku tidak lahir di keluarga penuh tekanan ini aku tidak harus meninggalkan kebahagiaan ku untuk hidup sendirian dalam kekangan.



Aku sampai gedung perusahaan keluarga Yowa, jauh lebih besar dari terakhir aku mengunjunginya.

"Apa dia disana?" Tanyaku ketika sampai didepan sebuah pintu besar sang pemilik perusahaan.

"Cukup sampai disini aku mengantarmu" Ujar Yowa, aku mengangguk dan Yowa pergi meninggalkan ku.

Aku memandangnya sampai menghilang ke balik tembok. Kini mataku tertuju pada pintu itu. Pintu yang akan membuatku menebus hutangku, pintu yang akan membawaku menggapai apa yang selama ini aku tunggu.

Perlahan aku membuka pintu, berharap suara decitan nya tak mengagetkan orang di dalam.
Seseorang di dalam ruangan tengah menatap langit senja di balik jendela. Tak terusik dengan kehadiran ku aku memberanikan diri untuk menyapanya hanya untuk memastikan sebuah janji yang bagiku lebih berharga dari pada hidup ku. Janji untuk menunggu.

"Jaehyun"

End Jiya POV.

Pria bersurai coklat itu menoleh ketika namanya di panggil lembut. Jaehyun menatap Jiya kaget rasanya dia ingin tumbang dan menangis sekarang. Namun dirinya terlalu sakit untuk bahkan menjatuhkan tubuhnya di hadapan wanita yang meninggal nya tanpa alasan itu.

"Kau terlambat" Ujar Jaehyun.

Jaehyun berjalan mendekati Jiya mengikis jarak diantara mereka. Jaehyun memeluk tubuh kurus Jiya, rasanya gadis itu seperti tidak pernah makan selama ia pergi.

"Kemana saja kau selama ini, apa kau belum puas membuatku merasa kan sakit?" Ujar Jaehyun.

Pria itu menahan bulir bening yang sebentar lagi akan tumpah kemudian menghentikan pelukan nya, menatap lekat-lekat gadis di hadapannya. Jaehyun menyapu Surai Jiya yang menutupi wajah cantik itu. Jaehyun mengusap pipi Jiya kemudian memeluk gadis itu lagi.

"Maaf" Hanya satu kata yang dapat terucap dari bibir gadis itu. Dan seperti biasa ia selalu membuat Jaehyun penasaran sampai rasanya ingin mati untuk kesekian kalinya.

"Kau tidak berubah Jiy"

Jaehyun kembali melepaskan pelukannya, namun kali ini Jaehyun menatap mata itu dengan jarak yang semakin dekat. Menjatuhkan bibirnya di bibir Jiya, melumatnya dengan lembut dan mengalirkan rasa rindu terpendam yang selama ini menyiksanya. Jiya yang semula diam kini mulai membalas lumatan hangat Jaehyun, semakin hangat sampai lumatan itu menjadi lumatan panas benar-benar ciuman yang di rindukan selama bertahun-tahun. Jaehyun yang merasa Jiya mulai ke habisan pasokan udara melepaskan ciuman panas itu. Jantung keduanya berdetak kencang bersamaan dengan nafas panas mereka yang terengah-engah.

"Maafkan aku Jiy" Ujar Jaehyun namun Jiya menggeleng dan kemudian mengecup pipi Jaehyun singkat.

"Tidak apa aku menyukainya, aku bersyukur karena kau menepati janjimu dimalam saat aku pergi, kau mau menungguku. Namun yang salah adalah aku tidak menyuruhmu untuk menyusul ku" Ujar Jiya.

"Maaf aku tidak menyusul mu, aku terlalu hancur saat kau pergi. Berusaha untuk lari dari pergi dari dunia ini tapi aku ingin terus berharap kau yang datang mengetuk pintu kamarku" Ujar Jaehyun.

"Apa selama 4 tahun ini kau sendirian?" Tanya Jiya.

Namun Jaehyun tidak menjawab dan kembali memeluk gadis itu.

"Aku hanya menunggu" Ujar Jaehyun.

Jiya tersenyum dan membalas pelukan hangat pria itu.









Namun kata-kata pria itu hanya sebuah kebohongan. Seorang wanita yang sedari tadi mengawasi mereka berlari menjauh dari tempat itu. Jaehyun dapat melihat surai biru dongker yang mirip dengan Jiya itu melewati pintu yang sedikit terbuka. Namun pria itu mengabaikan nya. Rasa cintanya pada Jiya sangat besar sampai melupakan wanita yang saat ini telah menjadi istrinya.

'Hwang Jessy aku sudah berjanji akan menceraikan mu jika Jiya kembali' kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala Jessy dan akhirnya ibu satu anak itu mengambil keputusan.

"Jeno, ayo kita pergi" Ujar sang ibu sambil menggendong bayi yang baru berusia 3 bulan itu.

'ku harap kau bahagia Jung Jaehyun' Batin Jessy.

End.

Can't Wait | Jaehyun (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang