🧸 Diary Nikah Muda. 13

Start from the beginning
                                    

Saras masih sempat-sempatnya menjilati tulang iga di sesi ceramah Bagas."Terus kenapa kalau mirip aku? Kan anak aku bukan anak kamu juga."

"Ya nggak bisa gitulah, kalau tinggal di rumah gue harus beradab, jangan barbar!"

Saras mencicit pelan, "padahal sendirinya ndak beradab." ternyata Bagas mendengarnya.

"Gue denger ya lo ngomong apa, beraninya lo ngomong gitu ke yang punya rumah. Berdiri nggak lo sekarang?"

"Kamu tuh kenapa sih Gas dari awal aku datang tingkahnya kayak bocah yang lagi main rumah-rumahan, iya aku tahu ini rumah kamu, tanpa kamu bilang juga semua orang tahu. Tapi kamu nggak usah ngurusin mau gimana aku bertingkah. Kecuali kalau kamu emang peduli sama aku."

"Dih!" Bagas mengedikkan pundaknya. "Jangan karena gue mulai melunak sama lo terus lo berpikir gue peduli sama lo, ya."

"Yaudah iya." walau harus adu urat dulu sama Bagas, Saras mau juga pindah ke kursi. Semula Bagas ingin langsung pergi namun perut sialannya malah tergoda oleh makanan Saras. Ini kejadian langka yang tak pernah terjadi sebelumnya. Ia tipe orang yang makan seperlunya, tak ada makanan yang benar-benar menggugah seleranya. Tapi melihat gadis kampungan itu makan, Bagas jadi ikutan mau.

Sadar ke mana perhatian Bagas tertuju, Saras menepuk kursi kosong di sampingnya. "Ayo sini makan, kamu pasti ngiler juga kan?"

Secapat kedipan mata, Bagas mengalihkan pandangan dari makanan. Ia memasukkan tangannya ke saku celana.

"Nggak tuh."

"Masa? Jakun kamu naik turun loh Gas lihatin makanan aku, ayo kalau mau makan sini makan bareng. Anak aku ndak keberatan kok bagi makanannya sama kamu, ya kan Dek?" Saras mengajak bicara bayinya. "Tuh kan, kata dia nggak apa-apa makan punya dia, Gas. Kenapa Dek?" Saras diam beberapa saat seolah benar-benar mendengar suara anaknya, kemudian berkata, "Kata dia, makan aja, temenin dia makan."

Bodohnya lagi Bagas beneran percaya ucapan Saras. "Dia beneran ngomong gitu?"

"Loh iya, aku sama dia kan punya ikatan batin. Kamu ndak akan tahu kalau kami sering ngomongin kamu juga."

Melupakan gengsi yang segede harapan orangtua perlahan namun pasti Bagas menarik kursi di samping Saras, ia duduk di sana. Tidak menunggu Saras menawarinya makanan, Bagas inisiatif duluan memakan jatah anak Saras.

Jangankan Saras, ia sendiri bingung kenapa dia jadi serakus ini? Saras sampai berhenti makan karena kenyang duluan menyaksikan Bagas.

Baru juga Saras mengincar dessert di meja, dia kalah cepat sama tangan Bagas. Saras jadi bingung ini yang hamil siapa tapi yang makannya banyak siapa.

Namun diam-diam terulas senyum di bibirnya. Saras menemukan sisi Bagas yang lain. Bagas makan dengan lahap saja bikin dia senang. Melupakan sejenak kemarahan di antara keduanya.

"Kok makanan dari restoran Damar bisa seenak ini ya? Selama ini perasaan biasa aja." kedua tangannya yang berminyak berada di sisi piring. Bagas baru sadar ini bukanlah jati dirinya. Saat menoleh dia menemukan Saras yang menatapnya. "Kenapa lo ngelihatin gue gitu?"

"Kamu masih mau makan Gas? Ini punya aku masih ada."

Satu alis Bagas terangkat. "Lo ngira gue serakus ini ya? Gue nggak biasanya kayak gini kok, emang kebetulan aja lagi lapar," bantah Bagas.

Diary Nikah MudaWhere stories live. Discover now