Andreas terkagum pada sisi baik dan buruk yang membentuk sosok Mia. Andreas menemukan hatinya—yang sempat jera menumbuhkan cinta—kembali hidup hanya bersama Mia. Berbulan-bulan saling mengenal, Andreas menjadi semakin yakin untuk membawa Mia masuk lebih jauh ke dalam hidupnya.

“Mia, aku—apa kau ....” Andreas berusaha menyuarakan keinginannya. Dia telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Namun, tetap saja dia gugup saat berhadapan dengan Mia. Tangannya gemetaran sampai-sampai kotak berisi sepasang cincin yang dia genggam jatuh di bawah kaki Mia.

Mia memungut benda itu. Dia melihat isinya yang berkilauan, lalu memandangi Andreas berdengan mata berkaca-kaca, “Yas, aku mau ...!”

“Apa ... kau mau menikah denganku?”
Mia mengangguk, memeluknya begitu erat. Andreas tidak memikirkan apa pun lagi saat itu, selain hidup bersama Mia untuk waktu yang sangat lama.

***

Andreas menepikan mobil patroli yang dikendarainya di dekat bibir waduk. Perjalanan dari Pelabuhan Telaga Punggur menuju Polresta Barelang ternyata cukup jauh juga. Saat ini dia ingin beristirahat sejenak sembari mengenang Mia di sisi waduk itu.

Andreas keluar dari dalam mobil dan menutup pintu.

Dipandanginya waduk yang sangat luas itu. Airnya tidak beriak, tidak juga berombak.

Waduk itu telah menelan Mia. Tempat ini begitu menyayat hatinya. Berapa kali pun Andreas datang ke tempat ini, dia tidak pernah bisa menemukan jawaban. Jawaban kenapa Mia bisa tewas di tempat ini lima tahun yang lalu.

Andreas merasakan sesak di dadanya. Bayangan Mia tewas tenggelam di perairan itu memenuhi kepalanya. Paru-parunya terisi oleh banyak air. Mia pasti sangat menderita. Dia tidak bisa berenang.

“Mia ...,” panggilnya pada semilir angin.

Hatinya terasa begitu jeri. Andreas telah kehilangan dua kali. Hal yang paling dia sesali adalah, dia tidak bisa melihat Mia di saat-saat terakhirnya, bahkan saat jasadnya diangkat keluar oleh Tim SAR dari waduk itu, Andreas tidak berada di sisinya. Dia sedang menjalani pendidikannya sebagai penyidik kecelakaan lalu lintas pada saat itu. Dia mengambil penerbangan tercepat saat mendengar kabar buruk itu. Namun, begitu dia kembali, Mia telah berubah menjadi gundukan tanah makam. Ibu mertuanya tak ingin Mia berlama-lama menderita. Kondisi jasad Mia sangat memprihatinkan dan dia ingin segera menguburkannya.

“Suami macam apa kamu? Kamu tidak bisa menjaga putriku dengan baik. Ya, Tuhan, Mia. Seharusnya tidak kaunikahi pria ini ....”

Di tengah suara gaduh dan isak tagis, Andreas bisa mendengar raungan ibu mertuanya yang berulang kali menyalahkannya, seolah Andreas sendirilah yang menginginkan takdir Mia direnggut dengan cara seperti itu.

Andreas masih bertanya-tanya kenapa Mia bisa tewas di tempat ini, benarkah waduk ini yang telah menelan Mia, dan bagaimana jika ternyata waduk ini hanyalah saksi bisu—atas kebiadaban seseorang yang berusaha melenyapkannya.

Dua hari sebelum Mia tewas, mereka sempat berhubungan lewat video call. Mereka saling bertukar cerita. Mia tampak begitu antusias menyambut hari ulang tahun Gereja St. M Pelabuhan yang akan diadakan sebentar lagi. Mia semakin giat melatih kemampuannya bermain piano. Dia bilang dia akan mengiringi grup paduan orkestra di gereja, lalu mereka akan merayakannya dengan melakukan Prosesi Obor Salib pada malam puncak.

Andreas turut senang mendengar segala hal yang Mia ceritakan. Andreas berjanji akan pulang di hari anniversary pernikahan mereka. Dan berjanji akan mengadakan acara makan malam romantis di tempat favorit mereka.

Siapa sangka, pada malam Prosesi Obor Salib dilaksanakan, Mia justru tewas dengan tragis. Pastor Klaus—pemimpin Gereja St. M Pelabuhan—mengatakan bahwa terjadi kecelakaan selagi Prosesi Obor Salib berlangsung. Entah bagaimana obor yang dibawa oleh salah satu peserta arak-arakan itu mengenai Mia hingga dia terbakar. Orang-orang panik dan tak berani menolongnya. Mia melompat ke dalam waduk untuk menyelamatkan dirinya dari kobaran api sampai-sampai dia harus kehilangan nyawanya sendiri.

LEGION : ORGANISASI SAYAP HITAM [Terbit Di Cabaca]Where stories live. Discover now