Bab XV- Let me handle your life again

Start from the beginning
                                    

"Caturangga nggak bolehin aku deket-deket sama Agaz." timpalku mendesis sebal, menarik pelarian dengan menatap ke arah lain.

"Why did he say like that?"

Aku menegakkan tubuhku, "karena bagi dia, bukan hanya Caturangga sebagai musuh Agaz. Tetapi, aku, sebagai pelaku yang juga membuat dia berada dalam ambang kehancuran."

"Ambang kehancuran, bukan berarti dia telah dekat dengan kehancuran, Echa. Awak yakin, dia belum ke tahap masuk ke dalam pintu itu." kata Pak Bos "For your information, Echa.  Agaz itu pria, memang selalu mengatasnamakan logika, tapi kau tahu kalo Agaz adalah cicit-cicit adam. Punya rasa, punya yang namanya belas kasih." Pak Bos berdecak lidah kepadaku. Dia memgalihkan topik dengan bertanya, "Kau yakin Caturangga saja yang tak setuju?"

Aku menatapnya, bergeming dengan
pemikiranku sendiri. Cukup lama aku memilih membungkam mulutku, dengan segala pemikiran yang telah kususun cukup matang, dan tanpa ada keraguan, aku mengangguk. Hanya Caturangga. Iya. Nggak ada yang lain.

"Jadi kau siap untuk making a life with Agaz?"

Aku menolehkan wajahku ke Pak Bos. "Maksudnya?"

"Boleh awak tanya satu hal ke kau?" Aku mengangguk, mengiyakannya. "Kau sudah meminta maaf sama Agaz?"

Aku mengkerutkan keningku.

Pria tambun itu kemudian melengoskan wajahnya seakan kesal dengan raut yang kutunjukkan kepadanya. Tanpa memedulikanku, dia kembali melanjutkan kalimatnya."Kapan kau mau jujur dengan perasaan kau? Susah kali kau untuk cakap sor ke Agaz? Cem mana Caturangga bisa kalah kalo kau tak mau jujur."

"..."

####

Ucapan Pak Bos menyegel kebungkaman yang sejak tadi kulakukan. Aku menelan bulat-bulat segala keraguan, ketakutan, dan rasa tak percaya diri. Setelah kejadian pria baya itu menemuiku, setelah pertengkaran kami, dan setelah percintaan itu, aku memilih datang ke kantornya.

I have to say thankyou for Linkedln. 

Aku berdiri di tengah lobby setelah memutuskan pulang lima menit lebih awal. Jemariku telah menekan abjad namanya di kontak. Tidak lebih semenit, aku langsung terhubung dengan suaranya.

"Ada apa Echa?" Dia langsung bertanya, tanpa berbasa-basi sekalipun.

"Aku ada di kantormu."

"Ngapain?"

"Aku otw ke ruanganmu. Bye." Aku menutup sambungan telepon kami.

Bunyi hentakan heelsku terdengar beriringan dengan kakiku melangkah untuk menuju ke pintu lift. Aku berjalan terburu-buru untuk dapat mengejar pintu lift yang telah terbuka, dan sebentar lagi kembali tertutup. Saat kakiku telah berada di ujung pintu lift, namaku terdengar mengudara.

"Echa."

Aku membalikkan tubuhku. "Iya? Kita kenal?" tanyaku menunjuk diriku.

"No. No. Saya nggak kenal kamu." Pria dengan dasi garis biru putih dengan kemeja sama yang dipakai Agaz, tergelak dengan tangan terkibas-kibas di udara.

"Yaaa..." Aku membalikkan badan, mengeluh karena pintu lift telah tertutup rapat.

"Mau ketemu siapa?" Pria asing ini bertanya.

"Ada apa? Kenapa memanggil saya?" Aku balik bertanya, tidak mengindahkan pertanyaannya.

"Kartu pengenal kamu jatuh." Pria itu mengulurkan benda kotak beralas plastik mika.

Unboxing of Feeling #ODOCTheWWG4Where stories live. Discover now