2. Perjanjian

10.4K 1.3K 36
                                    


"Ayaaaah!" Alea tak kuasa menahan tangis. Ia pun terisak dalam pelukan sang kakak, Alden. Sesungguhnya ia ingin sekali memeluk sang ayah, tapi dengan kondisi tubuh penuh luka, tidak mungkin baginya untuk bisa memeluk tubuh ayahnya tanpa menimbulkan rasa sakit bagi sang ayah.

"Ayaaaahh...!" Alea semakin histeris tatkala melihat sang ayah kembali memuntahkan banyak darah ketika mencoba untuk berbicara pada istri dan anak-anaknya. Meski kakak sulungnya, Aleron yang juga merupakan seorang dokter sudah berkali-kali melarang sang ayah agar tidak terlalu banyak bicara dan bergerak, tapi sepertinya Aidan Blackstone telah bertekad untuk menyampaikan apa saja yang perlu untuk disampaikan di penghujung kehidupannya ini.

"Ayah, jangan memaksakan diri," ujar Aleron, kembali mengingatkan sang ayah.

Sang ayah hanya mengangguk pelan seraya menatap satu per satu sahabat, putra-putri dan berakhir di istrinya tercinta, sampai kemudian diam sama sekali dan tak begerak lagi.

Alea tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, karena tubuhnya sudah dipapah untuk meninggalkan ruangan sang ayah. "Ayaah..." ucapnya lirih.

"Kuatkan dirimu Lee, semua sedang mengusahakan yang terbaik untuk Ayah," Alden dan Aaro mencoba menghibur Alea meskipun dalam hati mereka juga menangis.

Alea mengangguk seraya mengusap air matanya. "Alea mau ke toilet," ujarnya pada Alden dan Aaro yang menemani di samping kanan dan kirinya. Ya, dirinya butuh waktu untuk sendiri dan menangis sepuasnya. Sekuat dan setegar apa pun dirinya, tetap saja hatinya merasakan sakit yang tak tertahankan melihat kondisi sang ayah yang terlihat begitu mengenaskan.

Saat melewati lorong yang menuju ke toilet, samar Alea mendengar perdebatan kakak sulungnya dengan seseorang di tikungan lorong yang menuju ke arah berlawanan dengan toilet. Ia berhenti sejenak untuk mendengarkan lebih jelas, karena sepertinya mereka sedang memperdebatkan kondisi ayahnya.

"Dana, kumohon bantu aku, hanya kau harapan terakhir yang kupunya untuk bisa menyelamatkan ayahku," Aleron, kakak sulung Alea memohon kepada sahabatnya yang bernama Dana.

Alea melihat lelaki bernama Dana itu menggeleng pelan. "Maafkan aku Al, aku... aku tak bisa membantumu dalam hal ini, resikonya terlalu besar."

"Tapi layak dicoba, kumohon... aku akan memberikan semua yang kau inginkan, asal kau bersedia untuk meminjamkan nyawamu untuk ayahku sebentar saja. Kita sudah mendapatkan donor jantungnya, dan hanya butuh sedikit waktu untuk menunda waktu kematian ayah sampai saat operasi selesai, kumohon...." Ale berlutut di hadapan Dana, "hanya kau yang bisa. Tolong bantu aku."

Alea tertegun melihat kakak sulungnya yang biasanya begitu tegas dan penuh wibawa sampai berlutut di hadapan seorang Dana demi menyelamatkan sang ayah. Apakah Dana benar-benar bisa menolong ayahnya?

"Berdirilah Al, aku minta maaf... aku sungguh-sungguh tak bisa.... hidup dan mati sudah merupakan suratan takdir, aku tak boleh merubahnya begitu saja," Dana membantu sahabatnya Aleron untuk berdiri kemudian melangkah pergi, "maafkan aku."

Alea mematung di tempatnya selama beberapa saat. Ia seperti mulai bisa memahami arah perdebatan kakak sulungnya dan sahabat kakaknya itu. Dari percakapan yang ia curi dengar barusan, Alea tahu bahwa Dana bukanlah manusia biasa dan dia bisa menolong ayahnya, hanya saja dia tak mau. Baiklah, kali ini dirinya yang akan mencoba membujuk Dana. Semoga berhasil, mengingat lelaki itu sudah beberapa kali menunjukkan ketertarikan padanya.

Alea berdiri kaku di balik dinding koridor yang menuju ke arah toilet, sementara Dana berjalan dari arah lorong sebelah kiri menuju ke arahnya. Alea akan mencegat pria itu. Ia mengintip sedikit untuk melihat posisi Dana dan memperkirakan waktu yang tepat untuk muncul. Beberapa langkah lagi, lelaki itu sampai di tempatnya menyembunyikan diri.

Alea menghitung dengan hati berbesar dan begitu melihat muncul dari tikungan, ia menarik lengan pria itu dan setengah memaksa untuk membawanya masuk ke dalam toilet wanita kemudian menguncinya dari dalam.

"Baby, ada apa?" Dana terkejut sekaligus bingung karena tiba-tiba saja Alea menyeretnya. Padahal, biasanya gadis itu paling anti saat berdekatan dengannya.

Alea menelan ludah dengan susah payah. Air matanya kembali mengalir deras. Ia bingung bagaimana cara untuk menyampaikan maksudnya.

"Jangan menangis," refleks Dana mengusap air mata di pipi Alea. "Aku tak suka melihatmu seperti ini."

Mendapatkan perlakuan yang begitu lembut dari Dana, Alea terisak semakin keras. Ia akan memanfaatkan pria ini demi kesembuhan sang ayah. Ada rasa bersalah di hatinya, tapi dirinya tak punya pilihan lain dan waktunya juga tak banyak lagi. "Tolong...," ucap Alea dengan suara serak.

Dana mengamati Alea dalam diam, kemudian menghela napas. Ia menduga sepertinya Alea sudah mendengar semua percakapannya dengan Aleron. Sungguh dirinya tak bisa melakukan hal yang melawan takdir, tapi dalam hatinya yang terdalam juga tak sampai hati melihat gadis yang ia suka bersedih.

"Aku bersedia menukar nyawaku dengan nyawa Ayah," Alea memohon.

Dana terkejut mendengar perkataan Alea. "Apa maksudmu?! Aku tak menginginkan nyawamu!" geram Dana. "Baiklah, kujelaskan secara singkat padamu, tapi tolong simpan rahasia ini baik-baik. Aku memang bukan manusia biasa dan aku memiliki kemampuan untuk berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain, tapi tentunya bukan tanpa resiko! Karena jika aku terlalu lama menempati tubuh seseorang, tubuhku sendiri akan hancur, dan jika itu terjadi, aku sendiri yang akan mati! Dan waktu yang diminta kakakmu mulai dari operasi sampai saat ayahmu pulih adalah tiga bulan. Itu bukan waktu yang sebentar, Babe."

"Ohh..." Alea tidak tahu harus menjawab apa.

"Kau pikir apa yang akan terjadi dengan tubuh yang tergeletak selama tiga bulan, tidak makan, tidak minum?"

"Tidak adakah cara untuk membuatmu tetap hidup sementara kau memabantu ayahku?" Alea bertanya putus asa.

"Ada. Kedua orangtuaku memiliki cairan kehidupan yang membuat mereka tetap bertahan meski sudah berusia ratusan tahun, tapi aku tidak bisa meminjamnya begitu saja. Ayahku memiliki tanggung jawab besar di bumi ini. Dia tak boleh mati atau kekuatan sihir akan jatuh di tangan yang salah dan tak terkontrol lagi."

Alea memejamkan mata menahan sakit di hatinya karena harapannya untuk menyelamatkan sang ayah sepertinya hanya sekedar harapan. Namun, sebuah ide gila tiba-tiba saja melintas di benaknya, dan itu layak untuk dicoba. Biarlah kali ini dirinya merendahkan harga diri demi ayahnya tercinta. Ia tak peduli jika Dana harus mati karena menolong ayahnya, yang ada dalam pikirannya hanyalah agar ayahnya sembuh bagaimanapun caranya.

Alea mengusap air mata di wajahnya kemudian menatap Dana tanpa ragu, "jika... kuserahkan seluruh kehidupanku padamu, bersediakah kau menolong ayahku dengan cara apa pun itu?"

"Apa?"

"Kau bebas memperlakukanku semaumu, menjadikan aku budakmu, pembantumu atau bahkan alas kakimu, tapi tolong.... selamatkan ayah... kumohon...!" Alea memejamkan mata sejenak kemudian berjinjit untuk mendekatkan bibirnya ke bibir Dana dan mencium pria itu.

Terkejut, tapi Dana tetap menyambut ciuman Alea dengan perasaan meledak gembira. "Kau yakin?" ia bertanya dengan napas tersengal setelah melepaskan ciumannya.

Ini adalah ciuman pertamanya sepanjang eksistensi kehidupannya. Dan ciuman ini terasa begitu hangat meresap ke dalam jiwanya. Ya Tuhan... inikah rasanya? Tanpa sadar, Dana tersenyum sendiri seperti orang sinting, tatapannya pun tak pernah lepas dari wajah cantik Alea. "Baiklah, aku akan membantumu dengan syarat, kau bersedia menikah denganku."

"A-apa?"

"Menikah, kau bilang kau rela menyerahkan seluruh kehidupanmu padaku?" Dana mengangkat kedua alisnya, "aku butuh jaminan bahwa kau tidak akan ingkar janji di kemudian hari."

"Ohh," Alea mengangguk paham. "Aku mengerti."

●●●

Frozen, Dana & Alea (TAMAT)Where stories live. Discover now