11. Ujian Terberat

11.2K 713 5
                                    

Hari ini, Akmal akan mengajak Lana untuk berjalan-jalan dengan kedua anak Akmal dalam rangka saling mendekatkan Lana sebagai calon mama tiri mereka. Semenjak pernyataan cinta Akmal di malam itu, Akmal sudah bertekad untuk melamar Lana segera secara resmi dan menikahinya. Ia sudah mengatakan kepada kedua orang tua Lana bahwa 2 minggu lagi ia akan membawa kedua orang tuanya ke rumah mereka lagi. Lana sudah bersiap-siap dengan dress coklat muda selututnya. Ia mencoba menetralkan kegugupannya saat ini. Bagaimana nanti reaksi mereka saat mengetahui ayah mereka akan menikah dengannya? Apakah kedua anak Akmal akan menerimanya sebagai calon mama mereka? Apa pun yang akan ia terima nanti, ia harus siap dengan segala konsekuansinya. Beginilah resiko memilih calon suami seorang duda yang sudah beranak pula.

"Lan, Nak Akmal udah ada di depan, tuh!" sahut mamanya dari balik pintu kamarnya. Lana menolehkan wajahnya sejenak.

"Iya, Ma." Lana segera keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang depan di mana calon suaminya sudah menunggu. Calon suami? Lana seakan masih belum percaya jika lelaki yang sudah mencuri hatinya itu akan memilihnya sebagai teman hidupnya. Ia melihat Akmal yang sudah siap dengan kemeja panjang hitamnya dan celana jeans abu-abunya yang membuatnya terlihat maskulin. Wangi khas pria dewasa yang menguar dari tubuh Akmal membuatnya semakin tak bisa menyembunyikan rasa cintanya kepada lelaki itu. Ia tersenyum kepada Akmal. Akmal tak bisa mengalihkan pandangannya dari Lana yang terlihat begitu cantik dan menawan saat ini. Ada rasa tak rela di hatinya jika sampai kecantikan calon istrinya itu juga dinikmati oleh lelaki lainnya. Ah..., Akmal merasa tak sabar ingin segera mengikat gadis itu untuk menjadi miliknya seutuhnya dan hanya ia yang boleh menikmati keindahannya sepuasnya.

"Tante, saya bawa Lana sebentar. Kami pamit dulu." ucapnya pada mama Lana. Amy mengangguk.

"Iya. Hati-hati di jalannya, ya!" Akmal dan Lana mengangguk.

"Ayo!" ajaknya sambil meraih tangan Lana ke dalam genggamannya. Lana tersentak saat tangan kekar Akmal melingkupi tangannya yang lebih kecil. Ia selalu terkejut dengan tindakan spontan Akmal itu yang membuat jantungnya selalu dipaksa untuk berolahraga. Amy tersenyum saat melihat mereka yang sudah berjalan keluar gerbang.

"Maaf, ya?! Cuma motor ini yang aku punya. Aku belum mampu untuk membeli mobil." Lana tersenyum dan menggeleng.

"Gak apa-apa, Mas. Ayo!" Akmal mengangguk. Ia menyerahkan helm kepada Lana yang langsung dipakainya. Lana sudah naik di jok belakang Akmal.

"Pegangan yang erat, ya?!" Lana mengangguk. Dengan gugup, ia melingkarkan kedua tangannya di perut rata Akmal. Lalu, motor mulai melaju meninggalkan rumah Lana.

***

Mereka berdua turun di sebuah rumah yang terbilang bagus dan sederhana. Akmal mengajak Lana untuk masuk ke dalam rumah itu.

"Ini rumah orang tua Mas?" Akmal mengangguk.

"Iya. Panji dan Elvira kebetulan sedang menginap di rumah orang tuaku. Mereka kangen dengan kakek dan neneknya." Lana mengangguk. Mereka berdua sudah sampai di depan pintu rumah.

"Assalamualaikum!" seru Akmal sambil mengetuk pintu. Tak lama, pintu terbuka diiringi dengan teriakan girang seorang gadis kecil.

"Ayah!" serunya sambil melompat ke pelukan Akmal. Akmal tersenyum dan memeluk tubuh putrinya.

"Kalian sudah siap?" tanyanya kepada kedua anaknya yang sudah ada di depan mereka sekarang. Kedua bocah itu mengangguk. Lana melihat seorang wanita tua yang keluar dari dalam. Ia tersenyum dan menyalaminya.

"Wah..., ternyata sangat cantik ya aslinya? Ibu sudah lihat foto kamu dari Akmal." Lana tersenyum tipis.

"Terima kasih, Bu." ucapnya. Ibu Akmal hanya tersenyum.

The SecondOù les histoires vivent. Découvrez maintenant