Mimpi yang sama. Mimpi yang kualami selalu saja membuat air mata menetes dan meninggalkan ketakutan yang mendalam untuk ku.

Hal itu sudah biasa terjadi. Mimpi itu selalu membuat ku merasa sesak dan kesakitan belum lagi ketakutan yang aku rasakan dapat membuat sekujur tubuh membeku.

Awalnya mimpi itu terasa biasa... terasa aneh... dan semakin sering mimpi itu kualami semakin terasa menakutkan dan mulai menghantuiku seakan-akan mimpi itu memintaku untuk melakukan sesuatu yang tak ku ketahui.

Pukul 07.00 AM

Ketukan pintu membangunkannya dan lembut suara wanita membujuknya memasuki realitas kehidupan, cahaya kuning yang membutakan mata menyambutnya. Ia pun memasuki dunia nyata.

" Edlin... Edlin... Bangun!! " seru wanita dari balik pintu. " Iya, Aku sudah bangun. " sahut Edlin yang masih berbaring malas ditempat tidur. " Cepat! Kau hari ini pergi ke sekolah! " ucap wanita itu membuat Edlin beranjak dari tempat tidur menuju kearah pintu kamar dan membukanya. " Sekolah? Apa maksud Ibu? " tanya Edlin pada wanita yang sedari tadi membangunkannya.

" Kau lupa? Kau kan mulai bersekolah dan tidak homeschooling lagi dan kita juga sudah pindah rumah selain itu kau sudah terdaftar di Darrens School. " jawab wanita itu yang dipanggil ibu oleh Edlin. Wanita itu bernama Liliana.

" Ah ̴̴ Iya... Aku lupa, bu. Aku akan bersiap-siap. " ucap Edlin. " Kau harus cepat ayahmu sudah menunggu. " ucap Mrs. Liliana dan meninggalkan putra kesayangannya. Edlin pun menutup pintu kamarnya kembali dan bergegas memasuki kamar mandi.

30 Menit kemudian

Edlin yang sudah selesai mandi dan mengenakan t-shirt putih dengan bomber jacket yang dipadukan dengan celana jeans hitam dan sepatu boots hitam Dr. Martens, tak ketinggalan Ia juga mengenakan jam tangan otomatis yang berwarna hitam kesukaannya. Ia pun mengambil backpack yang sebelumnya sudah disiapkan dan keluar dari kamar menuju ruang makan dimana Ia ditunggu oleh kedua orang tuanya.

" Maaf, aku terlambat. " ucap Edlin sesampainya diruang makan. " Duduklah, sarapan dulu. " ucap Mrs. Liliana menyerahkan roti yang telah selesai diolesi selai kacang dan segelas susu hangat kepada Edlin. " Terima kasih, bu. " sambut Edlin.

" Edlin, Ayah dan Ibu merasa bersalah atas perbuatan yang dilakukan pamanmu. " ucap seorang pria yang berusia sekitar 40-an. Namun, masih terlihat muda dan sangat tampan dengan jas bergaya Italian 'Italian suit' yang Ia kenakan.

" Kenapa Ibu dan Ayah yang merasa bersalah? Jangan merasa bersalah Ibu dan Ayah tidak melakukan kesalahan apa pun. Aku baik-baik saja, aku dibesarkan dengan baik. " ucap Edlin dan melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.

" Kau anak yang baik. " ucap Mrs. Liliana yang tersenyum hangat.

Beberapa menit kemudian..

" Edlin, kau sudah selesai sarapannya? Hari ini aku yang akan mengantarmu. " ucap ayahnya. " Iya, aku sudah selesai sarapan. " sahut Edlin. " Kalau kau sudah siap mari kita berangkat. " ucap ayahnya dan berjalan keluar rumah menuju sebuah mobil yang sudah disiapkan oleh salah satu chauffeur ayahnya. " Aku pergi dulu, bu. " pamit Edlin walau ada sedikit perasaan enggan untuk menyusul ayahnya.

Sebuah keheningan yang menemani perjalanan ayah dan anak. Ayah Edlin atau biasa dipanggil Mr. Ractliffe merupakan sosok yang pendiam, Ia bukan sosok yang ekspresif. Namun, Ia bukan sosok yang dingin seperti es, Ia hanya pendiam dan Ia penuh dengan kasih sayang.

" Edlin, kau sudah tahu akan bersekolah dimana? " ucap Mr. Ractliffe memecah keheningan. " Iya, Darrens school. Salah satu sekolah berasrama terbaik disini. " jawab Edlin.

GUARDIANS OF THE TIMEWhere stories live. Discover now