1 | Tak Asing

2.9K 212 28
                                    

Everyone knows what I look like
Not even one of them knows me

🎵Everybody Hates Me-The Chainmokers🎵

***

Tak apa, kamu sudah melakukan yang terbaik hari ini.

Tak apa, kamu sudah bekerja keras selama ini.

Tak apa, semuanya akan baik-baik saja.

Baik-baik saja..

Berkali-kali Halinka mengucapkan kalimat itu di dalam hati. Berharap menjadi mantra ajaib yang menenangkan dirinya. Hingga akhirnya ia bisa bernafas lega ketika keluar dari gedung itu.

Halinka sudah memesan taksi online. Dan tak butuh waktu lama untuk menunggu taksi itu datang, ia pun masuk dengan sekardus barang bawaannya. Sebelum taksi melaju, Halinka menatap gedung pencakar langit di depannya sekali lagi. Tempat yang sudah menjadi sumber penghidupannya selama tiga tahun ini. Dan hari ini adalah hari terakhirnya.

Beberapa saat kemudian, Halinka sudah berada di gedung apartemennya. Sampai di lobi, ia melihat seseorang melambaikan tangan padanya.

"Gila ini orang beneran resign!" Seru orang itu ketika melihat barang yang dibawanya.

"Akhirnya, Ndah. Hari ini gua resmi jadi pengangguran. Hahaha. "

"Ga usah dipaksain ketawa kayak gitu! Siapapun tahu kalau ketawa lo ga ikhlas! "

Halinka nyengir, "Lo tahu ini yang gue tunggu sejak lama," sejak hari pertama ia bekerja disana sebenarnya. Halinka merasa cukup hebat sudah bertahan sejauh ini.

"Sayang banget padahal, Lin." Sudah berapa banyak orang yang mengucapkan kalimat itu padanya hari ini?

"Sudah pilihan gue, Ndah." aku yang menjalani, dan aku yang merasakan. Kalian nggak tahu tekanan dan masalah yang aku dapatkan ketika bekerja disana!

"Bukan pilihan, tapi nekat lebih tepatnya!"

Halinka, "....."

Temannya yang diketahui bernama Indah itu pun menyeret Halinka agar melanjutkan obrolan sambil berjalan, "Jadi, apa rencana lo habis ini? Soalnya sejak lo mutusin ngajuin resign sebulan lalu, ga ada tuh gua lihat lo bingung cari kerjaan lagi. "

"Emm, mungkin jadi online freelancer kayak dulu lagi," jawab Halinka agak ragu.

"Mungkin?"

"Selama gue masih bisa makan, gue nggak akan kenapa-napa, Ndah."

"Ah, serah deh serah!"

"Sebenarnya gue resign tuh karena mau serius buat wujudin impian gue, Ndah. Lo tahu sendiri sejak gue kerja di perusahaan itu, gua ga bisa ngatur waktu gue sendiri buat nyalurin hobi gue."

"Serius lo?"

Halinka mengangguk semangat.

"Ah, gua nggak sabar buat nikmatin karya lo, sumpah!"

"Doain aja semoga kali ini gue bernasib baik!"

Halinka tersenyum samar. Kalau begini alasannya, setidaknya Halinka tidak akan terlihat menyedihkan.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di lantai apartemen milik Halinka berada. Sambil terus berjalan, Halinka dan Indah sama-sama diam. Mereka menyisakan beberapa topik dipikiran mereka masing-masing untuk dibicarakan ketika sampai di tempat tinggal Halinka nanti.

Karena kesunyian itulah membuat Halinka agak nge-blang. Memikirkan ini dan itu membuatnya tak memperhatikan sekitarnya. Hingga akhurnya Halinka sadar ketika merasa pundaknya menabrak sesuatu, dan bersamaan dengan itu suara benda jatuh terdengar. Halinka menunduk memejamkan mata, "Ya Tuhan ada apa lagi hari ini?" Perasaan khawatir yang sudah biasa ia alami kembali menyelimutinya.

"Dasar babon, kalau jalan lihat-lihat!"

"Punya mata tapi ketutupan lemak sih!"

"Badan segedhe gajah tau diri sedikit! Jangan makan jalan!"

Halinka menggelengkan kepala, menghapus bayangan itu. Dia memang ceroboh, makanya sering jatuh. Dia sadar. Sangat sadar. Sehingga dia sudah mewanti-wanti dirinya sendiri agar lebih hati-hati. Tapi naas, nasib buruk sepertinya masih betah berteman dengannya.

"Mbak?"

Pasti setelah ini... , batin Halinka.

"Saya minta maaf mbak. Saya nggak hati-hati. Lagi buru-buru soalnya."

"Hah?" Halinka menatap pria itu, "Eh, I-iya, nggak papa. Saya juga minta maaf."

Halinka segera memunguti barangnya yang berserakan. Pria itu juga membantunya. Sedangkan Indah yang juga berniat membantu segera Halinka larang. Temannya itu sedang hamil tua, mana tega Halinka menyuruh Indah berjongkok memunguti barangnya.

Pria yang sepertinya berumur pertengahan dua puluhan, dengan tampang dan penampilan yang lebih dari kata lumayan, bersedia repot-repot membantunya walaupun jelas-jelas tadi ia berkata kalau sedang buru-buru. Sudah jelas kalau itu bukan sepenuhnya salah pria itu yang menabraknya. Karena Halinka juga sedang melamun tadi, sehingga kurang memperhatikan sekitar.

Tapi, bolehkah Halinka berpikir kalau pria di depannya ini orang yang baik? Walaupun mereka tidak saling mengenal dan Halinka hanya menilai sekilas dari bagaimana orang ini berbuat apa yang seharusnya ia lakukan sebagai orang baik. Meminta maaf, mengakui kesalahannya, tidak berbicara kasar dengan siapapun yang ada di depannya. Dia benar-benar tahu bagaimana memperlakukan manusia. Sedangkan Halinka saja sering rasanya tidak dimanusiakan.

Halinka juga kebiasaan membedakan orang ke dalam versi-versi menurutnya pribadi. Hal itu juga karena orang-orang seringkali memandangnya dengan cara yang berbeda-beda pula.

Cara pandang seseorang yang pertama. Yaitu biasa saja. Mau badan lo segedhe tong kalau nggak ngalangin jalan gue ya kita nggak ada urusan. Istilahnya begitu. Tapi kalimat tadi bisa lebih luas jika dimasukan dalam konteks yang berbeda. Intinya, hidupmu ya hidupmu, hidupku ya hidupku. Ngapain ngurusin orang lain kalau hidup sendiri aja belum bener. Kecuali kalau situ jadi parasit, baru sini sikat. Gitu kata Halinka.

Yang kedua, jenis yang paling menyebalkan. Mereka memandang dengan sinis dan juga berkomentar sadis. Nggak banget pokoknya. Menganggap derajatnya lebih tinggi. Punya hak apa sampai mereka kayak gitu? Kecuali kalau kita salah, baru diingetin baik-baik. Nggak langsung caci maki kayak diri sendiri nggak punya dosa. Emang situ malaikat? Kadang orang kayak gitu kenal aja sama kita enggak.

Yang ketiga, orang yang benar-benar tidak menilai buku dari sampulnya. Walapun kata bijak itu sudah sering keluar masuk di telinga. Tapi tetap saja, kata bijak tidak akan semudah itu merubah hidup seseorang. Cukup sulit menemukan orang yang seperti itu. Tapi selama 27 tahun hidup Halinka, ia masih menemui orang yang seperti itu. Cukup banyak, walaupun tak sebanyak tipe orang kedua. Kebanyakan mereka adalah orang yang sudah mengenalnya lebih jauh. Yang mengetahui kepribadian dan segala yang ada pada diri Halinka tanpa membandingkannya dengan fisiknya.

"Makasih ya, mas." Ucap Halinka setelah mereka selesai membereskan barang Halinka tadi.

Pria itu mengangguk dengan senyuman lebarnya. Lalu ia melihat arloji di tangan kirinya, "Kalau gitu saya duluan ya mbak?"

Halinka mengangguk. Dan setelah pria itu pergi, Halinka baru sadar kalau wajah itu tak asing baginya.

"Ebuset, Lin. Gue baru ngeh anjir. Lo tahu kan siapa orang tadi?! " Histeris Indah kemudian.

Sepertinya Halinka bukan satu-satunya orang yang menganggap pria tadi tidak asing.

[].

09/12/18

ONLY HUMANWhere stories live. Discover now